Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Wednesday, November 7, 2018

Kembalinya Komisariat di GMKI Cabang Yogyakarta


Kembalinya Komisariat di GMKI Cabang Yogyakarta

oleh
Daniel Willy Yokom, S.E.
(Sekretaris Cabang BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 2018-2020)

Pasang surut kehidupan organisasi Komisariat GMKI Cabang Yogyakarta menjadi tantangan bagi pemangku roda organisasi di tingkat cabang. GMKI Cabang Yogyakarta sebagai salah satu cabang tertua dan terbesar, dari beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa telah banyak komisariat-komisariat yang ada pada saat itu. Hingga tahun 1978 terdapat 28 Komisariat yang tersebar di berbagai Perguruan Tinggi di Yogyakarta, mulai dari tingkat universitas hingga fakultas, menjadikan GMKI Cabang Yogyakarta begitu diperhitungkan karena banyak kader-kader dengan segala potensi yang ada turut aktif dalam perkembangan organisasi.
Seiring berjalannya waktu, komisariat mengalami penurunan dan bahkan tidak aktif lagi, menyebabkan perlu diadakannya kembali komisariat yang dulu pernah bersinar. Ini tidak lepas dari adanya Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pada tahun 1978 membuat kampus menjadi kawasan bebas dari aktivitas politik. Kebijakan ini pun disertai dengan pembubaran organisasi mahasiswa (senat dan dewan mahasiswa) di kampus dengan adanya Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang dibentuk tahun 1979 setelah NKK diberlakukan.
Dengan tidak adanya aktivitas di tingkat komisariat serta adanya tuntutan kebutuhan organisasi, maka pada kepengurusan BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 1992-1994 komisariat mulai dihidupkan kembali dengan menggunakan strategi wilayah perguruan tinggi. Ini dibuktikan dengan adanya Rekomendasi Konperensi Cabang GMKI Yogyakarta Tahun 1994, dimana BPC GMKI Yogyakarta dimandatkan untuk merumuskan dan mempersiapkan rancangan Statuta Cabang yang kemudian di tetapkan dalam Sidang Pleno I BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 1994-1996. Kemudian pada kepengurusan BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 1996-1998, komisariat telah berjumlah 6 komisariat, yaitu Komisariat Yohanes, Elia, Daud, Salomo, dan Ayub.
Beberapa tahun komisariat hadir dan berkembang hingga pada kepengurusan BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 2009-2011, dengan segala permasalahan yang dihadapi saat itu maka Komisariat untuk sementara divakumkan. Kemudian pada kepengurusan selanjutnya ada rencana dan kebutuhan untuk dihidupkan kembali komisariat di GMKI Cabang Yogyakarta. Namun, rencana itu belum dapat dilaksanakan dengan segala kendala yang ada. Hal ini juga sudah menjadi rekomendasi dalam beberapa Konperensi Cabang untuk dibentuknya kembali Komisariat-Komisariat GMKI Cabang Yogyakarta.
Setelah beberapa tahun vakum, BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 2018-2020 dalam melaksanakan amanat/rekomendasi Konperensi Cabang (Konpercab) XXXIV GMKI Yogyakarta Tahun 2018 telah melakukan kajian untuk dibentuknya komisariat. Dalam Sidang Pleno I (SP 1) dan beberapa pertemuan Rapat Pengurus Lengkap (RPL) telah menghasilkan keputusan untuk membentuk komisariat berdasarkan kedekatan tempat studi (wilayah), sehingga dibentuk beberapa wilayah yang terdapat beberapa universitas. Untuk tahap awal dibentuk satu komisariat, dimana harapannya akan dilanjutkan dengan hadirnya beberapa komisariat lainnya.
Hal ini dilakukan sesuai dengan Statuta Cabang GMKI Yogyakarta pasal 10 tentang Pembentukan Komisariat, dimana komisariat dibentuk di setiap Universitas/Institut/Sekolah Tinggi/Akademi/LPK/Fakultas di Yogyakarta dan/atau berdasarkan kedekatan tempat studi, yang menggunakan nama-nama tokoh dalam Alkitab yang patut diteladani dalam perjalanan kehidupan komisariat. Oleh karena itu, BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 2018-2020 menggunakan nama “Salomo” untuk digunakan pada komisariat yang akan dibentuk.
Dalam mengikuti proses dan mekanisme yang ada, maka pada tanggal 4 November 2018 telah resmi dibentuk Komisariat Salomo GMKI Cabang Yogyakarta dengan dikeluarkannya Surat Keputusan BPC GMKI Yogyakarta Masa Bakti 2018-2020 Nomor: 340008/SC/INT/K/YKT/XI/2018 tentang Pembentukan Komisariat Salomo GMKI Cabang Yogyakarta. Dimana komisariat ini dibentuk berdasarkan kedekatan tempat studi (wilayah) yang terdiri dari Universitas Janabadra, STIKES Wira Husada, dan Universitas Widya Mataram.
Dengan terbentuknya komisariat yang definitif ini, maka melalui Tim Pembina dan Badan Pengurus “care taker” Komisariat Salomo GMKI Cabang Yogyakarta, akan melaksanakan Musyawarah Komisariat (Muskom) pada tanggal 10 November 2018 di Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.



Referensi:
1.      Statuta Cabang GMKI Yogyakarta

Monday, October 8, 2018

SERUAN AKSI ALIANSI MAHASISWA PEDULI KEBHINEKAAN

SERUAN AKSI ALIANSI MAHASISWA PEDULI KEBHINEKAAN


Salam Mahasiswa,
Hidup Mahasiswa!

Pada hari Kamis 27 September 2018 pukul 10.00 – 12.00 WIB, Pemerintah Kota Jambi melakukan penyegelan terhadap 3 gereja yang berlokaasi di Jalan Lingkar Barat III Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi. Adapun Gereja yang disegel yaitu Gereja Methodist Indonesia Kanaan Jambi, Gereja Sidang Jemaat Allah Simpang Rimbo, dan Huria Kristen Simpang Rimbo. Gereja tersebut disegel berdasarkan hasil rapat KESBANGPOL Kota Jambi, FKUB, Kepolisian, Lembaga Adat Melayu Jambi, MUI, TNI, dan warga sekitar Gereja, maka dilakukan penyegelan oleh Pemerinntah Kota Jambi dalam hal ini Satpol PP di backup aparat Kepolisian dan TNI. Adapunlatar belakang penyegelan Gereja yaitu tentang IMB (izin Mendirikan Bangunan) yang belum dimiliki Gereja dan tuntutan warga RT 07 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo dengan estimasi masa kurang lebih 1000 orang.

