Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Friday, November 4, 2016

Pendalaman Alkitab (Kamis, 3 November 2016)



Kasih dalam Kerukunan*


Surat Paulus kepada Jemaat di Roma (Surat Roma) ditulis oleh Paulus sekitar tahun 57. Surat Roma merupakan Surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Sehingga mungkin karena alasan itulah Surat ini diletakkan di depan 13 Surat Paulus yang lain meskipun bukan surat yang ditulis pertama.
Surat Roma ditulis dalam rangka pelayanan rasuli Paulus kepada dunia bukan Yahudi. Surat Roma juga ditulis untuk mempersiapkan jalan bagi pelayanan Paulus di Roma serta pelayanan ke Spanyol.
Surat Roma ditulis Paulus karena Paulus merasa perlu untuk menulis Injil yang telah diberitakannya. Penulisan tersebut untuk menghadapi kabar angin yang diputarbalikkan tentang berita dan ajaran Paulus.
Paulus juga ingin memperbaiki beberapa persoalan yang terjadi di dalam Gereja dan di lingkungan sekitar gereja. Khususnya karena ada perselisihan antar jemaat dan masyarakat.
Melalui surat Roma, Paulus menguraikan kebenaran-kebenaran dasar dari Injil. Dimulai dengan pembahasan hal doktrinal tentang manusia yang berdosa di hadapan Allah, kasih Allah, kemurahan Allah, serta manusia hanya dapat hidup oleh anugerah dan iman. Kemudian di pasal 12-14 Paulus menyatakan bahwa kehidupan yang diubah Kristus mengakibatkan penerapan kebenaran dan kasih pada semua bidang kelakuan (sosial, sipil, dan moral). Atau dengan kata lain, melalui pasal 12-16 Paulus menunjukkan bagaimana menghidupi kehidupan yang telah dilahirbarukan oleh iman di dalam Kristus.
Jika kita mendalami pasal 12 ayat 10-12 dari Surat Roma, kita bisa mendapatkan 3 konsep kasih yang seharusnya kita hidupi di dalam kehidupan. Yakni:
1.  Kasih persaudaraan
Kasih persaudaraan yang dimaksud bukan hanya kasih antara saudara secara genetik atau keluarga kandung. Tetapi secara rohani untuk semua orang.
Kasih persaudaraan juga berarti kasih yang saling melengkapi dan saling memperhatikan. Serta diwujudnyatakan dengan saling memberi hormat lebih daripada menghormati diri sendiri.

2.  Kasih yang berkobar-kobar
Kasih yang berkobar-kobar yang dimaksud adalah kasih yang tidak malas. Karena kasih sejati bukanlah yang dingin, kaku, dan statis. Tapi kasih yang “membakar”.
Kasih yang “membakar” adalah kasih yang disertai dengan semangat mengasihi dan semangat sukacita untuk melayani.

3.  Kasih yang berpengharapan
Kasih yang berpengharapan adalah kasih yang menantikan sukacita pengharapan, sabar dalam kesesakan/tantangan, dan bertekun di dalam doa.
Bertekun di dalam doa menjadi sarana memusatkan perhatian pada apa yang Tuhan kehendaki. Kemudian mewujudnyatakan kasih itu.
Dalam bertekun dalam doa, kita tidak boleh terjebak dengan salah konsep tentang doa sebagai alat melepaskan masalah dan doa yang memaksa Tuhan.


