Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Saturday, February 25, 2017

Nota Keberatan GMKI atas Kebijakan Executive Order Amerika Serikat

NOTA KEBERATAN 
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA ATAS KEBIJAKAN EXECUTIVE ORDER AMERIKA SERIKAT

Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menyesalkan Pemerintah Amerika Serikat yang akan mengeluarkan perintah lanjutan pada akhir pekan ini mengenai larangan bagi imigran dan pengungsi dari tujuh negara di kawasan Timur Tengah untuk masuk ke wilayah negara Amerika Serikat. Kebijakan terbaru ini tetap akan dikeluarkan, padahal beberapa waktu yang lalu, Pengadilan Amerika Serikat sudah menangguhkan kebijakan Executive Order mengenai larangan tersebut. Tujuh negara  yang disebutkan dalam EO tersebut adalah negara Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Somalia, dan ditambah pengungsi dari seluruh dunia. Perintah eksekutif Trump mengenai imigrasi telah melanggar prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang dihormati dan disepakati diantara negara-negara beradab secara internasional. Setidaknya tindakan diskriminatif tersebut telah mencederai norma yang kita junjung bersama sebagai berikut:
1. Executive Order telah nyata melanggar prinsip non diskriminasi dan non-refoulment dalam hukum internasional. Dalam menangani permasalahan pengungsi, Amerika seharusnya menjunjung dua prinsip tersebut mengingat Amerika telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Mengenai Status Pengungsi 1951 serta Protokol 1967 nya. Tindakan Trump dalam hal ini yang mengatasnamakan semata-mata pencegahan terorisme sesungguhnya salah sasaran dan justru merusak upaya dunia menyelesaikan permasalahan terorisme secara global. Pemerintah Amerika seharusnya lebih giat bertindak mengatasi akar permasalahan pengungsi serta teror melalui upaya global pengentasan kemiskinan daripada melakukan solusi sepihak yang hanya menimbulkan permasalahan baru.
2. Perintah Eksekutif ini tidak lain adalah bentuk diskriminasi bagi para pekerja dan pencari kerja imigran yang ingin maupun telah memberi kontribusi positif bagi Amerika. Tindakan negatif ini bahkan diberikan hanya karena para imigran itu berasal dari negara tertentu saja. Diskriminasi ini adalah bertentangan dengan norma yang dijaga dalam Convention Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation. Terlepas sejauh ini Amerika bukan pihak yang meratifikasi Konvensi ini, Amerika harus mengingat bahwa standar dan perlindungan yang dianut dari Konvensi ini telah disepakati oleh lebih dari 100 negara sejak kelahiran Konvensi ini pada tahun 1958 hingga sekarang. Dan lebih utamanya lagi, sejatinya hak atas pekerjaan adalah merupakan bagian penting dari hak asasi seorang manusia sehingga setiap orang seharusnya dapat mengejar penghidupan yang lebih baik menurutnya dan bebas dari tindakan diskriminatif.
3. Dunia berada dalam tantangan besar untuk memelihara perdamaian dan solidaritas bersama di antara perbedaan-perbedaan ekstrem yang ada diantara masyarakat. Kehadiran perintah eksekutif ini menimbulkan kekhawatiran bahwa upaya pemeliharaan perdamaian dan keinginan kita semua untuk merasa aman dari bahaya teror semakin terganggu ke depannya. Dengan adanya penekanan khusus terhadap negara-negara tertentu dalam perintah ini sangatlah berpotensi menimbulkan sentimen negatif di tengah masyarakat yang bisa memantik potensi konflik sosial di tengah-tengah masyarakat global.

Pemerintahan Trump di berbagai media telah menjelaskan berulang-ulang Kebijakan EO bertujuan melindungi Negara Amerika Serikat dari ancaman terorisme. Namun dampak dari EO dikhawatirkan malah memicu kembali meningkatnya konflik antar umat beragama. Hal ini tidak sesuai dengan semangat perdamaian dunia yang saat ini sedang dalam tahap rekonsiliasi bersama. GMKI menilai kebijakan ini akan menghasilkan multiplier effect yang membahayakan kehidupan sosial masyarakat di dunia. Upaya pewujudan perdamaian dunia akan semakin sulit akibat EO yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat, termasuk juga upaya penyelesaian masalah pengungsi dari Timur Tengah. Oleh karena itu, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia menyampaikan:
1. Terorisme merupakan musuh bersama masyarakat dunia, kebijakan seperti yang diterbitkan oleh Presiden Donald Trump bukanlah solusi atas persoalan terorisme. Perlawanan terhadap  terorisme menjadi prioritas utama yang dilakukan setiap negara di seluruh dunia melalui kerja sama  bilateral maupun multilateral pada bidang keamanan dan pertahanan.
2. GMKI menilai EO yang diterapkan oleh Presiden Trump merupakan sikap Negara Amerika Serikat yang diskriminatif dan eksklusif terhadap masyarakat dunia. Presiden Donald Trump telah melupakan jati diri budaya masyarakat Amerika Serikat yang selama ini terbuka, demokratis, toleran, dan inklusif seperti yang termaktub dalam  Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.
3. Demi cita luhur menciptakan perdamaian dunia bagi kita semua, kami meminta agar Pemerintah Amerika Serikat mempertimbangkan kembali dan mencabut perintah lanjutan ini untuk kebaikan kita semua. Kami juga mengingatkan kembali sebagai sahabat agar Amerika kembali fokus kepada semangat awal pendiriannya sebagai bangsa yang sangat menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan dan melakukan upaya yang sejalan dengan semangat itu.
Demikian Nota Keberatan ini kami buat agar dijadikan perhatian khusus oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Terima kasih.

