Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Friday, December 2, 2016

Pernyataan Sikap Aliansi Organisasi PMKRI, GMNI, dan GMKI Yogyakarta dalam Menyikapi Aksi 2 Desember 2016


Merdeka..
Ass.WrWb.
Salam sejahtera,
Aksi “bela agama jilid 3” akan segera dilaksanakan di Jakarta pada 2 Desember 2016. Menurut pantauan sementara akan ada setidaknya 3 juta massa yang akan terlibat, aksi akan dimulai pada pukul 08.00 WIB di sekitar Monas, dan akan diakhiri dengan shalat jum’at berjamaah. “Aksi Super damai” kira-kira itu adalah tema besar yang akan diusung oleh massa dan mereka akan menuntut penegakan hukum yang adil bagi Basuki Tjahaja Purnama atau  Ahok yang kini berstatus menjadi tersangka atas tuduhan penistaan terhadap agama
Melihat kondisi yang sudah sedimikian rupa maka aliansi organisasi GMNI Yogyakarta, GMKI Yogyakarta, dan PMKRI Yogyakarta sebagai organisasi mahasiswa yang insyaf akan keadaan dan keberlangsungan bangsa dan negara. menyatakan sikapnya sebagai berikut:
Pertama. Mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa untuk tidak terpancing atau terprovokasi terhadap isu-isu yang memungkinkan terjadinya muatan permusuhan dan perpecahan antar sesama warga Negara Indonesia hingga issue makar terhadap pemerintahan yang sah.
Kedua. Menjaga dan mempertahankan persatuan dan keutuhan di dalam tubuh NKRI. Persatuan adalah salah satu roh dari sebuah dinamika kelompok (negara). Serta Menjunjung  tinggi nilai kemanusiaan dengan lebih mngedepankan nilai-nilai luhur  pancasila
Ketiga. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk cerdas dalam memilih dan memilah isu yang sengaja ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik dari golongan tertentu.
Ke-empat.Meminta pemerintah dan aparat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan untuk pendemo dan juga untuk masyarakat sipil, sangat untuk menghindari “reaksi represif” terhadap golongan- golongan yang ingin menyuarakan pendapatnya. Dan berharap kepada pendemo dalam melakukan aksinya agar dapat melaksanakannya secara damai dan tidak melakukan tindakan vandalisme. Disamping itu, pemerintah juga diharapkan untuk dapat merespon dan menanggapi tuntutan aksi massa secara adil dan bijaksana.
Kelima, Dalam kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok baiklah diserahkan kepada pihak yang berwajib, sehingga hasil penyelidikan dapat segera terselesaikan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya. Kita sebagai negara hukum sudah selayaknya menaati aturan yang sudah ada dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
 Demikianlah pernyataan sikap kami, besar harapan kami agar seluruh elemen masyarakat negara tetap dapat menjaga kebhineka tunggal ikhaan-nya dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan yang sudah sejak lama menjadi identitas bangsa dan negara kita.

Wednesday, November 16, 2016

(Press Release) AKSI DAMAI 1000 LILIN ALIANSI NUSANTARA DAMAI YOGYAKARTA (PMKRI, GMKI, PMII, GMNI, Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Ronggolawe Tuban/KPMRT, Pemuda Istimewa/PI)

RILIS PERS
AKSI DAMAI 1000 LILIN
ALIANSI NUSANTARA DAMAI YOGYAKARTA
(PMKRI, GMKI, PMII, GMNI, Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Ronggolawe Tuban/KPMRT, Pemuda Istimewa/PI)
“DAMAILAH NUSANTARAKU”


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar tanpa memandang Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Perjuangan menjadi bangsa Indonesia tidak hanya datang dari satu golongan saja melainkan semua golongan turut terlibat melawan penjajah sehingga tercapai keinginan untuk menjadi bangsa bangsa yang merdeka dan berdaulat.

Indonesia itu sangat beranekaragam budaya, suku, etnis dan agama. Para pejuang bangsa kita telah menyatukan keanekaragamaan itu dalam satu semboyan yakni BHINEKA TUNGGAL IKA yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Namun, persatuan dan kesatuan bangsa kita akhir-akhir ini digoyahkan dengan penunggangan isu SARA yang mengarah pada kehancuran.

Kami Aliansi Nusantara Damai (AND) Yogyakarta dengan tegas dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga kedamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka kami:
1. Menolak segala bentuk tindakan yang berpotensi memecahbelahkan kesatuan bangsa (NKRI).
2. Mengajak seluruh masyarakat untuk mendoakan kedamaian Indonesia.
3. Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak terprovokasi atas kasus pengeboman Gereja Oikumene di Samarinda.
4. Menuntut Pihak berwajib untuk menuntaskan kasus pengeboman Gereja Oikumene di Samarinda.


