Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Tuesday, September 26, 2017

INDONESIA KITA / INDONESIA AKU


Oleh : Ory H Deta

Kondisi Indonesia saat ini sudah terlampau jauh ketika kita lihat dari segala aspek baik itu secara ekonomi, budaya, sosial,dan lain-lain. Terlampau jauh dalam hal ini sudah 67 tahun kita merdeka. Dan sekarang sudah memasuki tahun ke-68 untuk merdeka bebas dari penjajah yang sebenarnya bebas dari segala tirani ataupun dari segala lini yang secara tidak sadar bahwa kita belum seutuhnya merdeka. Kondisi ini membuat kita terkadang terlena. Bahkan juga kita cenderung untuk diam. Dalam artian diam melihat kondisi yang semakin hari semakin terasa dampaknya.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang boleh dikatakan bermartabat dan kaya akan SDA. Dimana itu semuanya cuma dongeng masa lalu yang membuat kita pun terlena, bahkan lupa akan identitas bangsa kita yang mempunyai banyak kelebihan (kita dikatakan bangsa yang multikultur). Inilah yang perlu kita cermati, apa benar pengakuan ini sudah dipahami secara matang atau masih perlu di tinjau. Yakni tentang identitas bangsa kita yang belum semuanya masyarakat akan paham tentang bangsa Indonesia yang sesungguhnya pancasila sebagai identitas bangsa yang tidak bisa di ganggu gugat lagi.
Banyak persoalan kebangsaan yang masih belum diperbaharui secara keseluruhan acapkali sering terdengar bangsa ini membutuhkan perubahan. Tapi dengan kondisi yang masih mempertahankan identitas diri atau kelompok sering terjadi di berbagai kalangan, pertikaian-pertikaian yang mengarah ke SARA masih sering terjadi dengan berbagai persoalan. Bahkan tidak mengakui bahwa ini adalah bagian dari konflik SARA.
Etnonasionalisme yang dulu sempat merupakan stimulus untuk menggapai kemerdekaan sekarang sudah berganti arah. Sekarang menuju pada pengakuan akan daerah atau kelompok saya yang benar. Inilah yang bisa di tinjau kembali apakah kesalahan masa lalu atau kesalahan segelintir orang yang menjadikan isu ini sebagai batu loncatan menuju kepentingan pribadi.
Keindonesiaan kita masih perlu untuk diperbaharui. Pertanyaannya apakah benar ini merupakan proses peradaban atau cuma khayalan di siang bolong. Dimana belum ditemukannya formula baru yang tepat sehingga masyarakat benar-benar memperoleh kedamaian dan kesejahteraan. Serta kemudian kita dikatakan 100%  merdeka.
Polemik bangsa yang akhir-akhir ini terjadi membuat kita sebagai anak bangsa merasa gelisah. Dan memang cukup memprihatinkan kondisi keindonesiaan kita. Sehingga timbul pertanyaan apakah kita harus seperti negara Ethiopia atau bahasa kasarnya negara gagal?
Keindonesian kita akhir-akhir ini lebih menonjolkan identitas yang mengarah pada kepentingan kelompok. Akibat dari sikap yang seperti ini adalah citra Indonesia yang dahulunya dikenal sebagai bangsa penganut paham gotong royong sudah berangsur-angsur hilang sekarang. Dan lebih mengarah pada sikap individual.
Tidak dapat dipungkiri mengenai sikap individu itu merupakan sebuah sikap yang menuju pada pribadi yang matang atau pada kepentingan karir. Namun kita harus jeli dalam melihat proses aktualisasi diri. Sekarang kita berada dalam kondisi yang seperti apa?
Dengan lebih mengutamakan kepentingan pribadi di tengah carut-marutnya bangsa kita saat ini, membuat bangsa kita pun kehilangan identitas yang sesungguhnya. Sehingga menimbulkan sikap eksklusif yang mengarah pada hilangnya nilai keindonesiaan yang sejati.
Indonesia kita yang diangkat pada topik ini lebih mengutamakan sikap kolektif. Yakni sama seperti bangsa Indonesia dibangun atas dasar kebutuhan karena adanya sikap kebersamaan lebih mengutamakan bangsa indonesia yang adil dan bermartabat. Dan sama seperti pada waktu para founding father/mother kita menjadikan  bangsa ini republik bukan negara bagian. Karena berdasarkan persamaan persepsi dan juga culture, hubungan antara budaya-budaya di nusantara ini hampir semua daerah memiliki persamaan dalam kultur dan lain-lainnya. Tidak salah sehingga Gadjah Mada pada waktu itu mengangkat sumpah palapanya dimana tujuannya  mempersatukan nusantara.
