Monday, November 14, 2016

Diskusi Perempuan dan Dunia: Kekerasan terhadap Perempuan dalam Alkitab

Untuk Mengenang Tamar*


Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih marak dan makin meningkat di masyarakat kita. Pelakunya pun bukan hanya orang dewasa. Tapi juga anak-anak di bawah umur.
Sebagai Firman Tuhan sekaligus teks suci, Alkitab juga menuliskan kisah-kisah tentang kekerasan terhadap perempuan. Sehingga bisa disebut sebagai text of terror karena ada teks yang sangat sadis.
Salah satu teks kisah kekerasan terhadap perempuan adalah teks kisah Tamar yang diperkosa oleh Amnon. Teks tersebut bisa kita lihat di kitab 2 Samuel 13:1-39.
Dalam kisah Tamar, ada 4 figur atau tokoh laki-laki. Yakni: Amnon, Yonadab, Daud, dan Absalom. Tamar dan 4 figur laki-laki tersebut merupakan bagian dari satu keluarga besar Daud. Tapi masing-masing punya relasi yang berbeda-beda kondisinya.
Absalom, Amnon, dan Tamar merupakan saudara seayah yang beda ibu. Tapi Amnon lebih dekat dengan Yonadab, saudara sepupunya, daripada kepada Absalom. Sebagaimana bisa kita baca bagaimana Yonadab menjadi teman curhat Amnon dan memberikan saran rencana sandiwara bagi Amnon.
Sebagai ayah, Daud tidak terlalu mengawasi Amnon, Tamar, dan Absalom. Daud terkesan memanjakan dan hanya mengikuti permintaan Amnon. Sehingga Amnon bisa bebas memainkan sandiwara berpura-pura sakit dengan tujuan menjebak dan memperkosa Tamar.
Sedangkan Absalom sebagai saudara Tamar hanya melindungi Tamar di rumahnya. Bahkan menyuruh Tamar untuk merahasiakan peristiwa perkosaannya. Atau dengan kata lain Absalom membungkam Tamar sebagai korban perkosaan.
Jika kita mencermati tempat dan waktu peristiwa pemerkosaan Tamar terjadi, kita menemukan peristiwa pemerkosaan tersebut terjadi di kamar Amnon di dalam istana. Alias di rumah mereka sendiri saat siang hari. Sehingga menunjukkan tidak ada tempat dan waktu yang benar-benar aman bagi perempuan.
Sebelum Amnon memperkosa Tamar, kita mendapati Tamar menolak dan menegur Amnon sebanyak 2 kali. Tapi Amnon tidak mau mendengarkannya dan memperkosa Tamar. Tamar juga memakai baju kurung panjang yang menyanggah asumsi tentang pakaian yang menimbulkan perkosaan. Sehingga permasalahannya adalah pikiran laki-laki yang harus dikontrol dan bukan semata selalu menyalahkan perempuan.
Mungkin menjadi pertanyaan kita selanjutnya adalah mengapa nama Allah atau Tuhan tidak disebutkan dalam kisah Tamar tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Allah bisa hadir dalam peran-peran orang. Misalnya Tamar yang mengingatkan dan menasehati Amnon.
Sebagian besar dari kita mungkin berpendapat bahwa masalah antara Amnon, Tamar, dan Absalom selesai dengan terbunuhnya Amnon oleh Absalom. Serta diampuninya Absalom oleh Daud.
Ya, tidak banyak dari kita yang mempertanyakan bagaimana kondisi Tamar. Khususnya setelah Tamar diperkosa, berdiam diri di rumah Absalom, setelah Absalom membunuh Amnon, dan setelah Absalom diampuni oleh Daud.
Tamar sebagai korban perkosaan Amnon dibungkam suaranya. Setelah 2 tahun, peristiwa Tamar dijadikan alasan untuk Absalom membunuh Amnon saat terjadi perebutan tahta kerajaan. Bahkan Daud sebagai ayah mereka cuma marah dan berdiam diri tanpa tindakan tegas yang jelas.
Kisah Tamar kiranya menjadi refleksi bagi kita tentang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang marak terjadi. Menurut data Rifka Annisa, kekerasan seksual dan kekerasan lainnya lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat. Bahkan terbanyak dilakukan oleh partner-nya sendiri.
Lalu, dalam menghadapi kekerasan, apa yang sudah dilakukan oleh Gereja dan masyarakat?
Gereja seharusnya memberikan pembinaan/pendampingan pastoral (katekisasi) pra-nikah minimal 3 bulan. Dimana materi pembinaan atau pendampingannya juga mencakup tentang gender, pendidikan seksual, cara merawat anak, dan kekerasan.
Jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, Gereja seharusnya bukan hanya melakukan siasat atau disiplin gerejawi saja. Tapi juga harus melakukan pendampingan. Bahkan seharusnya Gereja juga mengadakan pendampingan pasca nikah juga.
Janganlah Gereja terlalu sibuk mengurusi liturgi dan internalnya saja. Tapi Gereja harus peduli dengan masalah-masalah sosial juga.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita pun bisa berbuat banyak dalam isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kita perlu menyuarakan suara-suara korban yang terbungkam dan terbatas. Kita bisa mengadakan seminar atau diskusi tentang kekerasan dalam pacaran (KDP) dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kita pun bisa melakukan advokasi serta pendampingan terhadap korban dan pelaku kekerasan. Tentunya kita bisa bekerjasama dengan berbagai pihak yang concern terhadap isu tersebut, menyediakan ruang khusus konseling atau konsultasi, membuat Women Crisis Centre, serta melatih konselor dan aktivis advokasi.
Mari lakukan untuk mengenang Tamar!



* Tulisan ini merupakan ringkasan hasil Diskusi Dwimingguan “Perempuan dan Dunia” GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 9 November 2016 oleh Christian Apri Wijaya.
Diskusi bertopik “Kekerasan terhadap Perempuan dalam Alkitab” tersebut difasilitasi oleh ibu Pendeta Asnath Niwa Natar yang merupakan Pendeta dari sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) sekaligus dosen Fakultas Teologi, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Mengajar Pastoral dan Teologi Feminis.

0 comments:

Post a Comment