Sebelum dilaksanakannya penyegelan , informasi ataupun surat pemberitahuan tidak disampaikan oleh Pemerintah Kota Jambi keada pihak Gereja. Dan pada saat dilaksanakanya penyegelan, surat keputusan tidak diberikan atau tidak dapat ditunjukan oleh Pemerintah Kota Jambi, yang menyebabkan kebingungan dan menuai penolakan dari pihak Gereja. Bahkan sampai sekarang hanya upaya relokasi untuk peribadatan umat  Kristen yang bersifat sementara.

Melihat fenomena di atas, maka kami mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Kebhinekaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengajak elemen mahasiswa dan masyarakat untuk ikut andil dalam menjaga keragaman budaya dan agama dengan toleransi dan kesadaran pluralisme demi keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara. Dengan dan alasan tersebut kami aliansi organisasi mahasiswa Yogyakarta menyerukan aksi damai dengan pengambilan sikap sebagai berikut :

1. Mengecam tindakan pemerintah Kota Jambi yang melakukan penyegelan terhadap 3 gereja yang telah melanggar amanah konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2 tentang kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Mengecam Pemerintah Kota Jambi yang tidak menjalankan amanah SKB 2 Menteri yaitu SKB Menteri Agama nomor 9 tahun 2006 dan SKB Mendagri nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam hal kerukunan umat dan rumah ibadah tentang membantu memfasilitasi penertiban IMB untuk rumah ibadah.
3. Menuntut pemerintah untuk merevisi SKB 2 Menteri tentang perizinan pembangunan tempat peribadatan yang dinilai merugikan masyarakat atau golongan minoritas.
4. Mengajak seluruh umat beragama untuk selalu meningkatkan kesadaran toleransi dan pluralisme demi kedamaian dan kesejahteraan bangsa dan negara.
5. Mengajak elemen mahasiswa dan stakeholder hadir untuk melawan sikap intoleran yang menggunakan suara mayoritas untuk menindas minoritas.

Demikian sikap kami untuk solidaritas seluruh umat beragama di Indonesia serta organisasi Mahasiswa dan mengimbau seluruh masyarakat bersama-sama bahu-membahu mendesak pemerintah untuk menjamin dan melindungi hak setiap warga negara sesuai dengan amanah konstitusi.

Hormat Kami,
Aliansi Mahasiswa Peduli Kebhinekaan

Saturday, September 15, 2018

Presiden Jokowi Membuka Kongres Nasional GMKI Dalam Terang Tema GMKI : Pergunakanlah Waktu Dan Tetap Berpengharapan




Presiden RI Jokowi bersama Firman Jaya Daeli (Pembicara/Panelis Kongres GMKI) saat Presiden RI Jokowi Membuka Kongres Nasional GMKI Ke-XXXVI (Ke-36), Jumat, 14 September 2018, di Bogor, Jabar.


Presiden RI Jokowi menyampaikan Pidato Sambutan Pembukaan Kongres Nasional sekaligus Membuka Kongres Nasional, dengan Tuan Rumah Penyelenggara GMKI Cabang Jakarta. Presiden RI Jokowi menyampaikan beberapa pemikiran strategis dan visioner mengenai "Persatuan dan Kerukunan Aset Terbesar Bangsa Hadapi Perubahan".


Presiden RI Jokowi kembali mengingatkan bahwa persatuan dan kerukunan seluruh elemen bangsa merupakan aset terpenting yang dimiliki bangsa Indonesia. Seluruh anak bangsa diharapkan dapat menjaga dan merawat kerukunan di tengah perbedaan yang ada. Indonesia dengan 263 juta penduduk yang tersebar di 17 ribu pulau menjadikannya sebagai sebuah negara besar. Dengan bahasa daerah lebih dari 1.100, tidak ada negara yang perbedaan dan keragamannya seperti negara Indonesia.


Semangat kerukunan dan persaudaraan tanpa disadari sebenarnya sangat terasa dalam perhelatan Asian Games 2018 beberapa waktu lalu. Sebagian besar rakyat Indonesia kompak memberikan dukungan bagi para atlet Indonesia ketika bertanding.


Presiden juga menyebutkan bahwa lompatan kemajuan dan adaptasi perubahan global tersebut hanya dapat diwujudkan bila seluruh elemen bangsa bersatu dan bahu membahu demi kepentingan besar bangsa Indonesia. Presiden mengajak seluruh pihak untuk menjaga kerukunan dan persatuan sekaligus bersiap terhadap tantangan zaman. Presiden mengajak untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan-perubahan itu.


Pengurus Pusat GMKI bersama Panitia Pelaksana mengundang KH. Ma'ruf Amin, Sandiaga Uno, dan Ketua DPD-RI Oesman Sapta Odang yang datang hadir sebelum dan setelah Pembukaan Kongres Nasional. Para Narasumber diundang untuk memberikan pokok-pokok pikiran di sekitar perekonomian dan kebangsaan di dalam Kongres Nasional. Peserta dan peninjau beserta tamu undangan kainnya dihadiri ribuan peserta dan peninjau dari seluruh wilayah dan cabang Indonesia.


Sehari sebelum Presiden RI Jokowi Membuka Kongres Nasional, Firman Jaya Daeli (mantan Komisi Politik Dan Hukum DPR-RI) dan sejumlah Pembicara (Panelis) diundang juga untuk menyampaikan pemikiran sebagai Pembicara (Panelis) di dalam Kongres Nasional GMKI, di Bogor, Kamis, 13 September 2018. Materi pokok pemikiran dan pembahasan dalam Panel Studi Meeting Kongres Nasional adalah "Pergunakanlah Waktu Dan Tetaplah Berpengharapan". Materi pokok ini merupakan Tema Sentral GMKI yang menjadi pengkajian dan pembahasan peserta dan peninjau Kongres Nasional. Tema sentral ini akan menjadi dan selanjutnya merupakan Tema Dasar dan Panduan Pergerakan dan Pelayanan untuk beberapa tahun ke depan. Firman Jaya Daeli diundang untuk menyampaikan pemikiran mengenai Tema dan Sub Tema dari perspektif Politik Dan Hukum.