Atau kita cermati lagi makna sumpah pemuda yang belum terlalu jauh kita rayakan. Keinginan dan kebutuhan yang sama secara kolektif sehingga diangkatnya sebuah sumpah pemuda yang arahannya lebih pada kepentingan bersama. Karena adanya kepercayaan (trust) antara pemuda pada waktu itu sehingga munculnya sumpah yang sangat berpengaruh sampai saat ini.
Pancasila yang kita anut sebagai paham bangsa haruslah  di jaga identitasnya. Karena banyak nilai yang tertanam didalamnya yang bisa kita arahkan pada rasa saling percaya antara suku, ras dan agama. Timbulnya rasa ini jika adanya  kemauan di antara perbedaan budaya dan agama, maka sikap yang sudah di bangun pada waktu itu tentunya akan terus ada pada saat ini. Misalnya di daerah Yogyakarta mengangkat sebuah istilah hamemayu hayuning buwana[1] yang merupakan istilah yang pakai bagi sultan sebagai raja atau ksatria. Ini diangkat sebagai kearifan lokal yang harus dijaga sultan sebagai raja bagi orang Yogya. Kepercayaan ini harus dijaga agar kharismanya bisa terjaga.
Istilah hamemayu hayuning buwana ini merupakan rasa keutuhan dan rasa kemanusiaan yang perlu dijaga. Ini membutuhkan rasa saling percaya sehingga terbangun sebuah kebersamaan. Dimana masing-masing orang menyadari bahwa manusia itu sama tidak ada perbedaan golongan yang dilihat adalah rasa kemanusiannya dan sesama ciptaan Tuhannya bukan untuk menguasai satu sama lain.
Melihat kondisi indonesia yang multikultur ini, ada semboyan bahwa “ Pelangi memiliki banyak perbedaan warna. Ketika perbedaan warna itu beragam, justru menghadirkan sebuah keindahan”. Kita kaitkan dengan Indonesia yang banyak suku, ras, dan agama; tentunya banyak keragaman. Tapi ketika semuanya memiliki kesamaan tekad untuk bersatu, tentunya akan mengalami keindahan.
Rasa nasionalisme yang harus di jaga bukan karena adanya kepentingan dan karena adanya kebutuhan dari aspek politik, ekonomi, ketahanan, dan sosial. Kadang istilah ini sering dijadikan sebagai pemantik untuk ajang mencari popularitas. Memang ketika diterjemahkan atau dimaknai dalam lingkup bela negara, itu perlu. Tapi kadang ini malah dijadikan janji-janji yang justru menjebak publik karena adanya kepentingan sesaat.
Marilah kita menelaah lebih jauh makna nasionalisme lebih pada ke-KITA-an bukan pada ke-AKU-an. Di sini bisa kita lihat sebagai kebutuhan bersama untuk mencapai bangsa yang benar-benar bermartabat dari berbagai sektor. Baik itu ekonomi, sosial, maupun budaya.
Rasa memiliki terhadap bangsa ini kita bangun atas dasar kebutuhan yang sama. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap yang minoritas. Kita perlu ingat bahwa bangsa ini dibangun bukan atas dasar mayoritas dan minoritas, tapi karena adanya kebutuhan yang sama. Bung Karno sebagai founding father kita sempat menegaskan bahwa “Di dalam Indonesia merdeka itu, perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dari perjuangan sekarang. Nanti kita bersama–sama sebagai bangsa, bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang di cita-citakan di dalam Pancasila.” (Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945).
Bhineka Tunggal Ika, sebagai semboyan bangsa kita yang punya latar belakang keragaman perbedaan, marilah dilihat sebagai pengakuan bersama atas kepercayaan yang harus kita bangun sebagai bentuk solidaritas membangun bangsa untuk menuju kesejahtraan dan kedamaian bersama.