Korlap:
1. Pirez (082328223296)
2. Passkal (082390850134)

Monday, November 14, 2016

Diskusi Perempuan dan Dunia: Kekerasan terhadap Perempuan dalam Alkitab

Untuk Mengenang Tamar*


Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih marak dan makin meningkat di masyarakat kita. Pelakunya pun bukan hanya orang dewasa. Tapi juga anak-anak di bawah umur.
Sebagai Firman Tuhan sekaligus teks suci, Alkitab juga menuliskan kisah-kisah tentang kekerasan terhadap perempuan. Sehingga bisa disebut sebagai text of terror karena ada teks yang sangat sadis.
Salah satu teks kisah kekerasan terhadap perempuan adalah teks kisah Tamar yang diperkosa oleh Amnon. Teks tersebut bisa kita lihat di kitab 2 Samuel 13:1-39.
Dalam kisah Tamar, ada 4 figur atau tokoh laki-laki. Yakni: Amnon, Yonadab, Daud, dan Absalom. Tamar dan 4 figur laki-laki tersebut merupakan bagian dari satu keluarga besar Daud. Tapi masing-masing punya relasi yang berbeda-beda kondisinya.
Absalom, Amnon, dan Tamar merupakan saudara seayah yang beda ibu. Tapi Amnon lebih dekat dengan Yonadab, saudara sepupunya, daripada kepada Absalom. Sebagaimana bisa kita baca bagaimana Yonadab menjadi teman curhat Amnon dan memberikan saran rencana sandiwara bagi Amnon.
Sebagai ayah, Daud tidak terlalu mengawasi Amnon, Tamar, dan Absalom. Daud terkesan memanjakan dan hanya mengikuti permintaan Amnon. Sehingga Amnon bisa bebas memainkan sandiwara berpura-pura sakit dengan tujuan menjebak dan memperkosa Tamar.
Sedangkan Absalom sebagai saudara Tamar hanya melindungi Tamar di rumahnya. Bahkan menyuruh Tamar untuk merahasiakan peristiwa perkosaannya. Atau dengan kata lain Absalom membungkam Tamar sebagai korban perkosaan.
Jika kita mencermati tempat dan waktu peristiwa pemerkosaan Tamar terjadi, kita menemukan peristiwa pemerkosaan tersebut terjadi di kamar Amnon di dalam istana. Alias di rumah mereka sendiri saat siang hari. Sehingga menunjukkan tidak ada tempat dan waktu yang benar-benar aman bagi perempuan.
Sebelum Amnon memperkosa Tamar, kita mendapati Tamar menolak dan menegur Amnon sebanyak 2 kali. Tapi Amnon tidak mau mendengarkannya dan memperkosa Tamar. Tamar juga memakai baju kurung panjang yang menyanggah asumsi tentang pakaian yang menimbulkan perkosaan. Sehingga permasalahannya adalah pikiran laki-laki yang harus dikontrol dan bukan semata selalu menyalahkan perempuan.
Mungkin menjadi pertanyaan kita selanjutnya adalah mengapa nama Allah atau Tuhan tidak disebutkan dalam kisah Tamar tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Allah bisa hadir dalam peran-peran orang. Misalnya Tamar yang mengingatkan dan menasehati Amnon.
Sebagian besar dari kita mungkin berpendapat bahwa masalah antara Amnon, Tamar, dan Absalom selesai dengan terbunuhnya Amnon oleh Absalom. Serta diampuninya Absalom oleh Daud.
Ya, tidak banyak dari kita yang mempertanyakan bagaimana kondisi Tamar. Khususnya setelah Tamar diperkosa, berdiam diri di rumah Absalom, setelah Absalom membunuh Amnon, dan setelah Absalom diampuni oleh Daud.
Tamar sebagai korban perkosaan Amnon dibungkam suaranya. Setelah 2 tahun, peristiwa Tamar dijadikan alasan untuk Absalom membunuh Amnon saat terjadi perebutan tahta kerajaan. Bahkan Daud sebagai ayah mereka cuma marah dan berdiam diri tanpa tindakan tegas yang jelas.
Kisah Tamar kiranya menjadi refleksi bagi kita tentang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang marak terjadi. Menurut data Rifka Annisa, kekerasan seksual dan kekerasan lainnya lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat. Bahkan terbanyak dilakukan oleh partner-nya sendiri.
Lalu, dalam menghadapi kekerasan, apa yang sudah dilakukan oleh Gereja dan masyarakat?
Gereja seharusnya memberikan pembinaan/pendampingan pastoral (katekisasi) pra-nikah minimal 3 bulan. Dimana materi pembinaan atau pendampingannya juga mencakup tentang gender, pendidikan seksual, cara merawat anak, dan kekerasan.
Jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, Gereja seharusnya bukan hanya melakukan siasat atau disiplin gerejawi saja. Tapi juga harus melakukan pendampingan. Bahkan seharusnya Gereja juga mengadakan pendampingan pasca nikah juga.
Janganlah Gereja terlalu sibuk mengurusi liturgi dan internalnya saja. Tapi Gereja harus peduli dengan masalah-masalah sosial juga.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita pun bisa berbuat banyak dalam isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kita perlu menyuarakan suara-suara korban yang terbungkam dan terbatas. Kita bisa mengadakan seminar atau diskusi tentang kekerasan dalam pacaran (KDP) dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kita pun bisa melakukan advokasi serta pendampingan terhadap korban dan pelaku kekerasan. Tentunya kita bisa bekerjasama dengan berbagai pihak yang concern terhadap isu tersebut, menyediakan ruang khusus konseling atau konsultasi, membuat Women Crisis Centre, serta melatih konselor dan aktivis advokasi.
Mari lakukan untuk mengenang Tamar!