Jakarta, 24 Februari 2017
Atas nama Pengurus Pusat GMKI
Sahat Martin Philip Sinurat (Ketua Umum)
Alan Christian Singkali (Sekretaris Umum)

Thursday, February 23, 2017

Pernyataan Resmi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia terkait Persoalan Kontrak PT. Freeport Indonesia

Pernyataan Resmi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia terkait Persoalan Kontrak PT. Freeport Indonesia: Freeport Harus Berhati-hati Dalam Mengambil Sikap


Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia masih belum menemukan titik temu dalam kesepakatan perpanjangan kontrak tambang di Grasberg, Papua. Melihat potensi kekisruhan yang dapat terjadi akibat persoalan ini, maka Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia:

Pertama, meminta PT. Freeport Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam mengambil sikap perusahaan. Sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai aturan pelaksana, maka pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Minerba Nomor 4 tahun 2009 yang mewajibkan seluruh perusahaan pertambangan di Indonesia agar membangun pabrik pemurnian (smelter) dengan jangka waktu lima tahun setelah diterbitkannya Undang-Undang. Dalam persoalan dengan PT. Freeport Indonesia, waktu yang diberikan sesuai UU seharusnya sampai tahun 2014, namun PT. Freeport Indonesia ternyata belum melakukan tanggung jawabnya. Pemerintah masih memberikan kelonggaran bagi PT. Freeport Indonesia yang ingin tetap melakukan ekspor konsentrat, dengan mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam IUPK tersebut juga tetap disyaratkan untuk membangun smelter selama 5 tahun sejak diberlakukannya IUPK. Pemegang IUPK juga diwajibkan melakukan divestasi saham hingga 51%. Namun PT Freeport Indonesia masih juga menolak perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Seharusnya PT. Freeport Indonesia menyadari posisinya sebagai korporasi yang berhadapan dengan negara yang harus menegakkan aturan yang berdasarkan konstitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua, menyesalkan keputusan PT. Freeport Indonesia yang melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Pemerintah Indonesia sudah memberikan izin terbaru terkait ekspor konsentrat, dengan syarat PT. Freeport Indonesia sepakat mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun PT. Freeport Indonesia menolak tawaran tersebut dan lebih memilih untuk mengurangi produksi tambangnya dan memecat para pegawai PT. Freeport Indonesia. Sangat disayangkan, konsekuensi akibat keengganan PT. Freeport Indonesia menjalankan tanggung jawab sesuai aturan pemerintah Indonesia malah dibebankan kepada para pekerja yang selama ini sudah menjalankan tanggung jawab pekerjaannya dan memberikan keuntungan kepada perusahaan. Untuk itu, kami meminta PT. Freeport Indonesia untuk menghormati hak-hak tenaga kerja dengan tidak melakukan pemutusan kontrak kerja secara semena-mena.

Ketiga, mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam permasalahan kesepakatan kontrak dengan PT. Freeport Indonesia termasuk dalam menghadapi upaya PT. Freeport Indonesia membawa persoalan ini ke Badan Arbitrase Internasional, selama itu ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia di Tanah Papua, terkhusus penduduk asli Papua. Sejalan dengan itu, Pemerintah pusat harus selalu melibatkan pemerintah daerah Papua dalam pembicaraan dan negosiasi dengan pihak PT. Freeport Indonesia. PT. Freeport Indonesia juga harus menyelesaikan tanggung jawabnya untuk membayar retribusi air kepada pemerintah daerah Papua dan membangun smelter di Tanah Papua.

Keempat, menolak adanya upaya intervensi ataupun berbagai tekanan lainnya yang mungkin saja akan dilakukan demi kepentingan kelompok tertentu. Untuk itu, Pengurus Pusat GMKI memastikan kesiapan puluhan ribu anggota dan senior GMKI di Tanah Papua untuk berperan aktif menjaga stabilitas daerah dan mengantisipasi berbagai gejolak yang mungkin saja terjadi akibat permasalahan ini. Sebagai salah satu basis organisasi, GMKI selalu konsisten memperjuangkan keadilan dan peningkatan kesejahteraan terhadap penduduk asli Papua. Untuk itu, GMKI akan mengawal proses kesepakatan kontrak ini agar berjalan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia di Papua.

Demikian pernyataan resmi Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia. Terimakasih atas perhatiannya.

Jakarta, 21 Februari 2017
Atas nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia,
Sahat Martin Philip Sinurat (Ketua Umum)
Alan Christian Singkali (Sekretaris Umum)

Tembusan:
World Council of Churches (Dewan Gereja Sedunia)
World Student Christian Federation (Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia)
World Student Christian Federation of North America (Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia Regional Amerika Utara)
World Student Christian Federation of Asia Pasific (Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia Regional Asia Pasifik)
Student Christian Movement in United States of America (Gerakan Mahasiswa Kristen Amerika Serikat)