Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Tuesday, February 3, 2015

Siapkah Melayani sebagai Hamba?

Dalam Injil Lukas 17:7-10, kita bisa menghayati perumpamaan seorang hamba yang bekerja pada seorang tuan. Tuan tersebut mempunyai ladang dan ternak.


Dalam ayat 10, Tuhan Yesus mengingatkan para murid dalam menjalankan tugasnya untuk tidak mengharapkan imbalan dari pelayanannya. Mereka harus mengingat bahwa mereka melakukan apa yang harus dilakukan (tanggung jawab mereka).


Pelayanan yang identik dengan pengabdian juga harus dijalani dengan ikhlas. Supaya menghindari sikap seperti orang Farisi yang berpikiran bahwa pelayanan berbanding lurus dengan pahala yang mereka terima.


Melalui perumpamaan dalam perikop tersebut, Yesus juga mengajarkan agar tidak kuatir. Allah adalah Tuhan yang baik. Ia akan membalas menurut kehendak-Nya.


Saat ini, konsep pelayanan yang menghayati hati hamba seolah menjadi hal yang paling dicari. Mengapa?


Dogma teologi kemakmuran yang sempit menjadi marak saat ini. Dimana singkatnya dogma ini menganjurkan orang untuk lebih sering melayani dan memberi agar diberkati dengan berlimpah. Finansial dan kekayaan menjadi tolak ukurnya.


Dalam gereja, sering terjadi perpecahan. Benarkah itu adalah pertambahan variasi penafsiran atau perpecahan gereja terkait dengan finansial?


Ada kasus jemaat membuat gereja sendiri karena pelayan Tuhan di gereja asalnya tidak mau melayani maksimal. Pelayan Tuhan tersebut melakukan pelayanan dengan melihat ekonomi jemaatnya. Ia lebih peduli dan lebih melayani orang yang kaya.


Hal tersebut membawa kita pada penghayatan bahwa menjadi orang yang rendah hati dan tulus itu tidak mudah. Tapi kita hendaknya menjadi orang yang rendah hati. Meskipun kita sudah berjasa banyak dan tidak mendapat penghargaan.


Jika kita mengingat kisah Yunus, ia berusaha meninggalkan tanggung jawab pelayanan yang diberikan Tuhan. Sehingga kemudian ia dihukum oleh Tuhan agar berbalik menjalankan tanggung jawab pelayanannya.


Dari kisah Yunus tersebut, kita bisa menghayati bahwa tanggung jawab dari Tuhan itu penting dan berharga. Termasuk pelayanan kita dimanapun kita berada atau ditempatkan.


Kita harus menjalani pelayanan sebagai ungkapan terima kasih atas berkat Tuhan dalam hidup kita. Pelayanan yang memaksimalkan talenta kita juga merupakan ungkapan terima kasih kita kepada Tuhan. Serta menjadi usaha untuk menghayati jati diri kita sebagai manusia dan menjadi berguna sebagai manusia.


Dalam berpelayanan dan pekerjaan, kita harus keluar dari kotak pemikiran sebagai budak. Kita harus mengembangkan kreativitas dan keseimbangan.


Dalam berpelayanan, kita juga jangan membedakan antara rohani dengan duniawi. Dunia adalah pelayanan kita juga. Seperti sering kita sebut dengan Tiga Medan Layan GMKI (Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat).


Akhirnya, siapkah kita melayani sebagai hamba yang rendah hati dan menghayati hidupnya?


Kiranya kita tetap berhikmat, profesional, dan totalitas dalam melayani. Seperti kata Antonio de Milo: “Seorang penyapu sungguh-sungguh menyapu seperti pelukis yang melukis dengan indah”.






--------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini merupakan hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Yogyakarta 22 Januari 2015. Di Student Centre GMKI Cabang Yogyakarta, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.

Saudara Leoderik Papuara (Sekfung Infokom, BPC GMKI Yogyakarta MB. 2014-2016) sebagai pelayan Firman Tuhan. Saudara Herman Ngkaia (Sekfung Akspel, BPC GMKI Yogyakarta MB. 2014-2016) sebagai pembawa acara.

Saturday, January 24, 2015

Resolusiku

Dalam kehidupan, ada orang yang merasa waktu berjalan cepat. Tapi ada juga yang merasa waktu berjalan lama.

Dalam kehidupan kita yang panjang, kita sering diajak untuk mendalami bagaimana kita menjalani hidup kita, sudah seperti apa hidup kita rencanakan, dan bagaimana realitas hidup kita hari ini.