Dalam acara Pembukaan Kongres Nasional, Jumat, 14 September 2018, terlebih dahulu Ketua Panitia Pelaksana Kongres Dr. A.A. Yewanggoe (Badan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP) menyampaikan Sambutan Laporan. Selanjutnya Ketua Umum PP GMKI Sahat Sinurat, ST, MT menyampaikan Kata Sambutan. Kemudian acara Pembukaan Kongres dimaknai dan diakhiri dengan acara puncak yaitu Penyampaian Kata Sambutan oleh Presiden RI Jokowi sekaligus Membuka secara resmi penyelenggaraan Kongres Nasional. GMKI adalah sebuah Ormas Kemahasiswaan Tingkat Nasional yang berdiri tahun 1950, di mana cikal bakal GMKI sudah ada sejak tahun 1932 yang didirikan di Kaliurang, Yogyakarta.

Friday, July 27, 2018

KORUPSI DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGIS

KORUPSI DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGIS

Oleh : Mutiara Tourasvi Gultom, S.Psi*

Defenisi Korupsi
´  “ Penyalahgunaan Jabatan, identik dengan pencurian, tidak berjalan  sesuai dengan aturan yang sesungguhnya, dan penggunaan uang  negara secara sengaja untuk kepentingan pribadi maupun  kelompok”(Nadiatus Salama,2014)
´  Huntington (1968) Korupsi sebagai “ behavior of public officials which  deviates from accepted norms in order to serve private ends”. Korupsi  merupakan perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang diterima  dan di anut masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan  pribadi yang dilakukan oleh para pegawai publik
´  Korupsi merupakan tindakan yang merusak secara keseluruhan  kepercayaan masyarakat kepada pelaku korupsi, yang bahkan juga bias  menghancurkan seluruh sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara  (Wignjosubroto, 2004)
´  Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan  oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar  (Masduki, 2010)
´  Korupsi sebagai suatu tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat  dengan cara memperoleh keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan  kepentingan umum (Acham, dalam Brunner (ed),1981)

Mazhab Psikologi
´  Dua mazhab besar yang sangat populer dikalangan ilmu psikologi adalah  psikoanalisa dan behavioris di mana kedua mazhab atau aliran psikologi ini  memiliki cara pandang yang berbeda mengenai mengapa seseorang  dapat berperilaku tertentu.
´  Menurut pandangan ilmu psikologi setiap perilaku manusia tentunya  dilandasi oleh motif atau sebab-sebab tertentu yang melandasi mengapa  seseorang menimbulkan perilaku tersebut, baik perilaku yang sifatnya  positif maupun negatif.

Menurut Pandangan Psikoanalisa
secara psikologis untuk menjelakan mengapa seseorang bisa melakukan  perbuatan korupsi dapat dijelaskan dengan pandangan psikoanalisa yang  dikemukakan oleh Sigmund Freud, aliran ini berpendapat bahwa perilaku  korupsi yang dilakukan oleh seseorang berkaitan erat dengan masa  lalunya atau masa kecilnya di mana hal inilah yang membentuk trait atau  kepribadian seseorang sehingga memberikan pengaruh dalam ia  berperilaku pada saat dewasa.

5 Tahapan Perkembangan Pada Masa Kecil menurut Psikoanalisa
  1. Tahap Oral, usia 0 - 3 tahun, pada tahapan perkembangan ini pusat kenikmatan  seorang anak terletak pada bagian mulutnya, sehingga tak jarang kita menyaksikan  anak- anak pada masa in isering memasukan apapun kedalam mulutnya dan suka  mengisap jempolnya, apabila tahapan ini tidak terlewatkan dengan baik maka  akan berpotensi menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan  permasalahan oral atau kejahatan berbicara ketika dewasa kelak.
  2. Tahapan Anal, adalah tahapan dimana kebanyakan anak melaluinya  dengan pelatihan mengunakan kamar mandi atau toilet training, pada  masa ini anak-anak akan membentuk atau melatih rasa percaya kepada  lingkungan sekitarnya, dan jika pada tahapan perkembangan ini anak  gagal melaluinya dnegan baik maka anak akan cenderung mengalami  permasalahan dengan kepercayaan.
  3. Tahapan Phallis, usia 8 – 10 tahun. Pada tahapan perkembangan ini pusat  kenikmatan anak terletak pada alat kelaminya, dan hubungan kedekatan  dengan orang tua. Salah satu dampak terhambatannya atau terjadi masalah  pada masa tahapan ini akan menimbulkan permasalahan prilaku seksual.
  4. Tahapan Laten, pada tahapan ini pusat kenikmatan atau kesenagan anak  terletak pada teman sebaya, kebanyakan anak pada masa ini sudah  memasuki usia sekolah sehingga pada masa ini interaksi anak dengan  lingkungan mualai terbentuk lebih luas. Permasalahan perkembangan pada  masa ini memungkinan anak memiliki penyimpanag sosial dalam berinteraksi  dan berprilaku negatif terhadap respon lingkungan.
  5. Tahapan genital, ini merupakan tahapan akir dari perkembangan seorang  anak, pada masa ini anak memasuki usia dewasa dan pusat kenikmatan atau  kesenagan seorang anak terletak di luar dirinya dan di luar lingkungan  keluarga, bisa saja kesenagan itu berada pada lawan jenis maupun  lingkungan sekitar. Permasalahan pada masa ini akan mempengaruhi  interaksi sosial anak baik dalam hal pribadi, serta sosialnya.
Mengapa pada masa dewasanya seseorang melakukan tindakan korupsi?
Secara psikoanalisa dapat dijelaskan, karena ia memiliki permasalahan  perkembangan pada tahapan-tahapan perkembangan psikososial yang  telah dikemukan di atas, untuk melihat tahapan mana yang lebih dominan  membentuk perilaku korupsi atau negatif pada dirinya perlu dilakukan  telaah yang lebih mendalam lagi pada mereka yang melakukan tindakan  korupsi.

Menurut Pandangan Behavioris
´  Aliran ini merupakan suatu aliran dalam ilmu psikologi yang telah  melakukan banyak percobaan ilmiah mengenai terbentunya perilaku  pada seseorang. Dan menurut pandangan behavioris yang menjadi  penyebab utama seseorang melakukan perilaku korupsi ialah disebabkan  oleh lingkungan yang memberikan dorongan pada mereka sehingga  seseorang bisa melakukan tindakan kurupsi.
´  Dalam hal ini lingkungan lah yang berperan sangat aktif untuk  memunculkan perilaku korupsi tersebut. Baik yang sifatnya pemakluman  atas tindakan korupsi, hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi  pelaku korupsi, dan juga adanya kesempatan yang tersedia untuk  melakukan tindakan korupsi tersebut.