Melihat keindonesiaan saat ini, tentunya perlu ditinjau kembali mengenai identitas dan status yang benar-benar menunjukan identitas. Yakni lewat karya yang nyata. Sehingga timbul kepercayaan (trust) dalam lingkup anak negeri. Karena sikap ke-AKU-an sudah semakin merasuk dan mengakibatkan runtuhnya sikap rasa cinta tanah air.
Sebagai anak bangsa, saat ini kita pun sudah berada dalam lingkup sikap seperti itu. Dengan semakin maraknya kondisi kebangsaan yang mengarah pada konflik SARA, justru membuat kita kehilangan identitas. Sebagaimana sudah dijelaskan mengenai Bhineka Tunggal Ika tadi yang mengarah pada pengembangan rasa saling percaya. Dan mengarah pada kepentingan Indonesia yang ke-KITA-an, bukan pada kepentingan individu atau kelompok.
Konsep pembangunan bangsa ini, dari masa kemerdekaan sampai pada masa reformasi, memilki banyak persepsi yang berbeda-beda. Zaman Soekarno dengan konsep pembangunan dan rasa nasionalisme yang lebih ditekankan. Sedangkan zaman Soeharto lebih pada konsep pembangunan ekonomi. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa era Soeharto lebih nyata pembangunan dari segi ekonomi. Tapi justru mendatangkan hutang bagi kita generasi penerusnya.
Kalau dikaji lagi dalam berbagai aspek, tentunya banyak sekali persoalan kebangsaan yang sebenarnya bisa kita lihat dan mampu dijadikan pedoman untuk konsep pembangunan bangsa yang menjadi tantangan kita kedepannya. Kebutuhan bangsa saat ini adalah bagaimana menciptakan generasi yang kreatif, inovatif, afektif, dan tentunya rasa cinta tanah air. Karena dari hal inilah, timbul generasi yang benar-benar solid dan juga bela tanah air melalui memahami kembali sejarah dan juga memaknai arti dari bela tanah air yang sesungguhnya.
Keragaman Indonesia yang menjadi kebanggaan sudah luntur dan bahkan hilang dari berbagai sudut pandang. Baik itu dari aspek budaya, sosial, maupun ketahanan negara. Makin menurunnya budaya kolektif yang sudah dibangun dari para pendahulu kita, membuat makin melemahnya pemahaman tentang Indonesia. Inilah yang menjadi tantangan bagi kita generasi penerus.
Pemaknaan otonomi daerah yang sudah sekian lamanya dipertentangkan, sampai saat ini pun masih mencari format harus yang seperti apa. Di sini dapat dilihat apakah dengan persoalan etnonasionalisme melalui konsep otonomi daerah ini yang membuat kita terjebak. Misalnya dengan konsep kepala daerahnya adalah anak daerah, kemudian memunculkan sikap sektarian dan primordialisme. Dan dari hal inilah yang membuat nasionalisme memudar bahkan hilang.
Ideologi bangsa Indonesia, dengan empat pilar kebangsaan yang menjadi pedoman demi mencapai bangsa Indonesia yang di cita-citakan, menjadi kebutuhan yang setiap era atau zaman tidak akan selesai dibicarakan. Karena di berbagai era tentunya persoalan yang dihadapi berbeda.
Susahnya  mendefinisikan persoalan bangsa yang menjadi pokok dari sekian banyaknya persoalan kadang menimbulkan banyak penafsiran. Sehingga kita, sebagai kaum muda yang menganggap bahwa letak masa depan bangsa itu ada di pundak kita, hendaknya banyak berefleksi tentang konsep negara yang sudah dibangun. Sehingga memacu kita untuk memaknai apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan bangsa saat ini.
Maraknya kasus korupsi merupakan salah satu contoh rendahnya pemahaman tentang rasa nasionalisme yang berujung pada hilangnya identitas bangsa. Sehingga bangsa kita hilang akan posisi tawarnya dengan bangsa/negara lain. Karena membuat moral bangsa kita rendah dalam pandangan bangsa lain.
Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai anak negeri menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab. Tentunya dalam mengaktualisasikan diri, kita (mulai dari diri sendiri) lebih mengutamakan kepentingan atau kebutuhan bersama. Sehingga dalam berproses, kesalahan atau keagungan masa lalu tidak menjadi batu sandungan dalam berkarya.