Dengan menghayati 3 konsep kasih tersebut, 3 konsep kasih tersebut bisa kita pahami sebagai inti atau jiwa dari kerukunan dan kerukunan lintas SARA. Berbicara tentang kerukunan lintas SARA, kita harus lebih dahulu melihat diri kita sendiri dan gereja. Apakah diri kita sendiri sudah atau mau mewujudkan kerjasama dan kerukunan dengan semua orang? Apakah gereja masih saling memecah belah, saling berselisih, dan saling menjatuhkan? Atau gereja sudah dan mau mewujudkan kerukunan gereja?
Kemudian dalam konteks kekinian, ada 2 pertanyaan penting yang perlu didalami. Yakni: apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perselisihan antar umat beragama serta bagaimana peran pemuda dan mahasiswa Kristen untuk menciptakan terjadinya kerukunan.
Seringkali yang menjadi permasalahan dalam kerukunan adalah menjadikan agama sebagai batu sandungan. Sehingga timbul pertanyaan mengapa radikalisme sering berkaitan dengan agama.
Sikap egois termasuk sikap merasa agama sendiri paling benar dan adanya pemahaman agama yang kurang benar pun bisa menyebabkan perselisihan antar orang.
Media sebagai saluran informasi dan komunikasi juga cukup banyak mempengaruhi kondisi kerukunan antar masyarakat.
Sebagai warga gereja, pemuda dan mahasiswa Kristen seharusnya bisa bersatu dulu. Serta menularkan semangat dan praktek bersatu tersebut dalam hidup.
Semangat oikumene yang bertujuan menjadikan bumi atau dunia menjadi rumah bersama yang nyaman seharusnya mampu dihayati maknanya dan dipraktekkan. Contohnya adalah mengaitkan oikumene dengan Pancasila.
Jika kita kembali membaca pasal 12 ayat 9-21 dari surat Roma, Paulus mengajak kita untuk menghidupi dan merefleksikan kasih di tengah berbagai tantangan perdamaian.
Saling tegur sapa dan bersosialisasi dengan siapapun bisa menjadi praktek menghadirkan kasih. Apalagi di era digital saat ini, banyak dari kita yang lebih berfokus pada diri sendiri.
Setiap kita juga bisa meneladani Paulus yang memberitakan kabar baik dari satu daerah ke daerah lain melalui media dan metode komunikasinya. Kabar baik tersebut mencakup kebenaran dan kasih.
Meskipun menghadapi berbagai macam tantangan dan harus ada pengorbanan; setiap kita ditantang untuk menghidupi kasih yang mengampuni, sabar, tidak mudah terpancing dan terpengaruh, serta mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.
Mari berdamai dengan semua orang!
Mari berdamai dengan semua ciptaan!
Mari menghidupi kasih dalam kerukunan!`



* Tulisan ini merupakan rangkuman hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 3 November 2016. Bertempat di Student Centre, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.
Firman Tuhan dan pengantar diskusi disampaikan oleh Christian Apri Wijaya. 

Thursday, November 3, 2016

Pernyataan Sikap PP GMKI Menyoal Rencana Aksi Tanggal 4 November 2016


  1. Demonstrasi adalah bentuk pernyataan aspirasi yang merupakan hak warga negara dan dijamin oleh konstitusi. Sehingga demonstran bebas menyampaikan pendapat di muka umum dengan tetap menjaga hak-hak orang lain dan tidak terprovokasi.
  2. Persoalan hukum diselesaikan dengan segera tanpa terpengaruh tekanan dari siapapun, baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok yang berkepentingan.
  3. Meminta Presiden sebagai Panglima tertinggi untuk segera melakukan inspeksi pasukan, senjata, alutsista, dan amunisi, agar tercipta suasana yang kondusif.
  4. Panglima TNI dan Kapolri harus segera melakukan pemantauan penuh terhadap setiap perwira tinggi dan satuan intelijen di tubuh masing-masing.
  5. Meminta Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan segera memberlakukan status siaga penuh terhadap pusat transaksi keuangan yang terjadi mulai dari 14 hari sebelum tanggal tanggal 14 Oktober 2016 hingga 14 hari setelah 4 November 2016 (baik tunai dan non tunai).
  6. Sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Presiden mempunyai tanggung jawab untuk membeberkan ke masyarakat apabila terjadi keanehan transaksi pada periodik tersebut.
  7. Meminta kepada Presiden untuk memerintahkan Komnas HAM agar segera membuka laporan kerusuhan dan pelanggaran HAM pada kurun waktu 1997- 2002 kepada masyarakat Indonesia agar tidak terulang kembali konflik yang serupa.
  8. Meminta Presiden Joko Widodo untuk menghimbau masyarakat agar tidak terprovokasi akan adanya kerusuhan SARA,Radikalisme, dan Separatis sehingga menimbulkan keresahan sosial.
  9. Meminta Presiden untuk segera melakukan Rapat Kabinet Paripurna pada tanggal 4 November, serta tidak mengizinkan satupun anggota Kabinet untuk tidak hadir mulai dari Wakil Presiden, Menteri hingga kepala badan penyelenggara negara.