Pendekatan Secara Biologis
´  Pendekatan biologis menitikberatkan pada perilaku sosial manusia berasal dari  sebab-sebab biologis. "ecara umum teori ini mengasumsikan bahwa segala  perilaku sosial manusia sangat erat berhubungan dengan penyebab-  penyebab yang tidak dipelajari atau bersumber dari genetis. Konrad Lorenz, seorang ethologist yang mempelajari fenomena sosial hewan. Dia beranggapan bahwa perilaku  agresimerupakan manifestasi dari insting (instinct),
´  Dorongan agresif bawaan sejak lahir yang menjadi kebutuhan untuk melawan demi menjaga diri. William McDougall (dalam Feldman, 1985:10) juga telah mendasarkan konsep genetik dalam mempelajari perilaku  sosial. Dia meyakini bahwa banyak sekali perilaku manusia yang dapat  dijelaskan oleh insting, yakni perilaku langsung yang tujuannya tidak dipelajari  terlebih dahulu
´  Pada tahap berikutnyapendekatan genetis menjelma menjadi pendekatan sosiobiologis dengan tokohnya Edmund Wilson (Bucaille, 1992;57)  Sosiobiologi beranggapan bahwa melalui proses seleksi alam, perilaku sosial terus  berkembang yang membuat spesies manusia terus bertahan hidup(survival)
´  Perilaku adaptif, misalnya, tumbuh dan berkembang untuk kelangsungan gen-gen. Perilaku yang dipertahankan atau dikembangkan manusia dalam evolusi adalah yang dapat meneruskan gengen, bukan survival indi  vidual.(Sarlito W.S 2002;65 ) Misalnya, anak yang terjebak kebakaran, maka ayah  dengan sekuat tenaga akan menolong anak
´  Berdasarakan pendekatan biologis, memang pada dasarnya manusia merupakan  mahluk yangtidak ada puasnya dengan masalah yang menyangkut masalah kebut  uhan biologis dan itumerupakan suatu sifat yang melekat pada diri manusia atau  sifat bawaan yang ada sejak lahir dengan berbagai karakterisrik, namun manusia mempunyai pilihan untuk mene  ntukan perilakunya karna perbedaan perilaku ini yang membedakan karakteristik ses  eorang antara satudengan yang lain

Manusia Lahir dengan berbagai karakteristik yang membedakan satu dengan yang lainnya,  yaitu:
v  Naluri (Karakteristik Bawaan)
           Manusia memiliki naluri untuk selalu memenuhi kebutuhan dan tidak pernah puas dengan apa             yang sudah dimiliki
v  Faktor Genetika (Karakteristik fisik yang berkembang sejak lahir)
Secara biologis, perbedaan genetika menimbulkan perbedaan perilaku
v  Pertumbuhan Fisik sementara
Pengaruh produksi hormonal atau perangsang otak yang dipengaruhi lingkungan dan kebutuhan biologisnya

karakteristik diatas bisa menjadi faktor utama sehingga mereka  melakukan perbuatan korupsi, perbuatan korupsi yang mereka lakukan ini  mungkin suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang tersebut  sehingga melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi kebutuhan biologisnya

Pendekatan Belajar
Teori belajar menjelaskan fenomena perilaku sosial melalui peran-peran  atau aturan-aturansituasional dan lingkungan sebagai penyebab  tingkah laku.

3 Mekanisme dalam belajar, yaitu :
v  Asosiasi, atau yang lebih dikenal dengan classical conditioning
v  Reinforcement; orang belajar menampilkan perilaku karena disertai  sesuatu yang menyenangkan, (demikian juga sebaliknya)
v  Imitasi; sering kali seseorang mempelajari sikap dan perilaku dengan  mengimitasi sikap dan perilaku orang yang menjadi model.

Pendekatan Insentif
Berdasarkan pandangan teori insentif, para koruptor melakukan tindakan yang  sepertiitu berdasarkan pada keuntungan dan kerugian yang akan diterima setelah  mereka melakukan tindakan tersebut usai. Pada kasus ini para koruptor mempunyai  beberapa pilihan yakni mereka dapat melarikan diri atau menyerah pada KPK Jika  mereka menyerah maka akan ditangkap dan dipenjarakan (insentif negatif). Dengan melarikan diri maka merekan akan bersenang-senang dengan hasil uang korupsi yang mereka dapat (insentif positif)

Teori Kognitif
Kurt Lewin dengan teori lapangannya beranggapan bahwa perilaku (behavior)adalah fungsi dari keadaan diri pribadi (personality) dan lingkungan(environment)(Sarwono,2002:81)
Secara kognitif, orang cenderung mengelompokkan obyek atas dasar prinsip  kesamaan,kedekatan, dan pengalaman yang cenderung menginterpretasi  aspek yang tak jelas pada diri orang. Interpretasi ini merupakan implikasi dari  caranya mengamati orang lain dan situasi sosial
Teori Kognitif menekankan pada 2 hal yaitu :
´  Memusatkan perhatian pada interpretasi (organisasi perseptual)mengenai  keadaan saat ini bukan masa lalu. (bagaimana korupsi itu dilakukan  karena kebutuhannya sekarang untuk memperkaya dirinya tanpa melihat  keadaan masa lalunya. Sehingga bisa jadi dulu yang dia adalah orang  yang baik namun karena dalam kesempatan yang dia dapatkan dia  dapat melakukan korupsi karena posisi dia saat ini yang menguntungkan
´  Sebab-sebab perilaku terletak pada persepsi (interpretasi) individu  terhadap situasi, bukan pada realitas situasinya sendiri. (Bagaimana  seorang yang korupsi menginterpretasikan situasi(waktu itu) merupakan hal  yang penting, dari pada bagaimana sebenarnya situasi itu. Sehingga  waktu yang dipikirkan itu tidak akan pernah dilewatkan untuk melakukan  korupsi.

“Budaya Korupsi “(Normalisasi Korupsi)
´  Korupsi merupakan suatu tindak yang sering sekali dianggap suatu  tindakan yang sudah membudaya. Pandangan seperti ini membut korupsi  menjadi tindakan yang dianggap normal atau biasa.
´  Perilaku korupsi merupakan perilaku individu yang terkait dengan orang lain.  Dalam hal ini adalah organisasi tempat individu tersebut melakukan korupsi.  Perilaku korupsi dapat dipandang sebagai patologi sosial, yaitu suatu tindakan  individu atau sekelompok orang yang menyimpang dari norma sosial. Korupsi  dalam masyarakat sosial dipandang sebagai suatu yang bertentangan  dengan norma dan nilai-nilai sosial.