Daftar Pustaka:
Mintoraharjo,Sukowaluyo.2006.Kebangsaan Kita dan Tantangan Masa Depan.dalam buku Kontekstualisasi GMKI di Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat di Era Reformasi Indonesia dan Globalisasi Dunia. Bandung:GMKI Cabang Bandung.hal. 8-18.
Patty,Albertus.2006.Etnonasionalisme.dalam buku Kontekstualisasi GMKI di Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat di Era Reformasi Indonesia dan Globalisasi Dunia. Bandung:GMKI Cabang Bandung.hal. 3-7.
Sri Sultan Hamengku Buwono X.2008.Yogyakarta untuk Nusantara:Renungan Kebangsaan menyambut 63 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.Yogyakarta:Forum Rakyat Yogyakarta.






Tulisan ini dalam mengikuti Lomba penulisan esai yang di selenggarakan oleh Pengurus Pusat GMKI menyambut DIES NATALIS ke 63

PRAKSIS PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA


Oleh: Kecab GMKI Yogyakarta 2009-2011

Dalam sejarah perjalanan bangsa, telah didasari oleh sebuah pandangan dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara, namun sesungguhnya perjuangan dalam menata kehidupan tersebur didasari oleh konsep maupun ideologi yang berbasis pada kemajuan maupun pada kepentingan bangsa. Dalam sejarah perjuangan bangsa kita telah didasari oleh sebuah kesadaran untuk mampu sebagai bangsa yang merdeka. Setelah kemerdekaan bangsa kita maka para pendiri telah menata kembali konsep dasar untuk menjadikan sebagai filsafah maupun sebagai pandangan dasar dalam menjalan kedaulatan kehidupan  berbangsa  maupun bernegara. Maka jika ditelusuri lebih dalam secara  historis perdebatan panjang tentang konsep dasar atau ideologi yang cukup tepat dalam menjalankan kehidupan bangsa kita  paska kemerdekaan maka  ideologi pancasilalah yang dianggap sebagai dasar dari pandangan maupun sebagai konsep yang tepat dalam menata kehidupan bangsa
Idonesia pasca kemerdekaan. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yaitu  Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, recht dan negara Indonesia, Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang melandasi kehidupan bernegara menurut Dr. Soepomo adalah dalam kerangka negara integralistik, untuk membedakan dari paham-paham yang digunakan oleh pemikir kenegaraan lain. Masih cocokkah pandangan integralistikini?. Pancasila seperti ideologi dunia lainnya terlebih dahulu lahir sebagai pemikiran filosofis, yang kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam konsep-konsep politik. Jangka waktu tersebut bisa puluhan bahkan ratusan tahun.
Proses yang dilalui Pancasila sedikit berbeda karena belum ada konsep masa depanEra reformasi sebagai era pembaharuan di segala bidang, menuntut kita untuk berbuat lebih baik, lebih arif dan bijaksana. Dan pemahaman akan interpretasi Pancasila sekarang ini sudah berbeda jauh dari zaman orde lama maupun orde baru. Mengapa pancasila sering salah di interpretasikan  dalam menata kehidupan berbangsa maupun bernegara pada zaman era reformasi ini? Ini kiranya sebuah pertanyaan yang menjadi perenungan panjang untuk kembali melihat bahwa bangsa Indonesia jika tidak menggunakan pancasila sebagai ideologi dasar menjalan kehidupan berbangsa dan bernegara, memang disadari bahwa pengaruh system ekonomi maupun politik baik dalam negeri maupun luar negeri sangat besar, system globalisasi yang menjadi kebijakan negara maju yang selalu sangat proteksionis terhadap perkembangan sebuah negara dengan berbagai konsep ideologinya, yang telah berdampak pada perkembangan negara- negara dunia ke tiga yang selalu menjadi sasaran penanaman  ideologi atas perkembangan dan kemajuan sebuah negara, namum konsep ideology globalisasi yang sering menjadi perdebatan panjang atas kebijakan yang telah mengacu pada Kapitalisme, Perkembangan Teknologi maupun pada Sumber Daya Manusia sebagai ruang penjajahan baru dalam konsep ekonomi yang ditopang oleh Negara- Negara maju yang berada di bawah lembaga donor (IMF, World Bank, WTO, GATT) , yang dianggap sebagai konsep yang tepat dalam mencapai kemakmuran maupun kesejahteraan bagi bangsa itu sendiri.
Maka sudah tentu kita mampu  melihat kembali bahwa sudah relefankah pancasila sebagai ideologi bangsa ini, yang telah mengandung berbagai harapan bagi segenap rakyat Indonesia. Perjalanan bangsa kita di saman reformasi telah mengalami berbagi kemajuan maupun perkembangan yang cukup baik dalam hal sebagai negara  berdemokrasi, sudah menjadi tolak ukur kemajuan diberbagi sektor baik itu ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan maupun sosial budaya, namun  perubahan yang diharapkan memang menjadi  barometer dalam mengukur sejauh manakah kemajuan itu sendiri, dan dari manakah kemajuan itu dapat dicapai? Pancasila menyatakan secara dasar bahwa Negara harus mampu mewujudkan kesejahteraan, keadilan, persatuan bagi  seluruh rakyat Indonesia .