* Tulisan ini merupakan ringkasan hasil Diskusi Dwimingguan “Perempuan dan Dunia” GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 9 November 2016 oleh Christian Apri Wijaya.
Diskusi bertopik “Kekerasan terhadap Perempuan dalam Alkitab” tersebut difasilitasi oleh ibu Pendeta Asnath Niwa Natar yang merupakan Pendeta dari sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) sekaligus dosen Fakultas Teologi, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Mengajar Pastoral dan Teologi Feminis.

Pernyataan Sikap Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) Masa Bakti 2016-2018 Terhadap Aksi Terorisme di Samarinda

Pernyataan Sikap Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) Masa Bakti 2016-2018 Terhadap Aksi Terorisme di Samarinda


Aksi terorisme yang terjadi di Gereja Oikoumene, Kota Samarinda, Kalimantan Timur merupakan provokasi yang tidak boleh dianggap sepele oleh setiap elemen bangsa. Pasalnya, aksi terorisme ini, patut diduga kuat sengaja menyasar anak-anak yang sedang bermain di luar gedung ketika orang tua mereka sedang melakukan peribadatan.

Empat orang anak menjadi korban dalam aksi terorisme provokatif ini. Empat orang anak yang menjadi korban tersebut diketahui sedang bermain menunggu selesainya peribadatan orang tua mereka.

Diduga sekitar ratusan jemaat sedang beribadah pada saat terjadinya peledakan. Kebanyakan dari jemaat yang melakukan peribadatan adalah orang tua yang memang sengaja membawa anak-anak mereka juga untuk beribadah.

Upaya deradikalisme yang digaungkan pemerintah untuk mereduksi aksi terorisme seharusnya berbuah baik. Namun dengan adanya insiden Samarinda, membuka mata kita, kelompok teroris yang menginginkan Negara yang ber-ideologi Pancasila ini runtuh, masih subur dan bebas bergerak.

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia menyatakan :

1. Menyayangkan dan mengecam tindakan pelemparan bom yang dilakukan oleh residivis teroris di Gereja Oikoumene  Kota  Samarinda, Kalimantan Timur pada hari Minggu 13 November 2016.

2. Mengutuk keras siapapun yang mendalangi aksi terorisme yang menyasar anak-anak sebagai korban, terlepas apa pun yang mendasari tindakan tersebut.

3. Aksi pelemparan bom tersebut menjadi tanggung jawab dari Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly karena Kementerian tesebut memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada setiap napi dan residivis teroris karena dimungkinkan untuk mengulangi tindakan kejahatan serupa yang dapat menganggu kepentingan nasional.

4. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,  Komjen Pol Suhardi Alius harus bertanggung jawab penuh karena telah membiarkan anak-anak yang tak berdosa menjadi korban terorisme di Samarinda.

5. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur,  Irjen Pol Safaruddin gagal dalam mengantisipasi aksi terorisme yang menyasar rumah ibadah yang menjadikan anak-anak sebagai korban. Setiap kepolisian daerah di seluruh Indonesia harus serius menjaga keamanan setiap warga negara.

6. Meminta dengan rendah hati setiap tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama untuk bahu-membahu dalam menjaga kebhinekaan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dan menunjukkan bahwa ideologi Pancasila tidak akan kalah dengan sekelompok orang yang ingin memecah persatuan bangsa.

7. Meminta kepada seluruh Badan Pengurus Cabang dan Anggota yang tersebar di seluruh tanah air untuk melakukan konsolidasi dengan setiap organisasi yang berbasis kepemudaan dan mahasiswa agar dapat menjaga keutuhan Bangsa.

