Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Thursday, May 22, 2014

Sudah Bangkit dan Merdeka?


Kebangkitan Nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 yang disertai berdirinya perkumpulan/organisasi pemuda lainnya. Perkumpulan atau organisasi tersebut mengangkat persoalan-persoalan bangsa. Pemuda sebagai tokoh sentral gerakan kebangkitan nasional Indonesia. Sampai  goal-nya pada kemerdekaan Indonesia.
Setelah satu abad lebih (106 tahun) Kebangkitan Nasional Indonesia berlalu, wacana-wacana kebangsaan yang lama masih terus diangkat sampai sekarang. Misalnya kemiskinan, kebodohan, penindasan, kekerasan, dan lain-lain.
Hari Kebangkitan Bangsa/Nasional Indonesia sudahkah dimaknai dengan Kebangkitan dari persoalan bangsa/nasional sekarang?  Bagaimana dengan nilai-nilai Pancasila saat ini?
Kebangkitan Nasional Indonesia hampir dilupakan. Terutama di tahun politik saat ini. Sehingga perlu ada usaha untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kebangkitan nasional Indonesia.
Mulai 21 Mei 1998, kita masuk era Reformasi. Reformasi bisa diartikan sebagai proses pembaruan. Apa kabarnya Reformasi kita hari ini?
Merefleksi Kebangkitan Nasional Indonesia saat ini, agenda reformasi seperti stagnan. Pasca Reformasi 1998, seharusnya perlu ada cetak biru (blue print) tentang Indonesia yang dicita-citakan. Reformasi seharusnya bukan cuma struktural saja. Tapi menyangkut ideologi dan sistem.
Pemiskinan dan pembodohan masih relevan menjadi isu sentral saat ini. Pemiskinan dan pembodohan juga bisa kita jadikan musuh bersama saat ini.
Sejarah Gereja menunjukkan isu yang menjadi sorotan adalah pendidikan dan kesehatan. Visi mewujudkan shallom Allah menjadi visi yang menjiwai. Ironisnya, Gereja saat ini terkesan lebih sibuk dengan program-program internal dan kerohanian. Kurang mendalami permasalahan bangsa.
Kembali ke Pancasila, nilai-nilai Pancasila perlu kembali digelorakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bukan hanya pemanis regulasi.
Membangun integritas menjadi kebutuhan krusial di tengah permasalahan etika moral bangsa saat ini. Orang yang getol menyuarakan etika moral politik. Ternyata malah melanggarnya. Yang salah orangnya atau sistemnya?
Ekonomi Indonesia saat ini dibatasi dengan sistem yang kurang/tidak menimbulkan interaksi antar personal. Pasar modern memudarkan dan menghilangkan interaksi antar personal. Termasuk mempengaruhi budaya masyarakat.
Tiap orang saat ini menjadi hedonis dan individualis. Budaya dan ekonomi liberal merasuk juga dalam dunia pendidikan dan kesehatan. Ekonomi lokal Indonesia seolah kalah dengan ekonomi asing. Dan memunculkan pertanyaan: Sudah siapkah Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi perdagangan bebas?
Indonesia saat ini belum sepenuhnya merdeka. Paradigma hukum perlu kita luruskan. Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Kesenjangan sosial dan budaya kolonial saat ini juga masih terasa mempengaruhi sistem dan struktur sosial Indonesia. Untuk itu, Indonesia membutuhkan persatuan dan kesatuan memecahkan permasalahan bangsa yang kompleks.
Aksi untuk memecahkan masalah bukan hanya turun ke jalan. Aksi intelektual dan aksi nyata bisa juga kita kembangkan. Mengkritik dengan tulisan, menginisiasi pendidikan alternaltif, dan lain-lain.
Orang-orang besar lahir dari tindakan dan karya yang nyata. Dimana tindakan dan karya tersebut dilandasi pengetahuan/referensi yang kuat. Membaca, berdiskusi, menulis, dan bersosialisasi menjadi aktivitas penting. Karena mahasiswa yang sejati adalah mahasiswa yang kritis, terasah kepekaan sosialnya, mengaplikasikan ilmunya, dan mampu berinteraksi/bersosial.
Dari pelaksanaan peraturan-peraturan yang ada, kita bisa cari celah untuk mengkritisi dan melakukan aksi nyata. Bidang pekerjaan apapun bisa kita manfaatkan untuk melakukan sesuatu yang mengarah pada kebaikan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan.
Potensi yang ada perlu diberdayakan dan dimaksimalkan meskipun menjadi minoritas kreatif. Isu budaya populer bisa kita manfaatkan untuk membangun kesadaran dan rasa kebangsaan.
Kearifan lokal sangat perlu diangkat dalam permasalahan bangsa saat ini. Karena sebenarnya inti dari permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah kehilangan integritas.
Sebagai negara dunia ketiga, kita perlu memantapkan lagi identitas diri. Tapi sekarang ini ada semacam standarisasi pendidikan tanpa pemenuhan fasilitas yang memadai.
Kita dipaksa untuk bisa dan hebat oleh negara. Padahal fasilitas sistem tidak mendukung. Motivator pun menjadi makin marak belakangan ini untuk “menyemangati” orang-orang yang kebingungan.
Dalam GMKI, kekristenan yang oikumene harus juga dilandasi dengan nasionalisme. Fungsi kritik dan kontrol perlu dilakukan setiap saat. Sehingga menjadi garam dan terang dalam konteks ke-Indonesia-an.
GMKI, sebagai gereja incognito, perlu lebih lagi menjiwai kesatuan tubuh Kristus. Konflik internal dan eksternal yang ada perlu disikapi serta dipecahkan dengan bijak. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan dan menghambat peran kita untuk mewujudkan shallom Allah.
Jangan kita hanya berdiskusi dan berkoar-koar tentang idealisme. Tapi kita juga perlu berdiskusi dan berupaya untuk mempertahankan idealisme di dunia nyata. Karena seringkali idealisme bisa hilang karena kebutuhan yang harus dipenuhi dan kenyamanan hidup (jabatan dan kedudukan).
Akhirnya, mari kita mencapai tujuan untuk menjadi orang yang memiliki spritualitas, integritas, dan profesionalitas!







Hasil diskusi tematis GMKI Cabang Yogyakarta 21 Mei 2014 bertema “Kebangkitan Nasional dan Refleksi Reformasi Indonesia”. Diskusi dipantik oleh Gloriansi Umbu Heingu Deta (Ketua Cabang BPC GMKI Yogyakarta 2011-2013) dan dimoderatori oleh Herman Ngkaia (Sekfung Akspel, BPC GMKI Yogyakarta 2014-2016).