Pengaruh Sistem Ekonomi Politik Terhadap Eksistensi Ideologi Pancasila
Sistem ekonomi politik mempunyai peranan yang sangat urgen dalam mempengaruhi kehidupan sebuah bangsa, zaman pemerintahan orde baru mengacu pada system pembangunan nasional dengan berbagai kebijakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan pembangunan nasioanal tersebut,  dengan konsep adanya Rencana Pembangunan Lima Tahun ( REPELITA), namun  system pembangunan ternyata sangat menyisakan ketimpangan dan kesenjangan dimana- mana, yang berakibat pada kemiskinan yang terstruktur maupaun ketertinggalan dalam hal pendidikan maupun  kesehatan yang buruk. Ini adalah awal dimana pengaruh system ekonomi politik baik dalam negeri maupun luar  negeri yang sangat dominan dalam hal mempengaruhi  kebijakan pemerintah orde baru. 
Pada zaman reformasi system kebijakan  baik di tingkatan pemerintah sangat maju, dan lebih pada sikap transparansi maupun akuntabilitas demi sebuah harapan yaitu mewujudkan rakyat Indonesia yang mandiri dalam ekonomi, berdaulat secara politik maupun berkepribadian secara kebudayaan sesuai dengan amanat Pancassila, maupun Undang- undang Dasar Negara kita. Kebijakan yang sifatnya Top Down tentu tidak menjadi harapan namun kebijakan yang sifatnya Botom Up inilah menjadi awal perubahan system yang mengarah pada salah satu sikap konsistensi pemerintah yang lebih memiliki sikap condong pada system pendekatan pelayanan, maka munculah system pemerintah yang lebih pada Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan. Namun reformasi telah berjalan dan system kebijakan telah terkosentrasi pada daerah dalam hal ini Pemerintah daerah mempunyai peranan yang sangat besar dalam menjawab kehidupan rakyatnya. Maka tentu kita bertanya sudahkah pemerintah telah mampu menjawab tuntutan dan harapan dari rakyat sesuai dengan konsep ideologi dasar yaitu pancasila sebagai pandangan yang menjadi dasar bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan yang berkeadilan, sejahtera. ataukah para elit bangsa ini sibuk pada urusan kepentingan dan golonganya?   Maka tidak ada jawaban yang lebih pantas selain Wujudkan pancasila 100 Persen sebagai landasan dasar bangsa Indonesia.

Ideologi adalah sebuah pemikiran yang di buat sebagai dasar pemikiran atau pandangan hidup, manusia. setiap negara atau bangsa yang ada di dunia ini sudah pasti mempunyai ideologi yang berbeda-beda dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya. Yang pada dasarnya  mempunyai maksud yang sama yaitu untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan.
Manusia diciptakan berbeda dengan makhluk lain karena manusia di berikan akal pikiran. Hal ini membuat  manusia dapat berpikir  bagaimana caranya agar semua proses kehidupannya berjalan dengan baik. Otomatis untuk mencapai kehidupan yang sejahtera,aman, dan damai, manusia membutuhkan dasar pemikiran/ideologi.
Bukanlah hal yang tidak mungkin,manusia mempunyai pemikiran-pemikiran yang berbeda dan memang kenyataannya seperti begitu. Hal ini terjadi karena manusia tidak terlepas dari  sifat keegoisan,kerakusan,kesombongan dan masih banyak lagi. Bertolak dari alasan inilah Maka muncullah suatu kondisi yang di sebut kecemburuan sosial , kondisi yang dapat membuat manusia yang merasa sebagai pihak yang di rugikan atau menjadi korban, untuk berusaha atau mencari cara membela diri dalam menutut haknya.
Hal tersebut diatas membuat muncullah kesalahpahaman,beda persepsi dan juga merasa dirugikan/dimanfaatkan dan juga rasa tidak puas, maka muncullah perbedaan ideologi yang memang hal ini akibat dari tidak adanya pertanggung jawaban dari para penguasa.