8. GMKI  meminta agar seluruh elemen masyarakat Indonesia tidak terprovokasi atas peristiwa terorisme yang memprovokasi dengan cara  menyerang rumah ibadah dan menyasar anak-anak. Kita tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang solid, toleran, serta damai dan tidak bisa dipecah-belah oleh pihak manapun.

Akhir kata, Pengurus Pusat GMKI menyatakan secara tegas bahwa TERORISME MERUPAKAN KEJAHATAN HAM BERAT. Untuk itu diperlukan seluruh upaya dan tindakan apapun agar dapat mengantisipasi kejadian serupa dan membongkar jaringan Terorisme di Indonesia”. Ut Omnes Unum Sint. Merdeka!!!

Teriring salam dan doa, Jakarta, 13 November 2016

Pengurus Pusat Gerakan Mahassiwa Kristen Indonesia (GMKI) Masa bakti 2016-2018

Sahat Martin Philip Sinurat  
Ketua Umum
nomor kontak : 085221272791

Alan Christian Singkali
Sekretaris Umum
nomor kontak : 081354892529

Ungkapan Ketua Umum PP GMKI (Korban Bom Samarinda)

Pagi itu, sang anak dengan begitu semangat berangkat ke Sekolah Minggu. Dia akan berjumpa dengan teman-temannya, yang mungkin sudah tidak bertemu satu minggu lamanya. Baginya ke Sekolah Minggu adalah waktu untuk bermain bersama teman seumuran.

Dia mungkin tidak peduli sama sekali dengan khotbah pendeta ataupun perkataan Guru Sekolah Minggu. Dia tidak tahu-menahu dengan persoalan apapun yang sedang terjadi di lingkungannya ataupun negaranya. Umurnya masih balita. Yang dia tahu adalah tertawa, bermain, berlari dengan teman-teman seusianya.

Dia mungkin sudah melihat orang asing sedang berjalan mendekati halaman gereja. Tapi seorang anak kecil yang sedang bermain tidak terlalu peduli dengan kondisi sekitar. Bagi sang anak, orang yang mendekat itu adalah orang baik yang hendak beribadah. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Baginya, gereja adalah tempat yang aman dan menyenangkan.

Dan kemudian, terjadilah ledakan. Badannya terbakar. Dia merasakan sakit. Tapi tetap sang anak tidak punya rasa curiga apapun. Dia mungkin tidak tahu apa itu "bom". Bagaimana bentuknya. Dia tidak tahu apapun. Tapi kemudian sang anak tetap saja menjadi korban.

Di rumah sakit, dia mengerang. Kesakitan. Memanggil orangtuanya. Mungkin dia belum bisa berdoa dengan fasih ataupun memanggil nama Tuhan.

Dia juga tidak tahu menyalahkan siapa. Yang dia tahu luka ini sangat menyakitkan. Dia ingin menjerit dan menangis. Tapi itu pun mungkin sulit dilakukannya lagi.

Tuhan mendengar jeritan dan melihat tangis anak yang tidak berdosa ini. Sang anak dipanggil ke pelukan-Nya, agar dia tidak merasakan luka bakar yang menyakitkan itu lagi.

Selamat jalan adik kecil.
Maaf dirimu harus merasakan rasa sakit ini.
Sekarang dirimu sudah aman dan damai di pelukan Sang Pencipta.
Dan menjadi tugas kami yang masih ada di bumi ini. Bagaimana bertanggungjawab menciptakan kedamaian di tengah bangsa yang majemuk ini.

-Sahat Martin Philip Sinurat, Ketum PP GMKI Masa Bakti 2016-2018-

Friday, November 4, 2016

Pendalaman Alkitab (Kamis, 3 November 2016)



