Tuesday, September 26, 2017

PEREMPUAN DAN INVESTIGASI KECURANGAN (FRAUD INVESTIGATION)

Oleh: Afni Sari Silaban
(Bendahara Cabang GMKI Yogyakarta MB 2016-2018)


PROSES INVESTIGASI
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), proses investigasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu :
(a) penyelidikan (KUHAP Pasal 2) : proses mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan boleh atau tidaknya penyidikan dilakukan. Penyelidikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu penyelidikan terbuka dan penyelidikan tertutup. Penyelidikan tertutup dapat dilakukan dengan penanganan informan (informan handling), pembuatan profil (profiling), pencegatan (intercept), pengawasan pengiriman (control delivery), penyamaran (undercover), dan pengawasan (surveillance). 
(b) penyidikan (KUHAP Pasal 1), proses mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 
      Menjadi seorang investigator tentu saja bukan hal yang mudah karena harus mampu menjaga standar tertinggi dalam hal integritas dan etika serta mampu bersikap objektif, teliti (cermat), taat pada standar yang berlaku, dan juga harus tepat waktu dalam melaksanakan tugasnya karena hasil pemeriksaan yang diperoleh (berupa fakta-fakta) akan ditujukan untuk membuktikan atau membantah pelanggaran yang dituduhkan. Oleh karena itu, sebagai fraudfighting professional, investigator harus memiliki 3 keterampilan utama, yaitu keterampilan analitis, keterampilan komunikasi, dan juga keterampilan teknologis. Selain itu, seorang investigator juga perlu memiliki pemahaman tentang akuntansi dan bisnis; memahami hukum sipil dan kriminal, kriminologi, isu privasi, hak pekerja, statuta fraud, dan isu-isu terkait legal fraud lainnya; memiliki kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa asing; serta memiliki pengetahuan tentang perilaku manusia (human behavior). 
      Pekerjaan sebagai investigator tampaknya sering dianggap sebagai pekerjaan khusus untuk laki-laki karena pekerjaan ini dinilai sangat berisiko. Gambaran ini dapat pula kita lihat pada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang bertugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); melakukan pengawasan terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam susunan pejabat struktural KPK, hanya ada dua orang perempuan dari total 32 orang.

PEREMPUAN & LAKI-LAKI
Dalam teori Nature (Kodrat Alam), secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Kondisi psikis dipengaruhi oleh kodrat fisik. Perempuan dengan kodrat melahirkan menyebabkan perempuan memiliki ciri-ciri psikologis yang sesuai untuk mengasuh anak, seperti sikap lemah lembut, penyabar, dan penuh kasih sayang. Sementara laki-laki memiliki psikologis yang tegar bahkan cenderung kasar. Hal ini menyebabkan laki-laki dianggap mampu mengambil peran dalam sektor publik yang keras, sekaligus sebagai pelindung untuk kaum yang dianggap lemah, yaitu perempuan (Budiman, dalam Bhasin 2002).
      Di bidang kemampuan bahasa, memori verbal, kecepatan persepsi, dan keterampilan motorik halus, perempuan memiliki performa lebih baik dibanding laki-laki. Sedangkan lakilaki memiliki performa lebih baik daripada perempuan di bidang matematika, sains, dan ilmu sosial (Halpern, Stumpf & Stanley dalam Lahey 2005). Perbedaan gender telah ditemukan pada kebanyakan budaya di seluruh dunia. (Halpern, dalam Lahey 2005). Kebanyakan penelitian juga mengatakan bahwa perempuan lebih memiliki sifat untuk memelihara, menolong, terbuka, dipercaya, kooperatif, dan dapat menyembunyikan emosi mereka dibanding laki-laki. Di sisi lain, laki-laki lebih mungkin untuk menjadi kompetitif, dominan, dan tegas (Eagly & others dalam Lahey 2005). Hal ini menyebabkan laki-laki dianggap lebih mampu untuk memimpin atau mengambil keputusan.
        Sejak kaum perempuan memiliki kesempatan memperoleh pendidikan dengan lebih baik, jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah menjadi lebih banyak. Mednick (1979: 199 dalam Lahey 2005) mengatakan bahwa meskipun jumlah perempuan yang bekerja meningkat, jenis pekerjaan yang diperoleh masih tetap berdasar konsep gender. Perempuan masih lebih banyak bekerja di bidang pelayanan jasa atau pekerjaan yang membutuhkan sedikit keterampilan seperti di bidang administrasi atau pelayan toko dan hanya sedikit yang menduduki jabatan manajer atau pengambil keputusan (Abbott dan Sapsford 1987:126 dalam Lahey 2005).
      Adanya perbedaan gender sebagai hasil dari konstruksi sosial membuat kebanyakan perempuan bertindak atau berperilaku sesuai dengan standar-standar yang telah dibuat oleh lingkungan sosialnya. Budaya yang ada di Indonesia, khususnya, juga berhasil mengotakngotakkan apa saja yang pantas dilakukan perempuan dan laki-laki, yang parahnya berhasil membatasi kreativitas atau kebebasan berekspresi kaum perempuan. Bahkan, ketika seorang perempuan ingin melepaskan dirinya dari standar sosial ini dengan menutup mata dan telinganya terhadap opini orang-orang, tidak jarang niat mereka malah dicekal oleh keluarganya sendiri. Misalnya dalam hal ini, tidak banyak perempuan yang tertarik untuk memiliki profesi sebagai inevestigator karena menganggap bahwa pekerjaan ini terlalu berisiko bahkan berbahaya untuk perempuan. Bahkan, hal ini bisa saja mendapat penolakan keras dari pihak keluarga.
      Menurut saya, kita perlu melihat sisi lain dari profesi sebagi investigator. Dalam kasus ini, penulis bukan menunjukkan sikap setuju terhadap adanya perbedaan gender sebagai akibat konstruksi sosial, melainkan kita perlu melihat peluang-peluang bagi perempuan dalam dunia investigasi. Oleh karena itu, penulis merangkum perbandingan (secara umum) antara perempuan dan laki-laki dari segi psikologis sebagai berikut.


