Kebebasan
beragama dan berkeyakinan/berkepercayaan di Indonesia, khususnya beribadat menurut
agama dan kepercayaannya, telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagaimana tertulis dalam Pasal 28E ayat 1, Pasal 28I ayat 1, dan Pasal 29
ayat 2.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi
Negara
Indonesia pun menjamin kebebasan beragama,
berkepercayaan, dan beribadat sesuai agama/kepercayaannya.
Namun
kenyataan yang terjadi tak selamanya sesuai dengan harapannya. Pada 11 Februari
2018 sekitar pukul 07.35 WIB, telah terjadi sebuah tindakan teror yang
mengganggu keamanan kebebasan beragama dan beribadat di Gereja Katolik Santa
Lidwina, Gamping, Trihanggo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tindakan teror tersebut
dilakukan oleh Suliyono (22) dengan melakukan pembacokan kepada seorang
Pastur (Romo Karl Edmund Prier), tiga orang jemaat, dan seorang polisi saat perayaan Ekaristi berlangsung.
Pelaku
memulai tindakannya dari pintu pagar depan dengan membacok seorang jemaat
gereja. Hal tersebut membuat jemaat di halaman depan gereja berhamburan
menyelamatkan diri. Kemudian pelaku masuk ke dalam gedung gereja sampai altar untuk melanjutkan
pembacokan dan menghancurkan 2 patung altar. Serta akhirnya berhasil diamankan oleh aparat kepolisian
dengan tembakan peluru setelah 15 menit di altar.
Menanggapi
tindakan teror yang terjadi di Gereja Katolik Santa Lidwina,
BPC GMKI Yogyakarta bersama beberapa Anggota langsung menuju Tempat Kejadian
Perkara (TKP) untuk melihat langsung kondisi Jemaat Gereja Katolik Santa
Lidwina. Atas nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang
Yogyakarta, Ketua BPC GMKI Yogyakarta Alhendri Fara menyesali dan mengecam
tindakan teror yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selanjutnya
dengan ini, Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI) Cabang Yogyakarta menyatakan sikap:
1. Menyesalkan
tindakan teror di Gereja Katolik Santa Lidwina yang telah mengganggu kebebasan beragama
dan beribadat.
2. Menuntut
aparat keamanan khususnya Kepolisian untuk mengusut tuntas tindakan teror dan
pelaku teror di Gereja Katolik Santa Lidwina.
3. Menuntut
pemerintah dan Negara Indonesia untuk hadir dan bertanggungjawab dalam upaya-upaya
menjamin, melindungi, serta menegakkan hukum dan hak asasi manusia.
4. Mengingatkan
masyarakat Indonesia untuk tidak mudah terprovokasi dan terpecah belah dengan provokasi
dan hoax terkait isu SARA.