Kasih dalam Kerukunan*


Surat Paulus kepada Jemaat di Roma (Surat Roma) ditulis oleh Paulus sekitar tahun 57. Surat Roma merupakan Surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Sehingga mungkin karena alasan itulah Surat ini diletakkan di depan 13 Surat Paulus yang lain meskipun bukan surat yang ditulis pertama.
Surat Roma ditulis dalam rangka pelayanan rasuli Paulus kepada dunia bukan Yahudi. Surat Roma juga ditulis untuk mempersiapkan jalan bagi pelayanan Paulus di Roma serta pelayanan ke Spanyol.
Surat Roma ditulis Paulus karena Paulus merasa perlu untuk menulis Injil yang telah diberitakannya. Penulisan tersebut untuk menghadapi kabar angin yang diputarbalikkan tentang berita dan ajaran Paulus.
Paulus juga ingin memperbaiki beberapa persoalan yang terjadi di dalam Gereja dan di lingkungan sekitar gereja. Khususnya karena ada perselisihan antar jemaat dan masyarakat.
Melalui surat Roma, Paulus menguraikan kebenaran-kebenaran dasar dari Injil. Dimulai dengan pembahasan hal doktrinal tentang manusia yang berdosa di hadapan Allah, kasih Allah, kemurahan Allah, serta manusia hanya dapat hidup oleh anugerah dan iman. Kemudian di pasal 12-14 Paulus menyatakan bahwa kehidupan yang diubah Kristus mengakibatkan penerapan kebenaran dan kasih pada semua bidang kelakuan (sosial, sipil, dan moral). Atau dengan kata lain, melalui pasal 12-16 Paulus menunjukkan bagaimana menghidupi kehidupan yang telah dilahirbarukan oleh iman di dalam Kristus.
Jika kita mendalami pasal 12 ayat 10-12 dari Surat Roma, kita bisa mendapatkan 3 konsep kasih yang seharusnya kita hidupi di dalam kehidupan. Yakni:
1.  Kasih persaudaraan
Kasih persaudaraan yang dimaksud bukan hanya kasih antara saudara secara genetik atau keluarga kandung. Tetapi secara rohani untuk semua orang.
Kasih persaudaraan juga berarti kasih yang saling melengkapi dan saling memperhatikan. Serta diwujudnyatakan dengan saling memberi hormat lebih daripada menghormati diri sendiri.

2.  Kasih yang berkobar-kobar
Kasih yang berkobar-kobar yang dimaksud adalah kasih yang tidak malas. Karena kasih sejati bukanlah yang dingin, kaku, dan statis. Tapi kasih yang “membakar”.
Kasih yang “membakar” adalah kasih yang disertai dengan semangat mengasihi dan semangat sukacita untuk melayani.

3.  Kasih yang berpengharapan
Kasih yang berpengharapan adalah kasih yang menantikan sukacita pengharapan, sabar dalam kesesakan/tantangan, dan bertekun di dalam doa.
Bertekun di dalam doa menjadi sarana memusatkan perhatian pada apa yang Tuhan kehendaki. Kemudian mewujudnyatakan kasih itu.
Dalam bertekun dalam doa, kita tidak boleh terjebak dengan salah konsep tentang doa sebagai alat melepaskan masalah dan doa yang memaksa Tuhan.


Dengan menghayati 3 konsep kasih tersebut, 3 konsep kasih tersebut bisa kita pahami sebagai inti atau jiwa dari kerukunan dan kerukunan lintas SARA. Berbicara tentang kerukunan lintas SARA, kita harus lebih dahulu melihat diri kita sendiri dan gereja. Apakah diri kita sendiri sudah atau mau mewujudkan kerjasama dan kerukunan dengan semua orang? Apakah gereja masih saling memecah belah, saling berselisih, dan saling menjatuhkan? Atau gereja sudah dan mau mewujudkan kerukunan gereja?
Kemudian dalam konteks kekinian, ada 2 pertanyaan penting yang perlu didalami. Yakni: apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perselisihan antar umat beragama serta bagaimana peran pemuda dan mahasiswa Kristen untuk menciptakan terjadinya kerukunan.
Seringkali yang menjadi permasalahan dalam kerukunan adalah menjadikan agama sebagai batu sandungan. Sehingga timbul pertanyaan mengapa radikalisme sering berkaitan dengan agama.
Sikap egois termasuk sikap merasa agama sendiri paling benar dan adanya pemahaman agama yang kurang benar pun bisa menyebabkan perselisihan antar orang.
Media sebagai saluran informasi dan komunikasi juga cukup banyak mempengaruhi kondisi kerukunan antar masyarakat.
Sebagai warga gereja, pemuda dan mahasiswa Kristen seharusnya bisa bersatu dulu. Serta menularkan semangat dan praktek bersatu tersebut dalam hidup.
Semangat oikumene yang bertujuan menjadikan bumi atau dunia menjadi rumah bersama yang nyaman seharusnya mampu dihayati maknanya dan dipraktekkan. Contohnya adalah mengaitkan oikumene dengan Pancasila.
Jika kita kembali membaca pasal 12 ayat 9-21 dari surat Roma, Paulus mengajak kita untuk menghidupi dan merefleksikan kasih di tengah berbagai tantangan perdamaian.
Saling tegur sapa dan bersosialisasi dengan siapapun bisa menjadi praktek menghadirkan kasih. Apalagi di era digital saat ini, banyak dari kita yang lebih berfokus pada diri sendiri.
Setiap kita juga bisa meneladani Paulus yang memberitakan kabar baik dari satu daerah ke daerah lain melalui media dan metode komunikasinya. Kabar baik tersebut mencakup kebenaran dan kasih.
Meskipun menghadapi berbagai macam tantangan dan harus ada pengorbanan; setiap kita ditantang untuk menghidupi kasih yang mengampuni, sabar, tidak mudah terpancing dan terpengaruh, serta mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.
Mari berdamai dengan semua orang!
Mari berdamai dengan semua ciptaan!
Mari menghidupi kasih dalam kerukunan!`



* Tulisan ini merupakan rangkuman hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 3 November 2016. Bertempat di Student Centre, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.
Firman Tuhan dan pengantar diskusi disampaikan oleh Christian Apri Wijaya. 