Disonansi Kognitif
´  Ketidaksesuaian antara sikap perilaku dapat memunculkan gejala disonansi kognitif, suatu  perasaan tidak nyaman ketika sikap dan perilaku tidak sinkron atau dengan kata lain individu  tersebut mengalami konflik batin (Walgito, 1999). Seorang koruptor ketika pertama kali  melakukan tindakan ini tentunya akan mengalami gejala ini.
´  Disonansi kognitif merupakan suatu keadaan yang memunculkan ketidaknyamanan, kalau  keadaan ini terus berlarut-larut, akan menyebabkan gejala-gejala klinis seperti stress hingga  depresi
´  Paling tidak ada dua cara yang dilakukan individu untuk menghilangkan perasaan tidak  nyaman yang disebabkan oleh disonansi kognitif yaitu merubah sikapnya agar sesuai dengan  perilaku atau sebaliknya merubah perilakunya agar sesuai dengan sikap yang dimiliki.
´  Sayangnya yang sering terjadi pada kebanyakan pelaku korupsi adalah cara yang pertama  yaitu mengubah sikap agar sesuai dengan perilaku korupsi bukan malah sebaliknya

Rasionalisasi
´  Salah satu tindakan yang dilakukan pelaku korupsi ketika merubah sikapnya agar  sesuai dengan tindakan korupsi adalah melalui proses rasionalisasi
´  Rasionalisasi sendiri merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri  manusia ketika mengalami tekanan secara psikis dengan cara merasionalisasi  tindakan-tindakannya agar dapat diterima dam menganggap apa yang  dilakukannya adalah tindakan yang benar.
´  Dalam konteks korupsi, rasionalisasi menolak interpretasi negatif dengan  menganggap korupsi yang dilakukan dapat diterima atau dimaklumi. Budiman,  Roan, dan Callan (2013) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk rasionalisasi yang  sering ditemukan antara lain: pertama, menolak tanggung jawab, pelaku korupsi  menganggap bahwa tindakan korupsi dilakukan karena tidak ada pilihan lain

Moral Disengagement
´  Dari proses-proses rasionalisasi ini kemudian berkembang norma-norma yang  seoalah mengabaikan norma yang berlaku di masyarakat luas. Apabila  tindakan ini terus dilakukan individu akan mengalami apa yang disebut  Bandura (1999) sebagai moral disengagement
´  Moral disengagement menjelaskan mengapa individu tertentu dapat  melakukan tindakan-tindakan salah dan tidak manusiawi tanpa merasa  bersalah
´  Rasionalisasi yang dilakukan berulang-ulang akan memunculkan norma  tersendiri yang pada akhirnya merubah sikapnya. Pelaku tindakan korupsi pada  titik ini tidak akan merasa bersalah atas tindakan yang dilakukan

Normalisasi/Divergent Norm
´  Pada level organisasi atau kelompok, individu-individu yang mengalami moral  disengagement saling menguatkan satu sama lain. Dari praktek yang telah  berulang-ulang dan kecenderungan kelompok atau individu di dalamnya untuk  mempertahankan keuntungan dari perilaku ini, kemudian korupsi cenderung  dipelihara.
´  Sehingga tindakan korupsi akan dipandang sebagai suatu tindakan yang dapat  diterima. Pada titik inilah terjadinya proses normalisasi korupsi.
´  Devergent norm yaitu proses berkembangnya norma dalam suatu kelompok yang  jauh dari norma yang diterima oleh masyarakat luas (Nieuwenboer dan Kaptein  (2008)

Proses Normalisasi Korupsi
Disonansi Kognitif (konflik Batin) Rasionalisasi  (menyeimbangkan tindakan dengan sikap) Moral  Disengagement (tidak ada rasa bersalah atas tindakan  yang dilakukan) Divergent Norm (individu dalam  organisasi atau kelompok saling menguatkan atas  tindakan korupsi yang mereka lakukan)

Sumber
Wa Ode Kasrawati;Desember 2012
M. Untung Manara Fakultas Psikologi, Universitas Merdeka Malang
Winda Pransiska Oktapiani Isti; Taskomi.com
Nadiatus Salama; JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 41, NO. 2, DESEMBER 2014: 149 – 164
Anna Mariana; Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015

*Pemateri pada Sekolah Penggerak Anti Korupsi 2018 yang diadakan atas kerjasama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, 27-29 Juli 2018


Melawan Gelombang Korupsi: Refleksi Teologis!


Melawan Gelombang Korupsi: Refleksi Teologis!

Oleh Pdt. DR. Albertus Patty*



1.         Korupsi adalah penyakit personal, sosial dan bahkan penyakit global yang menghancurkan keaadilan, perdamaian serta keutuhan ciptaan. Makna orisinil korupsi adalah penyimpangan atau penghancuran integritas. Oleh karena itu, lawan dari sikap korupsi adalah integritas. Kesalahan kita selama ini terlalu menekankan pada integritas moral personal untuk melawan korupsi. Padahal integritas personal harus juga ditunjang oleh integritas sistem yang dibangun secara integrated, dan integritas masyarakat baik lokal, nasional dan bahkan global. Perlu reformasi holistik personal, sosial dan bahkan global untuk mengurangi korupsi.



2.         Sejak 1990-an, makna korupsi menjadi penyalahgunaan jabatan publik demi meraih keuntungan bagi diri sendiri. Kini, maknanya diperluas menjadi penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan yang dipercayakan kepada seseorang (baik publik maupun swasta), demi meraih keuntungan bagi dirinya sendiri. Apa pun maknanya, orang yang melakukan praktek korupsi adalah mereka yang mengalami disintegritas, keterpecahan hidup. Orang yang fragmented secara personal cenderung segregated secara sosial. Orang ini hanya berpikir untuk kepentingan diri atau kelompoknya saja. Dia menolak berpikir dan bertindak untuk kepentingan semua termasuk kepentingan bangsa. Orang seperti ini meski packagingnya agamis, contentnya setanis. Outwarldly, bukan inwardly. Orang seperti ini lebih dituntun oleh egoisme dan selfishness-nya daripada dituntun oleh nilai-nilai agama seperti keadilan, persaudaraan dan cinta.  Oleh karena itu, meski penampilannya saleh, praktek hidupnya salah. 