Proses Pelemahan Ideologi Pancasila

            Pancasila dapat mengarah pada persatuan maupun keadilan yang merupakan wujud utama dalam hal kehidupan suatu negara, memang disadari bahwa beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia mengalami proses pengaruh yang sangat berpotensi mengancam eksistensi kehidupan negaranya masing- masing. Sesungguhnya Indonesia merupakan negara yang sangat plural, maupun negara sangat besar dalam hal jumlah penduduk didunia, dan keberanekaragaman ini menjadi suatu kebanggaan kita bersama. Namun dalam proses perjalanan tersebut menjadi kendala yang sangat berpotensi menimbulkan hubungan yang tidak harmonis baik itu antara pemerintah dengan masyarakat, maupun pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, jika kita mengkaji lebih jauh bagaimana seharusnya implementasi pancasila yang sesungguhnya,memang kita menyadari bahwa  adanya sebuah kondisi yang mengalami fragmentasi dalam hal menyatukan ideoligi itu sendiri, beberapa indikator yang menyebabkan sehingga adanya kekuatiran dapat menjaga dan mempertahankan pancasila sebagai  pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara, sebuah pertanyaan bahwa dalam pancasila kita menyatakan Negara Republik Indonesia adalah kesatuan dari seluruh wilayah kepulauan nusantara, namun secara kenyataan eksistensi Negara Kesatuan menjadi dilemma, dikarenakan adanya sikap adanya beberapa daerah yang menyatakan pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (sikap disintergrasi) baik itu Papua, NAD, Maluku Selatan, dan daerah lainya, dan ketika beberapa daerah menyatakan sikap yang sama dalam hal disintergrasi, namun ada sebuah pertanyaan mengapa daerah tersebut ingin memisahkan  diri, inilah pertanyaan yang kita dapat menjawab bersama- sama, memang diakui bahwa secara pembangunan Negara kita adanya kendala dalam hal pemerataan pembangunan di seluruh daerah, adanya sikap Pemerintah pusat yang sangat dictator dalam hal mengimplementasikan Pancasila maupun Undang- undang dasar, adanya kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal sinergisitas pembangunan diberbagai sektor, baik itu ekonomi, pendidikan, kesehatan.  Penerapan beberapa kebijakan yang sangat menyikapi kondisi bangsa ini dalam konteks zaman reformasi ini diharapkan menjadi tanggung jawab moral atas kehidupan seluruh rakyat Indonesia, jika beberapa produk regulasi yang mengacu pada Undang- undang Dasar maupun pada Pancasila, seperti adanya Undang- undang No 22 Tahun 1999 maupun Undang undang No 25 tahun 2009 dan produk Undang- undang No 21 Tahun 2001 maupun Undang- undang No 32 Tahun 2004, ini menjadi harapan baru untuk bangsa Indonesia mampu keluar sebagai Bangsa yang maju dan siap bersaing dengan Negara – Negara lain seperti India,Cina, Korea, Jepang maupun Negara- negar Eropa. Sudahkan implementasi undang- undang ini dijalankan sesuai dengan amanat dan harapan rakyat? Persoalan yang sangat akut dan sangat melemahkan kredibilitas bangsa ini adalah, Budaya Korupsi yang sangat Tinggi, Sikap Pemerintah yang tidak proteksionis terhadap perkembangan globalisasi (Liberalisasi), budaya elit politik yang mengalami kehancuran moral, ancaman disintegrasi yang sangat  besar. Bagaimanakah sikap kita untuk menjaga agar pancasila sebagai roh dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tentu segera melakukan Will Politik dan control sosial diberbagai lapisan untuk menjaga dan mengawal roda kebijakan baik ditingkatan eksekutif, legislatimaupun yudikatif yang merupakan ketiga  komponen penting dalam menjaga kedaulatan bangsa ini sesuai dengan  yang digariskan oleh pancasila.

PEREMPUAN DAN INVESTIGASI KECURANGAN (FRAUD INVESTIGATION)

Oleh: Afni Sari Silaban
(Bendahara Cabang GMKI Yogyakarta MB 2016-2018)


PROSES INVESTIGASI
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), proses investigasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu :
(a) penyelidikan (KUHAP Pasal 2) : proses mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan boleh atau tidaknya penyidikan dilakukan. Penyelidikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu penyelidikan terbuka dan penyelidikan tertutup. Penyelidikan tertutup dapat dilakukan dengan penanganan informan (informan handling), pembuatan profil (profiling), pencegatan (intercept), pengawasan pengiriman (control delivery), penyamaran (undercover), dan pengawasan (surveillance). 
(b) penyidikan (KUHAP Pasal 1), proses mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 
      Menjadi seorang investigator tentu saja bukan hal yang mudah karena harus mampu menjaga standar tertinggi dalam hal integritas dan etika serta mampu bersikap objektif, teliti (cermat), taat pada standar yang berlaku, dan juga harus tepat waktu dalam melaksanakan tugasnya karena hasil pemeriksaan yang diperoleh (berupa fakta-fakta) akan ditujukan untuk membuktikan atau membantah pelanggaran yang dituduhkan. Oleh karena itu, sebagai fraudfighting professional, investigator harus memiliki 3 keterampilan utama, yaitu keterampilan analitis, keterampilan komunikasi, dan juga keterampilan teknologis. Selain itu, seorang investigator juga perlu memiliki pemahaman tentang akuntansi dan bisnis; memahami hukum sipil dan kriminal, kriminologi, isu privasi, hak pekerja, statuta fraud, dan isu-isu terkait legal fraud lainnya; memiliki kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa asing; serta memiliki pengetahuan tentang perilaku manusia (human behavior). 
      Pekerjaan sebagai investigator tampaknya sering dianggap sebagai pekerjaan khusus untuk laki-laki karena pekerjaan ini dinilai sangat berisiko. Gambaran ini dapat pula kita lihat pada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang bertugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); melakukan pengawasan terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam susunan pejabat struktural KPK, hanya ada dua orang perempuan dari total 32 orang.