Demikian Nawa Sukarsa ini disampaikan PP GMKI untuk dapat dilakukan sebagai wujud niatan baik untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara.***

Tuesday, November 1, 2016

Pesan Pastoral PGI untuk Pilkada Serentak 2017

Pesan Pastoral PGI untuk Pilkada Serentak 2017:

“Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa”

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada 15 Februari 2017 kembali bangsa kita akan melaksanakan hajatan demokrasi yang penting dalam perjalanan bernegara kita, yakni pemilihan kepala daerah, di 101 daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Menyadari tugas panggilan gereja yaitu --bersama semua orang yang berkehendak baik-- ikut serta membangun masyarakat berkeadaban, PGI merasa perlu untuk menerbitkan Pesan Pastoral, terkait Pilkada ini. Kami harap Pesan Pastoral ini bisa menjadi pedoman bagi gereja-gereja di Indonesia dalam menentukan sikap etis terhadap Pilkada serentak ini.

Antara Kebenaran dan Dosa
Pilkada ini memperhadapkan kita pada pilihan-pilihan yang seringkali sulit. Pilihan apa pun yang akan kita ambil memiliki konsekuensi yang tidak kecil bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa dan negara. Meskipun demikian, kita harus tetap menentukan sikap yang tepat agar proses demokrasi bangsa kita semakin kokoh. Partisipasi dan pilihan Saudara sangat menentukan gerak langkah demokrasi kita kini dan mendatang.
Dalam konteks ini, kami mengajak saudara menyimak Firman Tuhan yang mengatakan: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa” (Amsal 14:34).
Firman Tuhan ini, mengajak kita untuk dengan tegas menolak kuasa dosa yang hendak menodai bangsa kita. Dosa bisa berwujud ketidakjujuran, diskriminasi, nafsu pada kekuasaan, manipulasi suara, politik uang, pola-pola kampanye yang menggunakan isu SARA yang berpotensi memecah-belah persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia. Dalam iman dan kesetiaan kita pada Yesus Kristus, kita harus menolak dosa itu dengan tegas!
Kita semua diajak untuk mengutamakan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kesetaraan, yang didasari spirit gotong-royong sehingga menciptakan perdamaian dan kegembiraan, saat Pilkada, maupun setelah Pilkada berlangsung. Hanya dengan demikian kita bisa mewujudkan kehormatan dan kebanggaan kita sebagai bangsa yang bermartabat.
Bertolak dari pemahaman tersebut, maka PGI menyerukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kepada Gereja-Gereja:
  • Gereja tidak boleh terjebak dalam ‘dosa’ menghalalkan segala cara demi nafsu kekuasaan, termasuk terjebak dalam pendekatan sektarian, atas nama agama, suku dan ras, yang bisa memecah-belah kita sebagai bangsa.
  • Hindari penggunaan gedung gereja atau rumah ibadah sebagai ajang kampanye, atau menggunakan mimbar gereja untuk menggalang dukungan bagi para calon.
  • Gereja terpanggil untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan siapa pun dalam mengawasi jalannya Pilkada, pun paska Pilkada. Artinya gereja berkewajiban mengingatkan umat untuk mengawasi kebijakan-kebijakan politik pemimpin yang terpilih agar berjalan sesuai dengan konstitusi demi keadilan, kesejahteraan dan perdamaian bangsa.
  • Tanggung jawab politik gereja adalah dengan melakukan pendidikan politik warga gereja agar mereka mampu menggunakan hak pilih mereka secara rasional dan bertanggungjawab demi kebaikan bersama, serta bersikap kritis dan berani menolak politik uang, sebagai perwujudan iman Kristiani kita dalam berbangsa.
2. Kepada Seluruh Warga Gereja:
  • Dalam Pilkada nanti, pilihlah calon pemimpin yang memiliki: integritas, kejujuran, keberanian dan komitmen melawan segala bentuk korupsi dan manipulasi, komitmen pada konstitusi dan keanekaragaman bangsa, kemauan bekerja keras untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara, serta komitmen untuk menopang pembangunan yang berwawasan lingkungan.
  • Tolaklah calon pemimpin yang memanipulasi isu-isu SARA, diskriminasi berbasis gender dan kampanye gelap yang menyudutkan pasangan calon tertentu.
3. Kepada para Pasangan Calon:
  • Kami mengapresiasi keikutsertaan Saudara dalam kontestasi Pilkada ini. Kami percaya pencalonan Saudara adalah wujud keterpanggilan membangun proses demokrasi dan keadilan bagi bangsa.
  • Kami mengharapkan komitmen Saudara untuk memperjuangkan kepentingan rakyat terutama mereka yang miskin, yang mengalami diskriminasi dan termarjinalkan. Hendaklah Saudara bersikap jujur, menjauhkan diri dari suap maupun dari penggunaan dana-dana Pemerintah (seperti dana bantuan sosial yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan rakyat) untuk kepentingan kampanye.
  • Kualitas kenegarawanan Saudara akan terlihat dalam cara Saudara bertindak dan berkampanye. Oleh karena itu, jangan menghalalkan cara-cara yang melanggar hukum atau memanipulasi isu gender, SARA yang bersifat sektarian dan primordial sempit demi kekuasaan.
  • Saat Pilkada usai, kami berharap Saudara mampu berjiwa besar, terutama saat menerima hasil Pilkada demi menjaga ketertiban, perdamaian dan ketentraman masyarakat.
4. Kepada Partai Politik:
Partai Politik merupakan unsur penting dalam membangun kultur dan struktur demokrasi bangsa kita. Partai politik diharapkan mampu mempersiapkan kader-kader bangsa yang bukan terutama memperjuangkan kepentingan partai politik atau kepentingan primordialistik etnik atau agama. Sebaliknya, Partai Politik berfungsi mempersiapkan kader-kader bangsa yang memiliki integritas, kapasitas, kejujuran dan berkomitmen pada tegaknya konstitusi. Oleh karena itu, Partai Politik mestinya tidak terjebak pada pragamatisme sesaat yang memperjuangkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk politik uang dan politisasi SARA.