3.         Korupsi sebagai pelanggaran moral-etik agama dan nilai universal sering difasilitasi oleh produk hukum dan sistem yang korup. Artinya tidak selalu produk hukum itu bagus, tetapi tidak selalu juga suatu produk hukum yang bagus ditegakkan. Kita butuh sekaligus, suatu produk hukum yang bagus, yang anti korupsi dan komitmen penegakkannya. Korupsi menciptakan dampak yang destruktif: ketidakadilan, intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat. Praktek korupsi merusak upaya mengurangi kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan menjadi biang keladi penghancuran lingkungan hidup.



4.         Ancaman terbesar korupsi adalah ia mewariskan ‘role model’ keburukan bagi politisi/generasi muda. “Bila politisi atau petinggi sebelumnya korup, mengapa kita tidak boleh korup?” Oleh karena itu, betapa pun ada pengakuan bertobat dan betapa pun sudah menjalani hukumannya, seorang koruptor tidak pantas memegang jabatan apa pun karena nilai buruk yang ia wariskan bagi politisi dan generasi muda. Oleh karena itu, yang terutama dalam korupsi bukan krisis uang, tetapi krisis moral-etik, serta krisis teologis. Ada pembusukan moral, yang berdampak pada  pembusukan hukum dan pembusukan sistem! Celakanya, agama-agama, termasuk gereja, sering mengabaikan persoalan korupsi sebagai sebuah pembusukan moral. Hampir jarang kita dengar khotbah anti korupsi, anti penyalahgunaan jabatan. Padahal, dosa pertama manusia yang dilakukan oleh Adam dan Hawa berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan demi memupuk kekuasaan bagi keuntungan diri sendiri.



5.         Korupsi adalah penyakit global. WCC mencatat bahwa di tahun 2013 saja ada 1 trilyun dollar yang menghilang dari perputaran ekonomi global baik oleh karena praktek sogok, penggelapan pajak dan penggelembungan (mark up) harga berbagai proyek pembangunan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, menurut ICW, pada 2017 kerugian negara akibat korupsi 6,5 trilyun rupiah dengan 1298 tersangka, kebanyakan pejabat tinggi lokal dan nasional. Yang lebih mengejutkan, kasus korupsi di Indonesia sudah seperti sel kanker yang menjalar kemana-mana: eksekutif, legislatif dan yudikatif, dari Mahkamah Konstitusi sampai sipir penjara.



6.         Maraknya korupsi tidak hanya membutuhkan respon moral, tetapi juga membutuhkan respon institusional. Artinya pendekatan moral saja tidak akan pernah mampu mengurangi korupsi terutama bila institusi yang dibangun berpusat pada kekuatan seseorang atau sekelompok orang, tanpa transparansi dan tanpa akses pengawasan masyarakat. Seorang yang buruk secara moral akan dipaksa menjadi baik dalam insititusi yang menerapkan sistem yang baik. Sebaliknya, seorang yang baik secara moral berpotensi tergoda ketika ia berada dalam sistem yang korup. Oleh karena itu, masyarakat, yang menjadi korban, atau institusi agama harus menyuarakan suara kenabiannya agar institusi pemerintah dibangun dalam spirit transparansi dan akuntabel, dan agar konsisten dalam penegakan hukum sehingga mampu bersikap tegas terhadap koruptor.



7.         China, meski bersikap tegas dan keras terhadap koruptor, tidak bisa dijadikan contoh karena sistem pemerintahan China yang terpusat pada sekelompok orang. Tidak ada kontrol yang kuat terhadap pejabat  tinggi yang memerintah China. Kita tidak tahu apakah ‘koruptor’ yang dihukum mati itu benar-benar koruptor atau sebenarnya adalah upaya penyingkiran lawan politik dengan memberi label koruptor. Sebagai perbandingan, negara-negara Skandinavia yang lebih bersih dari praktek korupsi tidak pernah menghukum mati koruptor. Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi dibutuhkan bukan saja penguatan moral, tetapi juga penguatan institusi demokratis yang menerapkan sistem yang transparan dan akuntabel.  



8.         Dalam masyarakat yang demokratis, bersikap apatis, diam atau melalaikan pengawasan terhadap institusi dan lembaga publik berarti ikut dalam ‘conspiracy of silence’ dalam mempertahankan budaya dan sistem yang koruptif. Meskipun demikian, pemberitaan kasus korupsi setiap hari membuat saya khawatir karena bisa menciptakan banalitas korupsi, yaitu korupsi menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja. Kalau tidak ada korupsi aneh bin ajaib! Kita malah kangen karena sudah membudaya!



9.         Sejauh yang saya ketahui belum ada obat mujarab yang ‘tokcer’ untuk memberantas total korupsi. Korupsi hanya bisa dikurangi melalui strategi yang masif, sistematis dan holistik. Salah satunya dengan membangun ‘integrated system’ yang saling berhubungan dan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, ada tiga komponen yang perlu diperhatikan. Pertama,  perlu dipupuk penguatan integritas moral-etik personal: dari masa anak-anak sampai orang dewasa, dari pejabat paling tinggi sampai pejabat yang terendah. Dari sejak kecil anak-anak bahkan setiap warga negara harus dididik betapa buruknya penyalahgunaan jabatan. Kedua, penguatan struktur organisasi, publik dan swasta, dan masyarakat yang didasarkan pada kultur akuntabilitas dan transparansi. Ketiga, komitmen penegakan hukum. Hak imunitas, kebijakan impunitas atau ‘pengistimewaan’ bagi siapa pun dihapus. Ketiganya adalah ‘integrated system’ yang harus berjalan bersamaan. Salah satu saja mengalami ketimpangan, hancurlah seluruhnya. Kesalahan kita selama ini adalah terlalu menekankan salah satu komponen saja.   



10.     Gelombang korupsi yang melanda dunia dan melanda Indonesia harus dihadapi dengan gelombang perlawanan melalui sinergi semua pihak, baik personal maupun institusional yang berkelanjutan. Korupsi itu persoalan yang sangat serius. Oleh karena itu sinergi institusi agama, institusi pendidikan, berbagai kelompok anti korupsi dan organisasi kepemudaan dan kaum intelektual harus terus ditingkatkan. Sesungguhnya saat melawan korupsi, kita sedang mengangkat kembali manusia pada kemanusiaannya. Koruptor butuh diangkat kemanusiaannya agar ia menjadi manusia yang dibebaskan dari egoisme dan selfishness-nya dan menjadi manusia berintegritas, yang memiliki relasi yang kokoh dengan Tuhan, Sang Penciptanya. Masyarakat yang miskin, korban praktek korupsi harus diangkat kemanusiaannya melalui pembebasan mereka dari praktek dehumanisasi, ketidakadilan dan penindasan.  Institusi public dan kebijakan kita juga harus dimanusiakan dengan membebaskannya dari belenggu selfishness, kekuatan oligarki dan   dari Kita perlu membangun kultur dan struktur yang ‘intgrated’ untuk memfasilitasi manusia agar mampu mencapai kemuliaannya sebagai citra dan gambar Allah, Sang Pengasih.     