PEREMPUAN & LAKI-LAKI
Dalam teori Nature (Kodrat Alam), secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Kondisi psikis dipengaruhi oleh kodrat fisik. Perempuan dengan kodrat melahirkan menyebabkan perempuan memiliki ciri-ciri psikologis yang sesuai untuk mengasuh anak, seperti sikap lemah lembut, penyabar, dan penuh kasih sayang. Sementara laki-laki memiliki psikologis yang tegar bahkan cenderung kasar. Hal ini menyebabkan laki-laki dianggap mampu mengambil peran dalam sektor publik yang keras, sekaligus sebagai pelindung untuk kaum yang dianggap lemah, yaitu perempuan (Budiman, dalam Bhasin 2002).
      Di bidang kemampuan bahasa, memori verbal, kecepatan persepsi, dan keterampilan motorik halus, perempuan memiliki performa lebih baik dibanding laki-laki. Sedangkan lakilaki memiliki performa lebih baik daripada perempuan di bidang matematika, sains, dan ilmu sosial (Halpern, Stumpf & Stanley dalam Lahey 2005). Perbedaan gender telah ditemukan pada kebanyakan budaya di seluruh dunia. (Halpern, dalam Lahey 2005). Kebanyakan penelitian juga mengatakan bahwa perempuan lebih memiliki sifat untuk memelihara, menolong, terbuka, dipercaya, kooperatif, dan dapat menyembunyikan emosi mereka dibanding laki-laki. Di sisi lain, laki-laki lebih mungkin untuk menjadi kompetitif, dominan, dan tegas (Eagly & others dalam Lahey 2005). Hal ini menyebabkan laki-laki dianggap lebih mampu untuk memimpin atau mengambil keputusan.
        Sejak kaum perempuan memiliki kesempatan memperoleh pendidikan dengan lebih baik, jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah menjadi lebih banyak. Mednick (1979: 199 dalam Lahey 2005) mengatakan bahwa meskipun jumlah perempuan yang bekerja meningkat, jenis pekerjaan yang diperoleh masih tetap berdasar konsep gender. Perempuan masih lebih banyak bekerja di bidang pelayanan jasa atau pekerjaan yang membutuhkan sedikit keterampilan seperti di bidang administrasi atau pelayan toko dan hanya sedikit yang menduduki jabatan manajer atau pengambil keputusan (Abbott dan Sapsford 1987:126 dalam Lahey 2005).
      Adanya perbedaan gender sebagai hasil dari konstruksi sosial membuat kebanyakan perempuan bertindak atau berperilaku sesuai dengan standar-standar yang telah dibuat oleh lingkungan sosialnya. Budaya yang ada di Indonesia, khususnya, juga berhasil mengotakngotakkan apa saja yang pantas dilakukan perempuan dan laki-laki, yang parahnya berhasil membatasi kreativitas atau kebebasan berekspresi kaum perempuan. Bahkan, ketika seorang perempuan ingin melepaskan dirinya dari standar sosial ini dengan menutup mata dan telinganya terhadap opini orang-orang, tidak jarang niat mereka malah dicekal oleh keluarganya sendiri. Misalnya dalam hal ini, tidak banyak perempuan yang tertarik untuk memiliki profesi sebagai inevestigator karena menganggap bahwa pekerjaan ini terlalu berisiko bahkan berbahaya untuk perempuan. Bahkan, hal ini bisa saja mendapat penolakan keras dari pihak keluarga.
      Menurut saya, kita perlu melihat sisi lain dari profesi sebagi investigator. Dalam kasus ini, penulis bukan menunjukkan sikap setuju terhadap adanya perbedaan gender sebagai akibat konstruksi sosial, melainkan kita perlu melihat peluang-peluang bagi perempuan dalam dunia investigasi. Oleh karena itu, penulis merangkum perbandingan (secara umum) antara perempuan dan laki-laki dari segi psikologis sebagai berikut.