Thursday, November 3, 2016

Pernyataan Sikap PP GMKI Menyoal Rencana Aksi Tanggal 4 November 2016


  1. Demonstrasi adalah bentuk pernyataan aspirasi yang merupakan hak warga negara dan dijamin oleh konstitusi. Sehingga demonstran bebas menyampaikan pendapat di muka umum dengan tetap menjaga hak-hak orang lain dan tidak terprovokasi.
  2. Persoalan hukum diselesaikan dengan segera tanpa terpengaruh tekanan dari siapapun, baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok yang berkepentingan.
  3. Meminta Presiden sebagai Panglima tertinggi untuk segera melakukan inspeksi pasukan, senjata, alutsista, dan amunisi, agar tercipta suasana yang kondusif.
  4. Panglima TNI dan Kapolri harus segera melakukan pemantauan penuh terhadap setiap perwira tinggi dan satuan intelijen di tubuh masing-masing.
  5. Meminta Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan segera memberlakukan status siaga penuh terhadap pusat transaksi keuangan yang terjadi mulai dari 14 hari sebelum tanggal tanggal 14 Oktober 2016 hingga 14 hari setelah 4 November 2016 (baik tunai dan non tunai).
  6. Sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Presiden mempunyai tanggung jawab untuk membeberkan ke masyarakat apabila terjadi keanehan transaksi pada periodik tersebut.
  7. Meminta kepada Presiden untuk memerintahkan Komnas HAM agar segera membuka laporan kerusuhan dan pelanggaran HAM pada kurun waktu 1997- 2002 kepada masyarakat Indonesia agar tidak terulang kembali konflik yang serupa.
  8. Meminta Presiden Joko Widodo untuk menghimbau masyarakat agar tidak terprovokasi akan adanya kerusuhan SARA,Radikalisme, dan Separatis sehingga menimbulkan keresahan sosial.
  9. Meminta Presiden untuk segera melakukan Rapat Kabinet Paripurna pada tanggal 4 November, serta tidak mengizinkan satupun anggota Kabinet untuk tidak hadir mulai dari Wakil Presiden, Menteri hingga kepala badan penyelenggara negara.

Demikian Nawa Sukarsa ini disampaikan PP GMKI untuk dapat dilakukan sebagai wujud niatan baik untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara.***

Tuesday, November 1, 2016

Pesan Pastoral PGI untuk Pilkada Serentak 2017

Pesan Pastoral PGI untuk Pilkada Serentak 2017:

“Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa”

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada 15 Februari 2017 kembali bangsa kita akan melaksanakan hajatan demokrasi yang penting dalam perjalanan bernegara kita, yakni pemilihan kepala daerah, di 101 daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Menyadari tugas panggilan gereja yaitu --bersama semua orang yang berkehendak baik-- ikut serta membangun masyarakat berkeadaban, PGI merasa perlu untuk menerbitkan Pesan Pastoral, terkait Pilkada ini. Kami harap Pesan Pastoral ini bisa menjadi pedoman bagi gereja-gereja di Indonesia dalam menentukan sikap etis terhadap Pilkada serentak ini.