5. Kepada Penyelenggara Pilkada:
Kepada penyelenggara Pilkada yakni KPU, Bawaslu/Panwas, kami berdoa dan berharap, semoga Saudara mampu melaksanakan mandat secara profesional dan bertanggung jawab, jujur, adil, transparan dan tidak memihak. Masa depan demokrasi kita bergantung pada integritas dan kejujuran Saudara.

6. Kepada Aparat Keamanan:
Sebagai komponen utama dalam proses demokratisasi Indonesia, kami mendoakan agar aparat keamanan mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tulus, baik dan professional, sehingga Pilkada dapat berjalan dalam suasana yang kondusif, aman dan tenteram bagi seluruh warga dalam menggunakan hak pilihnya.

Semoga Allah, Pencipta dan Pelantan Kehidupan, menaungi upaya baik kita semua sehingga pesta demokrasi Indonesia ini bisa dinikmati dalam kegembiraan. Kiranya hikmat dan kebijaksanaan Kristus Yesus, Tuhan kita, yang melampaui segala pemahaman, dan penyertaan Roh Kudus, memberi kita keteguhan untuk memilih kehidupan!*

*Disalin sesuai dengan Aslinya


Monday, October 31, 2016

Pernyataan Sikap Kelompok Cipayung Yogyakarta (Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2016)