*Pemateri pada Sekolah Penggerak Anti Korupsi 2018 yang diadakan atas kerjasama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, 27-29 Juli 2018


Wednesday, July 11, 2018

Siaran Pers : Konsultasi Nasional GMKI Tahun 2018



Siaran Pers : Konsultasi Nasional GMKI Tahun 2018.

Jakarta - Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia akan melaksanakan Konsultasi Nasional di Bitung,  Sulawesi Utara pada tanggal 12 - 16 Juli, 2018. Kegiatan ini merupakan wadah pertemuan Badan Pengurus Cabang GMKI se-Indonesia yang bertujuan untuk membahas perkembangan organisasi dan isu-isu strategis yang akan direkomendasikan untuk dibahas dalam Kongres GMKI yang dilaksanakan di Jakarta pada bulan September 2018.

Konsultasi Nasional tahun ini akan fokus membahas beberapa isu, antara lain terkait Rencana Strategis Organisasi Mahasiswa Menuju Indonesia Emas 2045 yang saat ini sedang disusun oleh GMKI; pembangunan infrastruktur, perikanan, dan pelayaran yang berkeadilan; peran gereja dalam menyikapi kasus korupsi, narkoba dan kekerasan terhadap perempuan; persoalan radikalisme di dalam kampus; serta Pilkada 2018 yang masih menggunakan politik uang dan politik SARA dan menjadi momok yang memecah-belah bangsa Indonesia.

Dalam konsultasi akan dibahas mengenai bagaimana organisasi mahasiswa dapat menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang merupakan tantangan dalam mewujudkan pergerakan nasional dan oikumene di tengah-tengah bangsa Indonesia.

Maraknya kasus korupsi yang dilakukan hampir seluruh stakeholder pemerintahan baik pusat dan daerah juga akan menjadi pembahasan hangat di dalam Konas ini. GMKI akan merumuskan dan merekomendasikan bagaimana peranan gereja untuk dapat menghilangkan perilaku koruptif di dalam kehidupan jemaat.

Selain itu, perikanan dan pelayaran juga menjadi persoalan serius yang akan dibahas karena  Indonesia adalah negara bahari dan pemerintah saat ini memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Persoalan tenggelamnya kapal di perairan Indonesia, baik sungai, danau, dan laut juga menjadi pembahasan serius. GMKI menilai tenggelamnya kapal di beberapa daerah bukan hanya sebatas kelalaian, merupakan kesalahan sistem pengelolaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu perlu adanya langkah-langkah strategis untuk memberikan masukan dalam merubah regulasi mengenai sistem pelayaran di perairan Indonesia.

Hasil dari Konsultasi Nasional GMKI di Bitung, Sulawesi Utara diharapkan akan menjadi acuan bagi arah gerak GMKI ke depannya. Demikian rangkaian kegiatan Konsultasi Nasional GMKI pada tanggal 12-16 Juli 2018
di Bitung, Sulawesi Utara.

Pengurus Pusat
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
Sahat Martin Philip Sinurat/Ketua Umum
Alan Christian Singkali/Sekretaris Umum



Sunday, June 24, 2018

Pidato Ketua Cabang GMKI Yogyakarta MB 2018-2020

Syalom dan salam sejahtera bagi kita semua...
Yang saya hormati:
1.     Ibu Pdt. Mathelda Jeanne Tadu yang telah membawakan firman Tuhan pada hari ini
2.     Sekum GMKI Bung Alan Christian Singkali bersama Koordinator Wilayah 4 Bung Gloriansi Hungu Deta
3.     Senior member/friends GMKI Yogyakarta
4.     Teman-teman Cipayung, KMHDI, Perwakilan Gereja, PMK, BEM, dan juga kepada seluruh tamu undangan yang berbahagia yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Tuhan Yesus yang selaku Sang Kepala Gerakan, karena atas cinta kasih dan penyertaannya kita dapat berkumpul di tempat ini, dalam acara pelantikan pengurus cabang GMKI Yogyakarta yang baru masa bakti 2018-2020.
Sejarah perjalanan GMKI merupakan sebuah proses yang cukup panjang, yang sampai hari ini eksistensinya selalu ada ditengah masyarakat, bangsa dan negara. Menjadi salah satu hal penting ketika GMKI yang selaku organisasi pergerakan dan pengkaderan dapat menjawab tantangan-tangan zaman yang ada saat ini. Khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, isu-isu yang kemudian berkembang soal paham radikalisme dan intoleransi sepertinya mendapat tempat yang subur untuk berkembang biak. Oleh karena itu, menjadi sebuah masalah serius bagi GMKI Yogyakarta untuk dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut melalui tindakan nyata.

Para hadirin dan tamu undangan yang berbahagia...                                                        
Yogyakarta sebagai kota yang banyak melahirkan berbagai organisasi pergerakan dan juga sebagai kota pendidikan bagi Indonesia tentunya, menjadi barometer secara nasional. Maka dari itu Yogyakarta seharusnya menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam menjaga Kebhinnekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai ancaman perpecahan dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Permasalahan yang sering muncul menjadikan GMKI Yogyakarta perlu untuk membangun relasi yang baik bersama teman-teman Cipayung dan juga teman-teman pergerakan lainnya. Karena untuk menyikapi berbagai tantangan dan persoalan bangsa yang terjadi akhir-akhir ini, maka ini menjadi masalah yang serius dan merupakan tanggung jawab bersama bagi para kaum muda saat ini.