Perempuan
Laki-laki
Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (Halpern, 2004; Stumpf & Stanley, 1998)
Memiliki kemampuan komunikasi yang relatif kurang baik
Mampu membaca bahasa tubuh dengan baik (Halpern, 2004; Stumpf & Stanley, 1998)
Kurang peka terhadap bahasa tubuh lawan bicara
Memiliki hasrat seksual yang relatif kecil (Peplau, 2003)
Terlalu mudah tertarik dengan penampilan perempuan (memiliki hasrat seksual yang relatif besar)
Lebih sering menggunakan emosi dalam pengambilan keputusan (Eagly & others, 2004)
Berpikir logis dalam pengambilan keputusan
Cenderung menghindari konflik
Berani berkonflik
Melihat sesuatu secara detail
Melihat sesuatu secara keseluruhan/umum/sederhana
Kurang percaya diri
Memiliki kepercayaan diri yang tinggi
Peduli terhadap masalah kebersihan dan kerapian
Kurang peduli masalah kebersihan dan kerapian

Berdasarkan perbandingan di atas, penulis menilai bahwa banyak hal dalam investigasi yang dapat dilakukan dengan baik oleh perempuan, bahkan lebih baik daripada laki-laki.


  1. Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh perempuan akan sangat membantu proses pengumpulan informasi, misalnya ketika mewawancarai saksi maupun terdakwa, serta mengomunikasikan hasil temuannya kepada saksi, pengadilan, dan pihak lain yang terkait.
  2. Kemampuan komunikasi juga mempermudah investigator perempuan untuk membangun rapport (kepercayaan) dengan lawan bicaranya.
  3. Kepekaan terhadap bahasa tubuh lawan bicara serta kemampuan untuk membacanya dapat membantu investigator untuk menilai apakah lawan biacaranya sedang gugup, panik, takut, malu, dan lain sebagainya, sebagai alat bantu dalam menilai informasi yang diperoleh.
  4. Ketika berhadapan dengan lawan bicara laki-laki, perempuan cenderung tidak terlalu mudah terpengaruh karena hasrat seksual yang dimiliki relatif lebih rendah dibanding laki-laki. Hal ini membuat perempuan akan tetap fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tugasnya.
  5. Kebiasaan perempuan yang cenderung melihat hal-hal secara lebih detail dibanding lakilaki, menurut saya dapat menjadi nilai tambah bagi perempuan.
  6. Kepedulian perempuan terhadap masalah kerapian akan membantu mereka dalam menyusun atau mengolah barang bukti yang telah diperoleh dengan lebih rapi sehingga akan lebih mudah diolah atau dianalisis.
  7. Dalam penyelidikan dengan cara menyamar, ketika orang yang diselidiki adalah perempuan, laki-laki akan mengalami kesulitan meluncurkan aksinya, apalagi ketika orang tersebut sering berada di tempat perkumpulan para perempuan. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, perempuan juga sangat dibutuhkan dalam proses investigasi menggunakan metode ini.
       Adalah suatu kewajaran memang ketika kita khawatir untuk keluar dari zona jaman kita, atau lebih tepatnya zona yang telah ditentukan oleh lingkungan sosial kita. Ditambah pula banyaknya bahaya yang selalu siap menjemput orang-orang yang berdiri membela kebenaran, Sedikitnya jumlah perempuan yang berkecimpung dalam dunia investigasi pada saat ini sebaiknya tidak perlu menjadi “batasan” yang berarti untuk memutuskan apakah akan bisa menggeluti profesi sebagai investigasi atau tidak karena ternyata memang banyak hal yang bisa dilakukan. Kita juga dapat melihat jejak Basaria Panjaitan, selaku Wakil Ketua KPK saat ini yang ternyata bisa membuktikan bahwa perempuan juga bisa mengambil andil dalam investigasi. Pesan utama yang selalu ia lontarkan kepada kaum perempua adalah “Jadilah perempuan anti korupsi”.




Referensi 
AMES Fraud and Corruption Investigation Response Procedure. 2013. Conducting The Investigation.
Albrecht, Albrecht, Albrecht and Zimbelman. 2012. Fraud Examination. 4th Ed. Cengage Learning.
Bhasin, Kamla. 2002. Memahami Gender. Jakarta: Teplok Press.
KPK. 2017. KPK Lantik Jaksa dan penyidik Baru dalam https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3874-kpk-lantik-jaksa-danpenyidik-baru. Diakses pada 22 februari 2017.
KPK. 2017. Pejabat Struktural KPK dalam https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/pejabatstruktural-kpk. Diakses pada 22 februari 2017.
Lahey, Benjamin B. 2005. Psychology An Introduction 9th edition. New York : McGraw-Hill.

0 comments:

Post a Comment