Friday, November 4, 2016

Pendalaman Alkitab (Kamis, 3 November 2016)



Kasih dalam Kerukunan*


Surat Paulus kepada Jemaat di Roma (Surat Roma) ditulis oleh Paulus sekitar tahun 57. Surat Roma merupakan Surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Sehingga mungkin karena alasan itulah Surat ini diletakkan di depan 13 Surat Paulus yang lain meskipun bukan surat yang ditulis pertama.
Surat Roma ditulis dalam rangka pelayanan rasuli Paulus kepada dunia bukan Yahudi. Surat Roma juga ditulis untuk mempersiapkan jalan bagi pelayanan Paulus di Roma serta pelayanan ke Spanyol.
Surat Roma ditulis Paulus karena Paulus merasa perlu untuk menulis Injil yang telah diberitakannya. Penulisan tersebut untuk menghadapi kabar angin yang diputarbalikkan tentang berita dan ajaran Paulus.
Paulus juga ingin memperbaiki beberapa persoalan yang terjadi di dalam Gereja dan di lingkungan sekitar gereja. Khususnya karena ada perselisihan antar jemaat dan masyarakat.
Melalui surat Roma, Paulus menguraikan kebenaran-kebenaran dasar dari Injil. Dimulai dengan pembahasan hal doktrinal tentang manusia yang berdosa di hadapan Allah, kasih Allah, kemurahan Allah, serta manusia hanya dapat hidup oleh anugerah dan iman. Kemudian di pasal 12-14 Paulus menyatakan bahwa kehidupan yang diubah Kristus mengakibatkan penerapan kebenaran dan kasih pada semua bidang kelakuan (sosial, sipil, dan moral). Atau dengan kata lain, melalui pasal 12-16 Paulus menunjukkan bagaimana menghidupi kehidupan yang telah dilahirbarukan oleh iman di dalam Kristus.
Jika kita mendalami pasal 12 ayat 10-12 dari Surat Roma, kita bisa mendapatkan 3 konsep kasih yang seharusnya kita hidupi di dalam kehidupan. Yakni:
1.  Kasih persaudaraan
Kasih persaudaraan yang dimaksud bukan hanya kasih antara saudara secara genetik atau keluarga kandung. Tetapi secara rohani untuk semua orang.
Kasih persaudaraan juga berarti kasih yang saling melengkapi dan saling memperhatikan. Serta diwujudnyatakan dengan saling memberi hormat lebih daripada menghormati diri sendiri.

2.  Kasih yang berkobar-kobar
Kasih yang berkobar-kobar yang dimaksud adalah kasih yang tidak malas. Karena kasih sejati bukanlah yang dingin, kaku, dan statis. Tapi kasih yang “membakar”.
Kasih yang “membakar” adalah kasih yang disertai dengan semangat mengasihi dan semangat sukacita untuk melayani.

3.  Kasih yang berpengharapan
Kasih yang berpengharapan adalah kasih yang menantikan sukacita pengharapan, sabar dalam kesesakan/tantangan, dan bertekun di dalam doa.
Bertekun di dalam doa menjadi sarana memusatkan perhatian pada apa yang Tuhan kehendaki. Kemudian mewujudnyatakan kasih itu.
Dalam bertekun dalam doa, kita tidak boleh terjebak dengan salah konsep tentang doa sebagai alat melepaskan masalah dan doa yang memaksa Tuhan.


Dengan menghayati 3 konsep kasih tersebut, 3 konsep kasih tersebut bisa kita pahami sebagai inti atau jiwa dari kerukunan dan kerukunan lintas SARA. Berbicara tentang kerukunan lintas SARA, kita harus lebih dahulu melihat diri kita sendiri dan gereja. Apakah diri kita sendiri sudah atau mau mewujudkan kerjasama dan kerukunan dengan semua orang? Apakah gereja masih saling memecah belah, saling berselisih, dan saling menjatuhkan? Atau gereja sudah dan mau mewujudkan kerukunan gereja?
Kemudian dalam konteks kekinian, ada 2 pertanyaan penting yang perlu didalami. Yakni: apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perselisihan antar umat beragama serta bagaimana peran pemuda dan mahasiswa Kristen untuk menciptakan terjadinya kerukunan.
Seringkali yang menjadi permasalahan dalam kerukunan adalah menjadikan agama sebagai batu sandungan. Sehingga timbul pertanyaan mengapa radikalisme sering berkaitan dengan agama.
Sikap egois termasuk sikap merasa agama sendiri paling benar dan adanya pemahaman agama yang kurang benar pun bisa menyebabkan perselisihan antar orang.
Media sebagai saluran informasi dan komunikasi juga cukup banyak mempengaruhi kondisi kerukunan antar masyarakat.
Sebagai warga gereja, pemuda dan mahasiswa Kristen seharusnya bisa bersatu dulu. Serta menularkan semangat dan praktek bersatu tersebut dalam hidup.
Semangat oikumene yang bertujuan menjadikan bumi atau dunia menjadi rumah bersama yang nyaman seharusnya mampu dihayati maknanya dan dipraktekkan. Contohnya adalah mengaitkan oikumene dengan Pancasila.
Jika kita kembali membaca pasal 12 ayat 9-21 dari surat Roma, Paulus mengajak kita untuk menghidupi dan merefleksikan kasih di tengah berbagai tantangan perdamaian.
Saling tegur sapa dan bersosialisasi dengan siapapun bisa menjadi praktek menghadirkan kasih. Apalagi di era digital saat ini, banyak dari kita yang lebih berfokus pada diri sendiri.
Setiap kita juga bisa meneladani Paulus yang memberitakan kabar baik dari satu daerah ke daerah lain melalui media dan metode komunikasinya. Kabar baik tersebut mencakup kebenaran dan kasih.
Meskipun menghadapi berbagai macam tantangan dan harus ada pengorbanan; setiap kita ditantang untuk menghidupi kasih yang mengampuni, sabar, tidak mudah terpancing dan terpengaruh, serta mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.
Mari berdamai dengan semua orang!
Mari berdamai dengan semua ciptaan!
Mari menghidupi kasih dalam kerukunan!`



* Tulisan ini merupakan rangkuman hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 3 November 2016. Bertempat di Student Centre, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.
Firman Tuhan dan pengantar diskusi disampaikan oleh Christian Apri Wijaya. 

0 comments:

Post a Comment