Perempuan
Laki-laki
Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (Halpern, 2004; Stumpf & Stanley, 1998)
Memiliki kemampuan komunikasi yang relatif kurang baik
Mampu membaca bahasa tubuh dengan baik (Halpern, 2004; Stumpf & Stanley, 1998)
Kurang peka terhadap bahasa tubuh lawan bicara
Memiliki hasrat seksual yang relatif kecil (Peplau, 2003)
Terlalu mudah tertarik dengan penampilan perempuan (memiliki hasrat seksual yang relatif besar)
Lebih sering menggunakan emosi dalam pengambilan keputusan (Eagly & others, 2004)
Berpikir logis dalam pengambilan keputusan
Cenderung menghindari konflik
Berani berkonflik
Melihat sesuatu secara detail
Melihat sesuatu secara keseluruhan/umum/sederhana
Kurang percaya diri
Memiliki kepercayaan diri yang tinggi
Peduli terhadap masalah kebersihan dan kerapian
Kurang peduli masalah kebersihan dan kerapian

Berdasarkan perbandingan di atas, penulis menilai bahwa banyak hal dalam investigasi yang dapat dilakukan dengan baik oleh perempuan, bahkan lebih baik daripada laki-laki.


  1. Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh perempuan akan sangat membantu proses pengumpulan informasi, misalnya ketika mewawancarai saksi maupun terdakwa, serta mengomunikasikan hasil temuannya kepada saksi, pengadilan, dan pihak lain yang terkait.
  2. Kemampuan komunikasi juga mempermudah investigator perempuan untuk membangun rapport (kepercayaan) dengan lawan bicaranya.
  3. Kepekaan terhadap bahasa tubuh lawan bicara serta kemampuan untuk membacanya dapat membantu investigator untuk menilai apakah lawan biacaranya sedang gugup, panik, takut, malu, dan lain sebagainya, sebagai alat bantu dalam menilai informasi yang diperoleh.
  4. Ketika berhadapan dengan lawan bicara laki-laki, perempuan cenderung tidak terlalu mudah terpengaruh karena hasrat seksual yang dimiliki relatif lebih rendah dibanding laki-laki. Hal ini membuat perempuan akan tetap fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tugasnya.
  5. Kebiasaan perempuan yang cenderung melihat hal-hal secara lebih detail dibanding lakilaki, menurut saya dapat menjadi nilai tambah bagi perempuan.
  6. Kepedulian perempuan terhadap masalah kerapian akan membantu mereka dalam menyusun atau mengolah barang bukti yang telah diperoleh dengan lebih rapi sehingga akan lebih mudah diolah atau dianalisis.
  7. Dalam penyelidikan dengan cara menyamar, ketika orang yang diselidiki adalah perempuan, laki-laki akan mengalami kesulitan meluncurkan aksinya, apalagi ketika orang tersebut sering berada di tempat perkumpulan para perempuan. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, perempuan juga sangat dibutuhkan dalam proses investigasi menggunakan metode ini.
       Adalah suatu kewajaran memang ketika kita khawatir untuk keluar dari zona jaman kita, atau lebih tepatnya zona yang telah ditentukan oleh lingkungan sosial kita. Ditambah pula banyaknya bahaya yang selalu siap menjemput orang-orang yang berdiri membela kebenaran, Sedikitnya jumlah perempuan yang berkecimpung dalam dunia investigasi pada saat ini sebaiknya tidak perlu menjadi “batasan” yang berarti untuk memutuskan apakah akan bisa menggeluti profesi sebagai investigasi atau tidak karena ternyata memang banyak hal yang bisa dilakukan. Kita juga dapat melihat jejak Basaria Panjaitan, selaku Wakil Ketua KPK saat ini yang ternyata bisa membuktikan bahwa perempuan juga bisa mengambil andil dalam investigasi. Pesan utama yang selalu ia lontarkan kepada kaum perempua adalah “Jadilah perempuan anti korupsi”.




Referensi 
AMES Fraud and Corruption Investigation Response Procedure. 2013. Conducting The Investigation.
Albrecht, Albrecht, Albrecht and Zimbelman. 2012. Fraud Examination. 4th Ed. Cengage Learning.
Bhasin, Kamla. 2002. Memahami Gender. Jakarta: Teplok Press.
KPK. 2017. KPK Lantik Jaksa dan penyidik Baru dalam https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3874-kpk-lantik-jaksa-danpenyidik-baru. Diakses pada 22 februari 2017.
KPK. 2017. Pejabat Struktural KPK dalam https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/pejabatstruktural-kpk. Diakses pada 22 februari 2017.
Lahey, Benjamin B. 2005. Psychology An Introduction 9th edition. New York : McGraw-Hill.