Para hadirin dan tamu undangan yang berbahagia...                                                        
Dengan adanya momen Konpercab yang telah di lalui bersama banyak dinamika yang terjadi, hal ini menjadi pelajaran penting bagi kepengurusan di periode yang baru, 2018-2020. Hal-hal yang telah dibahas yang kemudian dirumuskan dalam bentuk program melalui Sidang Pleno I nanti, merupakan sebuah tugas dan tanggung jawab yang harus di jaga oleh segenap Badan Pengurus Cabang yang baru. Oleh karena itu, di kesempatan yang berbahagia ini perkenankan saya atas nama Badan Pengurus Cabang yang baru dilantik mengucapkan terimakasih banyak kepada Badan Pengurus Cabang yang lama masa bakti 2016-2018, yang telah memberikan pelayanannya selama dua tahun ini. Dan juga segenap Anggota GMKI Yogyakarta dan Pengurus Pusat yang telah memberikan kepercayaan kepada kami, untuk melanjutkan kepengurusan ini dengan berbagai potensi dan tantangan yang ada didalamnya. Kami menyadari bahwa tanggung jawab pelayanan ini hanya semata-mata dari Tuhan sehingga dibalik rasa bangga atas kepercayaan ini merupakan wujud tanggung jawab yang besar, oleh karena itu hanya dengan dasar motivasi pelayanan untuk mewujudkan syalom Allah di tengah-tengah dunia ini, maka dari itu kami berkomitmen bersama untuk melanjutkan tongkat ekstafet kepengurusan untuk dua tahun ke depannya.
Kami Badan Pengurus Cabang yang juga sangat berharap kepada seluruh Anggota, Senior dan Pengurus Pusat untuk dapat memberikan masukan, kritik dan saran yang konstruktif kepada kami. Sehingga dalam menjalankan roda organisasi yang kita cintai ini kami dapat memberikan yang terbaik untuk ke depannya.

Akhir kata,
Tinggilah iman kita
Tinggilah ilmu kita
Tinggilah pengabdian kita

Ut Omnes Unum Sint!!!
Syalom...

Yogyakarta, 9 Juni 2018
Ketua Cabang GMKI Yogyakarta
Masa Bakti 2018-2020
Yohanes Masudede, S.H.

Thursday, May 31, 2018

DEKLARASI MAHASISWA DAN PEMUDA INDONESIA MELAWAN RADIKALISME DAN TERORISME


Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Indonesia
(PMII, GMKI, KAMMI, GMNI, GPII, Pemuda Muslimin, GEMA MA, IMM, HIMMAH, LMND, Hima Persis, KMHDI, PMKRI, IPTI, SEMMI, HMI, HIKMAHBUDHI)

DEKLARASI MAHASISWA DAN PEMUDA INDONESIA MELAWAN RADIKALISME DAN TERORISME

Kita Indonesia adalah kenyataan. Indonesia adalah rumah kita bersama, milik semua warga negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Rote, dengan ragam latar belakang. Hari ini kekitaan terkoyak, digantikan dikotomi kami dan kamu yang mengaburkan makna kebhinekaan yang khas Nusantara. Kekitaan terkubur di dalam palung ingatan, sementara yang tampil ke permukaan adalah keseragaman sebagai identitas; di luar itu adalah musuh yang harus dilawan.
Hari-hari ini wajah Pertiwi tak lagi tersenyum memandang anak-anaknya. Ibu kita Indonesia muram, murung wajahnya, menyaksikan anak-anaknya bersimbah darah. Indonesia, di sana tempat lahir beta, menjadi begitu asing untuk didiami, menjadi begitu menakutkan dan mengerikan untuk ditinggali. Teror, intoleransi, ujaran kebencian, dan radikalisme menjadi tuan rumah dan kita seperti tamu di rumah sendiri; hidup dalam rasa takut, kecemasan, dan nyaris tak lagi nyaman.
Masih bisakah kita berharap damai di negeri ini? Masih sanggupkah kita hidup bersaudara dalam perbedaan? Masih bolehkah kita hidup dalam perbedaan dalam semangat persatuan?
Saudara-saudara, Indonesia adalah rumah kita dan kita pemilik sah tanah tumpah darah ini. Maka tak boleh ada kata menyerah di hadapan ujaran kebencian, intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang ingin mencaplok Indonesia dari kita. Tidak boleh ada kata diam di saat Pancasila, yang merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia, sedang menghadapi ancaman ideologi-ideologi trans-nasional yang sedang beroperasi di Indonesia secara terstruktur, sistematis dan masif.
Ingat! Kita adalah barisan Mahasiswa dan Pemuda, tulang punggung bangsa ini. Tak boleh ada keraguan untuk menjaga marwah tanah air ini, sebab diam bukanlah pilihan!
Maka, menjelang Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, kami para mahasiswa dan pemuda yang tergabung di dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Indonesia yang terdiri dari 17 Organisasi yakni PMII, GMKI, KAMMI, GMNI, GPII, Pemuda Muslimin, GEMA MA, IMM, HIMMAH, LMND, Hima Persis, KMHDI, PMKRI, IPTI, SEMMI, HMI, HIKMAHBUDHI, menyatakan bahwa:
1.      Kami Mahasiswa dan Pemuda Indonesia mengecam keras setiap aksi teror, ujaran kebencian, tindakan intoleran, dan penyebaran paham-paham radikal yang membunuh martabat kemanusiaan, memicu keresahan dan kecurigaan di tengah masyarakat.
2.      Kami Mahasiswa dan Pemuda Indonesia akan bersatupadu melawan ujaran kebencian, tindakan intoleransi, serta paham radikalisme dan terorisme yang sedang menjangkiti generasi muda.
3.      Kami Mahasiswa dan Pemuda Indonesia yang tergabung dalam 17 Organisasi Nasional akan memastikan bahwa tidak ada warga dari organisasi kami, baik anggota, pengurus, ataupun alumni, yang terlibat dalam tindakan intoleransi, ujaran kebencian, ataupun penyebaran paham-paham radikal dan gerakan terorisme yang ingin mengubah NKRI dan ideologi Pancasila.
4.      Kami Mahasiswa dan Pemuda Indonesia meminta para pemimpin publik, pejabat pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan partai, pimpinan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat agar selalu setia menjunjung tinggi Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup berbangsa dan bermasyarakat serta tidak mengeluarkan kebijakan ataupun pernyataan yang dapat memecah-belah masyarakat.
5.      Kami Mahasiswa dan Pemuda Indonesia akan terlibat aktif dalam mewujudkan proses demokrasi Indonesia yang sesuai nilai-nilai Pancasila, yakni Pilkada dan Pemilu yang bersih dan damai, tanpa adanya politik uang dan politik kebencian karena perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan serta akan bahu-membahu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tugu Proklamasi, Kamis, 31 Mei 2018
Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Indonesia
(PP Hima Persis, PP KMHDI, PP PMKRI, DPP GEMA MA, DPP IMM, DPP HIMMAH, EN LMND, PB PMII, PP KAMMI, DPP GMNI, PP GPII, PB PEMUDA MUSLIMIN, PP IPTI, DPP SEMMI, PP HIKMAHBUDHI, PB HMI, PP GMKI)