Dalam menjalani tahun yang baru, kita sering diajak untuk membuat resolusi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat. Resolusi juga asalah pernyataan tertulis, biasanya berupa tuntutan tentang suatu hal.

Sedangkan di Wikipedia, Resolusi tahun baru adalah tradisi sekuler yang umumnya berlaku di dunia barat dimana seseorang berjanji akan melakukan tindakan atau sebuah komitmen untuk melakukan tindakan perbaikan diri yang dimulai tahun yang baru. Contohnya adalah lulus studi, menyelesaikan proses pelayanan, dan belajar banyak tentang konseling.

Resolusi bisa dikaitkan dengan Visi, Misi, dan Usaha. Banyak hal yang dilakukan untuk mencapai resolusi. Tapi banyak hal juga yang bisa menyebabkan resolusi itu gagal dicapai.

Secara singkat, ada 4 hal yang bisa menjadi penyebab resolusi gagal dicapai. Yakni:
1.  Resolusi terlalu besar dan terlalu sulit dijangkau
2.  Resolusi tidak dijalankan dengan tekad
3.  Tidak ada kontrol dan pengingat
4.  Kita terkadang merasa bisa melakukan sendiri tanpa tuntunan Tuhan.

Terkait resolusi dan kehidupan manusia, kita bisa belajar dari kitab Mazmur 90:1-17. Mazmur ratapan tersebut merupakan doa Musa yang dinyanyikan.

Musa adalah seorang tokoh besar yang membawa keluar umat Israel dari tanah Mesir. Ibunya bernama Yokhebed. Sedangkan bapaknya bernama Amran.

Perjuangan Musa sangat panjang. Tapi Allah selalu menopang dan menguatkan Musa.

Dalam Mazmur 90:1-17, kita melihat beberapa bagian Mazmur. Ayat 1-2 menjelaskan Musa mencoba melihat dan menyaksikan Allah adalah Penciptanya. Seringkah kita menyadari Allah yang menciptakan?

Ayat 3-6 Musa menjelaskan kekuatan Tuhan yang luar biasa dibandingkan kekuatan manusia. Kehidupan manusia juga singkat seperti di giliran jaga di waktu malam.

Dalam budaya Yunani, ada 4 kali giliran jaga di waktu malam. Sedangkan dalam budaya Ibrani, ada 3 kali giliran jaga malam. Padahal waktu jaga malam itu berlangsung selama jam 6 sore sampai 6 pagi. Sehingga giliran jaga di waktu malam itu sangat singkat.

Hal yang menarik adalah di dalam ayat 7-10. Kita bisa menghayati bahwa masa hidup manusia dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan. Hidup ini tak selalu seperti kita rencanakan.

Kehidupan yang kita jalani juga perlu kita maknai. Karena hidup yang tidak dimaknai adalah hidup yang tidak patut dijalani.

Dalam ayat 12-17, kita bisa melihat Allah mengajari umat Israel memahami  keberadaan di hadapan Allah. Bagaimana kita di hadapan Allah?

Di balik kelemahan kita, kita sering menyadari ada kekuatan Tuhan yang menyertai kita. Kita mengalami rahmat Allah.

Resolusi atau rencana yang kita buat akan gagal jika kita tidak melibatkan Allah dalam perencanaan. Resolusi juga akan gagal jika kita menyadari keberadaan kita di hadapan Allah dan jika kita tidak menyadari diri kita.

Saat ini, apakah kita sudah sungguh-sungguh mengenali diri kita? Apakah kita menyadari Allah yang memberi rahmat kepada kita? Kedamaian kita bisa kita alami jika kita merasakan Allah yang Mengampuni diri kita.

Resolusi yang kita bangun adalah belajar dari pengalaman, dari kesalahan, dan dari kehidupan yang telah kita jalani. Injil Yohanes mengatakan: Jika kita tidak dekat dengan Allah, kita tidak bisa berbuah apa-apa. Apakah kita merasakan kedekatan dengan Allah?

Rahmat Allah akan membuat kita sukses mewujudkan resolusi yang kita rencanakan bersama Allah.





------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini merupakan hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta. Pada hari Kamis, 15 Januari 2015. Saudara Lamhot Augustinus Sihaloho sebagai pelayan Firman Tuhan. Dan saudara Leoderik Papuara sebagai pembawa acara.