Antara Kebenaran dan Dosa
Pilkada ini memperhadapkan kita pada pilihan-pilihan yang seringkali sulit. Pilihan apa pun yang akan kita ambil memiliki konsekuensi yang tidak kecil bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa dan negara. Meskipun demikian, kita harus tetap menentukan sikap yang tepat agar proses demokrasi bangsa kita semakin kokoh. Partisipasi dan pilihan Saudara sangat menentukan gerak langkah demokrasi kita kini dan mendatang.
Dalam konteks ini, kami mengajak saudara menyimak Firman Tuhan yang mengatakan: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa” (Amsal 14:34).
Firman Tuhan ini, mengajak kita untuk dengan tegas menolak kuasa dosa yang hendak menodai bangsa kita. Dosa bisa berwujud ketidakjujuran, diskriminasi, nafsu pada kekuasaan, manipulasi suara, politik uang, pola-pola kampanye yang menggunakan isu SARA yang berpotensi memecah-belah persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia. Dalam iman dan kesetiaan kita pada Yesus Kristus, kita harus menolak dosa itu dengan tegas!
Kita semua diajak untuk mengutamakan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kesetaraan, yang didasari spirit gotong-royong sehingga menciptakan perdamaian dan kegembiraan, saat Pilkada, maupun setelah Pilkada berlangsung. Hanya dengan demikian kita bisa mewujudkan kehormatan dan kebanggaan kita sebagai bangsa yang bermartabat.
Bertolak dari pemahaman tersebut, maka PGI menyerukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kepada Gereja-Gereja:
  • Gereja tidak boleh terjebak dalam ‘dosa’ menghalalkan segala cara demi nafsu kekuasaan, termasuk terjebak dalam pendekatan sektarian, atas nama agama, suku dan ras, yang bisa memecah-belah kita sebagai bangsa.
  • Hindari penggunaan gedung gereja atau rumah ibadah sebagai ajang kampanye, atau menggunakan mimbar gereja untuk menggalang dukungan bagi para calon.
  • Gereja terpanggil untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan siapa pun dalam mengawasi jalannya Pilkada, pun paska Pilkada. Artinya gereja berkewajiban mengingatkan umat untuk mengawasi kebijakan-kebijakan politik pemimpin yang terpilih agar berjalan sesuai dengan konstitusi demi keadilan, kesejahteraan dan perdamaian bangsa.
  • Tanggung jawab politik gereja adalah dengan melakukan pendidikan politik warga gereja agar mereka mampu menggunakan hak pilih mereka secara rasional dan bertanggungjawab demi kebaikan bersama, serta bersikap kritis dan berani menolak politik uang, sebagai perwujudan iman Kristiani kita dalam berbangsa.
2. Kepada Seluruh Warga Gereja:
  • Dalam Pilkada nanti, pilihlah calon pemimpin yang memiliki: integritas, kejujuran, keberanian dan komitmen melawan segala bentuk korupsi dan manipulasi, komitmen pada konstitusi dan keanekaragaman bangsa, kemauan bekerja keras untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara, serta komitmen untuk menopang pembangunan yang berwawasan lingkungan.
  • Tolaklah calon pemimpin yang memanipulasi isu-isu SARA, diskriminasi berbasis gender dan kampanye gelap yang menyudutkan pasangan calon tertentu.
3. Kepada para Pasangan Calon:
  • Kami mengapresiasi keikutsertaan Saudara dalam kontestasi Pilkada ini. Kami percaya pencalonan Saudara adalah wujud keterpanggilan membangun proses demokrasi dan keadilan bagi bangsa.
  • Kami mengharapkan komitmen Saudara untuk memperjuangkan kepentingan rakyat terutama mereka yang miskin, yang mengalami diskriminasi dan termarjinalkan. Hendaklah Saudara bersikap jujur, menjauhkan diri dari suap maupun dari penggunaan dana-dana Pemerintah (seperti dana bantuan sosial yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan rakyat) untuk kepentingan kampanye.
  • Kualitas kenegarawanan Saudara akan terlihat dalam cara Saudara bertindak dan berkampanye. Oleh karena itu, jangan menghalalkan cara-cara yang melanggar hukum atau memanipulasi isu gender, SARA yang bersifat sektarian dan primordial sempit demi kekuasaan.
  • Saat Pilkada usai, kami berharap Saudara mampu berjiwa besar, terutama saat menerima hasil Pilkada demi menjaga ketertiban, perdamaian dan ketentraman masyarakat.
4. Kepada Partai Politik:
Partai Politik merupakan unsur penting dalam membangun kultur dan struktur demokrasi bangsa kita. Partai politik diharapkan mampu mempersiapkan kader-kader bangsa yang bukan terutama memperjuangkan kepentingan partai politik atau kepentingan primordialistik etnik atau agama. Sebaliknya, Partai Politik berfungsi mempersiapkan kader-kader bangsa yang memiliki integritas, kapasitas, kejujuran dan berkomitmen pada tegaknya konstitusi. Oleh karena itu, Partai Politik mestinya tidak terjebak pada pragamatisme sesaat yang memperjuangkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk politik uang dan politisasi SARA.

5. Kepada Penyelenggara Pilkada:
Kepada penyelenggara Pilkada yakni KPU, Bawaslu/Panwas, kami berdoa dan berharap, semoga Saudara mampu melaksanakan mandat secara profesional dan bertanggung jawab, jujur, adil, transparan dan tidak memihak. Masa depan demokrasi kita bergantung pada integritas dan kejujuran Saudara.

6. Kepada Aparat Keamanan:
Sebagai komponen utama dalam proses demokratisasi Indonesia, kami mendoakan agar aparat keamanan mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tulus, baik dan professional, sehingga Pilkada dapat berjalan dalam suasana yang kondusif, aman dan tenteram bagi seluruh warga dalam menggunakan hak pilihnya.

