Untuk
Mengenang Tamar
Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih marak dan
makin meningkat di masyarakat kita. Pelakunya pun bukan hanya orang dewasa.
Tapi juga anak-anak di bawah umur.
Sebagai Firman Tuhan sekaligus teks suci, Alkitab juga
menuliskan kisah-kisah tentang kekerasan terhadap perempuan. Sehingga bisa
disebut sebagai text of terror karena
ada teks yang sangat sadis.
Salah satu teks kisah kekerasan terhadap perempuan
adalah teks kisah Tamar yang diperkosa oleh Amnon. Teks tersebut bisa kita
lihat di kitab 2 Samuel 13:1-39.
Dalam kisah Tamar, ada 4 figur atau tokoh
laki-laki. Yakni: Amnon, Yonadab, Daud, dan Absalom. Tamar dan 4 figur
laki-laki tersebut merupakan bagian dari satu keluarga besar Daud. Tapi
masing-masing punya relasi yang berbeda-beda kondisinya.
Absalom, Amnon, dan Tamar merupakan saudara seayah
yang beda ibu. Tapi Amnon lebih dekat dengan Yonadab, saudara sepupunya, daripada
kepada Absalom. Sebagaimana bisa kita baca bagaimana Yonadab menjadi teman
curhat Amnon dan memberikan saran rencana sandiwara bagi Amnon.
Sebagai ayah, Daud tidak terlalu mengawasi Amnon,
Tamar, dan Absalom. Daud terkesan memanjakan dan hanya mengikuti permintaan
Amnon. Sehingga Amnon bisa bebas memainkan sandiwara berpura-pura sakit dengan
tujuan menjebak dan memperkosa Tamar.
Sedangkan Absalom sebagai saudara Tamar hanya
melindungi Tamar di rumahnya. Bahkan menyuruh Tamar untuk merahasiakan
peristiwa perkosaannya. Atau dengan kata lain Absalom membungkam Tamar sebagai
korban perkosaan.
Jika kita mencermati tempat dan waktu peristiwa
pemerkosaan Tamar terjadi, kita menemukan peristiwa pemerkosaan tersebut
terjadi di kamar Amnon di dalam istana. Alias di rumah mereka sendiri saat
siang hari. Sehingga menunjukkan tidak ada tempat dan waktu yang benar-benar aman
bagi perempuan.
Sebelum Amnon memperkosa Tamar, kita mendapati
Tamar menolak dan menegur Amnon sebanyak 2 kali. Tapi Amnon tidak mau mendengarkannya
dan memperkosa Tamar. Tamar juga memakai baju kurung panjang yang menyanggah asumsi
tentang pakaian yang menimbulkan perkosaan. Sehingga permasalahannya adalah pikiran
laki-laki yang harus dikontrol dan bukan semata selalu menyalahkan perempuan.
Mungkin menjadi pertanyaan kita selanjutnya adalah
mengapa nama Allah atau Tuhan tidak disebutkan dalam kisah Tamar tersebut. Ada
yang berpendapat bahwa Allah bisa hadir dalam peran-peran orang. Misalnya Tamar
yang mengingatkan dan menasehati Amnon.
Sebagian besar dari kita mungkin berpendapat bahwa
masalah antara Amnon, Tamar, dan Absalom selesai dengan terbunuhnya Amnon oleh Absalom.
Serta diampuninya Absalom oleh Daud.
Ya, tidak banyak dari kita yang mempertanyakan
bagaimana kondisi Tamar. Khususnya setelah Tamar diperkosa, berdiam diri di
rumah Absalom, setelah Absalom membunuh Amnon, dan setelah Absalom diampuni
oleh Daud.
Tamar sebagai korban perkosaan Amnon dibungkam
suaranya. Setelah 2 tahun, peristiwa Tamar dijadikan alasan untuk Absalom
membunuh Amnon saat terjadi perebutan tahta kerajaan. Bahkan Daud sebagai ayah
mereka cuma marah dan berdiam diri tanpa tindakan tegas yang jelas.
Kisah Tamar kiranya menjadi refleksi bagi kita
tentang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang marak terjadi. Menurut
data Rifka Annisa, kekerasan seksual dan
kekerasan lainnya lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat. Bahkan terbanyak
dilakukan oleh partner-nya sendiri.
Lalu, dalam menghadapi kekerasan, apa yang sudah dilakukan
oleh Gereja dan masyarakat?
Gereja seharusnya memberikan
pembinaan/pendampingan pastoral (katekisasi) pra-nikah minimal 3 bulan. Dimana
materi pembinaan atau pendampingannya juga mencakup tentang gender, pendidikan
seksual, cara merawat anak, dan kekerasan.
Jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, Gereja seharusnya
bukan hanya melakukan siasat atau disiplin gerejawi saja. Tapi juga harus
melakukan pendampingan. Bahkan seharusnya Gereja juga mengadakan pendampingan
pasca nikah juga.
Janganlah Gereja terlalu sibuk mengurusi liturgi
dan internalnya saja. Tapi Gereja harus peduli dengan masalah-masalah sosial
juga.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita pun bisa
berbuat banyak dalam isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kita perlu
menyuarakan suara-suara korban yang terbungkam dan terbatas. Kita bisa
mengadakan seminar atau diskusi tentang kekerasan dalam pacaran (KDP) dan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kita pun bisa melakukan advokasi serta
pendampingan terhadap korban dan pelaku kekerasan. Tentunya kita bisa bekerjasama
dengan berbagai pihak yang concern terhadap
isu tersebut, menyediakan ruang khusus konseling atau konsultasi, membuat Women Crisis Centre, serta melatih
konselor dan aktivis advokasi.
Mari lakukan untuk mengenang Tamar!