CIPAYUNG YOGYAKARTA

GOTONG ROYONG KEPEMUDAAN


Gotong royong sebagai salah satu falsafah kehidupan sosial di Indonesia merupakan spirit utama dalam setiap penyelenggaraan kehidupan negara. Melunturnya nilai gotong royong akan berdampak pada ketimpangan pengamalan nilai- nilai luhur bangsa. Singkatnya, gotong royong merupakan warisan budaya yang menjadi harga mati untuk dipertahankan dan diperjuangkan dalam usaha menjalin tali kesatuan bangsa.
Tidak dapat dipungkiri, dimasa sekarang, frasa gotong royong kian tergerus perubahan peradaban yang dilatari oleh banyak hal. Untuk itu, aliansi CIPAYUNG (GMNI, PMII, HMI, GMKI, PMKRI) Yogyakarta mencoba memperingati momentum sumpah pemuda dalam dimensi pendidikan, kesatuan bangsa, serta budaya di Indonesia.
Pertama, di bidang pendidikan. Pendidikan hari ini diyakini bukan hanya sebagai transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Pendidikan sebagai media kecerdasan bangsa mengalami sistemisasi yang miskonsep dari tujuan awalnya. Pendidikan belum menjadi alat perjuangan dan pembebasan akan kebodohan manusia serta alat untuk memerdekakan manusia namun pendidikan hari ini cenderung bersifat pragmatis. Malahan sistem pendidikan Indonesia menunjukkan trend negatif dengan adanya peningkatan pengangguran berpredikat sarjana dari 5,34% pada 2015 menjadi 6,22% pada tahun 2016 (BPS 2016).
Kedua, CIPAYUNG Yogyakarta juga mengecam tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Jumlah pengaduan akan dugaan pelanggaran kebebasan beragama mengalami trend buruk dari 74 pengaduan pada tahun 2014 tercatat, meninggkat menjadi 89 pengaduan pada 2015; dan 34 pengaduan per Juni 2016. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pluralitas keagamaan dalam dimensi keberagaman masih rendah. Teologi Kemanusiaan Kautsar Ansari Noer mengatakan bahwa “Jangan coba-coba berani hidup di dunia, jika tidak sanggup bersentuhan dengan perbedaan, sebab perbedaan adalah syarat dunia ini” (Kautsar Ansari Noer, 2001).
Ketiga, dalam menanggapi isu regional, CIPAYUNG Yogyakarta menilik permasalahan lingkungan dan segala bentuk konservasi ekologis sebagai bentuk penggerusan budaya dan tatanan sosial Yogyakarta. Upaya moratorium pembangunan hotel yang dikeluarkan Pemkot Yogyakarta masih merupakan kebijakan setengah hati. Moratorium yang awalnya berakhir pada akhir tahun 2016 masih diperpanjang sampai akhir tahun 2017 melalui Peraturan Wali Kota (Perwalkot) Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016, menggantikan Perwalkot No. 77/2013. Uniknya, perpanjangan masa moratorium ini didasarkan pada okupansi hotel. Hal ini menyiratkan bahwa Pemkot Yogyakarta masih terjebak dalam logika profit sebagai faktor pendorong pembangunan. Padahal, Kota Yogyakarta secara nyata sudah tidak mampu menampung pembangunan hotel lagi. Branding renaissance Yogyakarta yang diusung dalam RPJMD DIY Tahun 2012-2017 dalam penerapannya masih jauh dari visi pembangunan Yogyakarta dengan cita Hamemayu Hayuning Bawono (Mempercantik alam yang sudah cantik).
Berhadapan dengan sekelumit persoalan yang ada, CIPAYUNG Yogyakarta mengajak segenap pemuda dan rakyat Indonesia untuk kembali merefleksikan nilai-nilai luhur kebangsaan sebagai bagian yang pelahan tergerus oleh beragam problema yang ada.
Untuk itu, demi cita-cita mulia para pendahulu yang termaktub dalam Sumpah Pemuda, kami Cipayung Yogyakarta menuntut:
  1. Menolak segala bentuk komersialisasi pendidikan
  2. Menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan pluralitas agama sebagai daya rekat kesatuan
  3. Mengawal Renaissance Yogyakarta
  4. Mendorong pendidikan yang berkebudayaan kritis dan transformatif