Semoga Allah, Pencipta dan Pelantan Kehidupan, menaungi upaya baik kita semua sehingga pesta demokrasi Indonesia ini bisa dinikmati dalam kegembiraan. Kiranya hikmat dan kebijaksanaan Kristus Yesus, Tuhan kita, yang melampaui segala pemahaman, dan penyertaan Roh Kudus, memberi kita keteguhan untuk memilih kehidupan!*

*Disalin sesuai dengan Aslinya


Monday, October 31, 2016

Pernyataan Sikap Kelompok Cipayung Yogyakarta (Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2016)



CIPAYUNG YOGYAKARTA

GOTONG ROYONG KEPEMUDAAN


Gotong royong sebagai salah satu falsafah kehidupan sosial di Indonesia merupakan spirit utama dalam setiap penyelenggaraan kehidupan negara. Melunturnya nilai gotong royong akan berdampak pada ketimpangan pengamalan nilai- nilai luhur bangsa. Singkatnya, gotong royong merupakan warisan budaya yang menjadi harga mati untuk dipertahankan dan diperjuangkan dalam usaha menjalin tali kesatuan bangsa.
Tidak dapat dipungkiri, dimasa sekarang, frasa gotong royong kian tergerus perubahan peradaban yang dilatari oleh banyak hal. Untuk itu, aliansi CIPAYUNG (GMNI, PMII, HMI, GMKI, PMKRI) Yogyakarta mencoba memperingati momentum sumpah pemuda dalam dimensi pendidikan, kesatuan bangsa, serta budaya di Indonesia.
Pertama, di bidang pendidikan. Pendidikan hari ini diyakini bukan hanya sebagai transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Pendidikan sebagai media kecerdasan bangsa mengalami sistemisasi yang miskonsep dari tujuan awalnya. Pendidikan belum menjadi alat perjuangan dan pembebasan akan kebodohan manusia serta alat untuk memerdekakan manusia namun pendidikan hari ini cenderung bersifat pragmatis. Malahan sistem pendidikan Indonesia menunjukkan trend negatif dengan adanya peningkatan pengangguran berpredikat sarjana dari 5,34% pada 2015 menjadi 6,22% pada tahun 2016 (BPS 2016).
Kedua, CIPAYUNG Yogyakarta juga mengecam tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Jumlah pengaduan akan dugaan pelanggaran kebebasan beragama mengalami trend buruk dari 74 pengaduan pada tahun 2014 tercatat, meninggkat menjadi 89 pengaduan pada 2015; dan 34 pengaduan per Juni 2016. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pluralitas keagamaan dalam dimensi keberagaman masih rendah. Teologi Kemanusiaan Kautsar Ansari Noer mengatakan bahwa “Jangan coba-coba berani hidup di dunia, jika tidak sanggup bersentuhan dengan perbedaan, sebab perbedaan adalah syarat dunia ini” (Kautsar Ansari Noer, 2001).
Ketiga, dalam menanggapi isu regional, CIPAYUNG Yogyakarta menilik permasalahan lingkungan dan segala bentuk konservasi ekologis sebagai bentuk penggerusan budaya dan tatanan sosial Yogyakarta. Upaya moratorium pembangunan hotel yang dikeluarkan Pemkot Yogyakarta masih merupakan kebijakan setengah hati. Moratorium yang awalnya berakhir pada akhir tahun 2016 masih diperpanjang sampai akhir tahun 2017 melalui Peraturan Wali Kota (Perwalkot) Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016, menggantikan Perwalkot No. 77/2013. Uniknya, perpanjangan masa moratorium ini didasarkan pada okupansi hotel. Hal ini menyiratkan bahwa Pemkot Yogyakarta masih terjebak dalam logika profit sebagai faktor pendorong pembangunan. Padahal, Kota Yogyakarta secara nyata sudah tidak mampu menampung pembangunan hotel lagi. Branding renaissance Yogyakarta yang diusung dalam RPJMD DIY Tahun 2012-2017 dalam penerapannya masih jauh dari visi pembangunan Yogyakarta dengan cita Hamemayu Hayuning Bawono (Mempercantik alam yang sudah cantik).
Berhadapan dengan sekelumit persoalan yang ada, CIPAYUNG Yogyakarta mengajak segenap pemuda dan rakyat Indonesia untuk kembali merefleksikan nilai-nilai luhur kebangsaan sebagai bagian yang pelahan tergerus oleh beragam problema yang ada.
Untuk itu, demi cita-cita mulia para pendahulu yang termaktub dalam Sumpah Pemuda, kami Cipayung Yogyakarta menuntut:
  1. Menolak segala bentuk komersialisasi pendidikan
  2. Menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan pluralitas agama sebagai daya rekat kesatuan
  3. Mengawal Renaissance Yogyakarta
  4. Mendorong pendidikan yang berkebudayaan kritis dan transformatif