(Mikha 7:1-9)
Mikha hidup pada zaman Yotam. Namanya
berarti “siapakah yang seperti Yahweh”. Dialah nabi paling pertama yang
menubuatkan Bait Allah dan Yerusalem akan hancur. Dia juga bisa dikatakan murid
dari nabi Yesaya.
Dalam perikop ayat tersebut,
nabi Mikha menyampaikan teguran Allah terhadap Israel. Terutama tentang
keadilan dan kasih yang hilang.
Dalam ayat 3, orang Israel
dikatakan sudah cekatan berbuat jahat. Pemimpin dan penegak hukum
menyalahgunakan kekuasaan/wewenang (korupsi) untuk mempermainkan hukum. Sedangkan
dalam ayat 5-6, Mikha menggambarkan bahwa kasih hilang dari kehidupan pergaulan
orang-orang Israel. Bahkan dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Namun, di tengah kemorosotan
moral bangsa Israel tersebut, Mikha masih mempunyai harapan yang besar kepada Allah.
Ia yakin bahwa keadilan dan terang Allah akan hadir dalam dunia.
Lebih lanjut, jika kita lihat
keadaan bangsa Israel yang ada dalam perikop ayat tersebut, keadaan tersebut
rasanya sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Indonesia saat ini diwarnai
dengan penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) dan kekuasaan yang “jahat”.
Lalu, timbul beberapa
pertanyaan terkait kondisi tersebut. Yakni: Apakah akar masalah dari kemerosotan
moral tersebut terutama dalam konteks negara Indonesia? Apa yang harus
dilakukan pemuda Indonesia?
Akar Kemerosotan
Moral dan Kontribusi Pemuda
Ada beberapa penyebab atau akar
dari kemerosotan moral yang terjadi. Keserakahan bisa menjadi salah satu
akar/penyebab terjadinya kejahatan. Dimana keserakahan bisa timbul dari diri
sendiri serta didukung oleh lingkungan dan sistem yang ada.
Sebagai pemuda Indonesia
khususnya pemuda kristiani, kita hendaknya bisa bersikap/memiliki integritas
seperti yang telah Tuhan Yesus ajarkan. Yakni: tulus hati, rendah hati, lapar dan
haus akan kebenaran, suci hati, sikap rela menderita, dan lain-lain.
Sikap moral yang baik tersebut seharusnya
juga bukan cuma di pikiran tapi dalam hati dan perbuatan. Seperti dalam Tri
Panji GMKI (Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian), imanlah yang
mendasari semua itu.
Selain keserakahan yang ada,
kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk merupakan akar dari kemerosotan moral yang
ada (bandingkan ayat 1). Hal ini bisa kita lihat dari sejak kejatuhan Adam dan
Hawa ke dalam dosa (penyalahgunaan kekuasaan). Hitler juga pernah mengatakan
bahwa kesalahan yang diulang-ulang lama kelamaan akan menjadi dibiarkan dan malah
bisa menjadi suatu kebenaran.
Karena itu, kita harus
membangun kebiasaan yang baru. Pengamat politik sendiri pernah berasumsi bahwa
saat seseorang terjun dalam politik, ia berada dalam dua pilihan. Tetap jujur
melawan arus atau ikut arus. Hendaknya kita mau dan mampu melawan arus yang
buruk dan jahat (bandingkan ayat 5).
Jika kita melihat ayat 4 dan 9 dari
perikop ayat tersebut dalam Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari
(BIS), kita diingatkan dan ditegur untuk tidak membiarkan korupsi dan
kekuasaan yang jahat (kemerosotan moral) terus terjadi. Karena dosa tersebut
akan bisa mendatangkan hukuman dan kemarahan Allah yang menimpa bangsa kita.
Dengan kata lain, kita harus
mengingatkan dan menjadi teladan. Dalam Perjanjian Baru disebutkan juga bahwa jika
kita tahu apa yang benar dan membiarkan orang lain berbuat salah, kita ikut
berdosa juga (bandingkan Yakobus 4:17).
Jika dikaitkan dengan konteks
Indonesia, Pancasila sebagai ideologi dasar Indonesia bisa dikaitkan dengan
tugas dan fungsi kita menjadi teladan dalam berbuat baik. Pancasila bisa
dikaitkan juga dengan Tri Panji GMKI melalui sila-sila yang ada. Dan Pancasila
bisa dikaitkan juga dengan Hukum Kasih (kasih kepada Tuhan dan sesama manusia).
Mari kita sebagai pemuda
kristiani Indonesia menjadi teladan baik dengan pemahaman kebenaran Alkitab dan
nilai-nilai Pancasila yang baik dan benar! GBU. UOUS
* Hasil diskusi Ibadah
Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 15 Mei 2013. Bertempat
di SC GMKI Cabang Yogyakarta. Dilayani oleh Johanis Umbu S. Anakaka (Kabid PKK
GMKI Cabang Yogyakarta MB 2011-2013)