Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Wednesday, September 4, 2013

Hakikat Kekuasaan

Kita tentu kenal pendapat umum yang mengatakan bahwa kekuasaan selalu korup. Kekuasaan cenderung dipakai untuk melindungi diri dan kepentingan sendiri sambil pada saat yang sama merusak dan menghancurkan hidup orang lain. Pendapat umum ini hendak menegaskan bahwa kekuasaan adalah suatu realita yang tidak netral. Ia selalu berpihak apakah kepada kebaikan dan kesejahteraan bersama atau kepada kebaikan dan kesejahteraan sendiri.

Belajar dari kenyataan kekuasaan yang cenderung berpihak itu, sepanjang sejarah, manusia menyusun dan menetapkan konsep-konsep yang berguna untuk mengatur dan mengendalikan kekuasaan ke arah kebaikan dan kesejahteraan semua (bersama), yang secara implisit mengandung di dalamnya tujuan untuk mencegah penggunaan kekuasaan secara destruktif.

Salah satu konsep yang dianggap sangat efektif adalah konsep demokrasi yang secara khusus yang membagi kekuasaan itu dalam tiga badan: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Seperti sudah ditegaskan, tujuan dari penetapan tiga badan ini dimaksud untuk mengelola kekuasaan bagi kebaikan bersama (bunom communi). Inilah hakikat kekuasaan, yakni melayani kebaikan dan keselamatan bersama.

Injil Markus 11:14 menunjukkan kekuasaan Yesus atas alam. Dia mengutuk sebuah pohon ara. Begitu dahsyat kekuasaan Yesus itu. Hari berikutnya, murid-murid Yesus mendapati pohon ara itu kering sampai ke akar-akarnya, alias pohon ara itu mati.

Sedangkan dalam Injil Markus 11:15, Yesus menggunakan kekuasaan yang ada pada-Nya untuk mengusir orang-orang yang berjualan di Bait Allah. Ia menjungkir-balikkan meja para penukar uang dan memporak-porandakan lemari-lemari penjualan yang berisi binatang kurban seperti merpati. Ia menghalau orang-orang untuk tidak membawa barang jualan di sekitar Bait Allah.

Kuasa yang ada pada Yesus sebagaimana kita temukan dalam kedua ayat tersebut amatlah besar dan dahsyat. Saat membaca kedua ayat tersebut, kita mendapat kesan bahwa Yesus menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Kekuasaan itu Dia pakai untuk membunuh (pohon ara) dan menyengsarakan para pedagang dan keluarga mereka yang menggantungkan hidup dari hasil penjualan binatang kurban di Bait Allah. Dilihat secara sepintas, Yesus dapat kita golongkan sebagai seorang perusak alam maupun pengacau kehidupan ibadah di Bait Allah.

Kesan tersebut keliru. Kutukan Yesus terhadap pohon ara terjadi bukan tanpa alasan. Peristiwa itu terjadi ketika Yesus dan para murid berada di Yerusalem untuk merayakan Paskah. Paskah orang Yahudi jatuh pada bulan Abib (Ulangan 16:1), yang sama dengan pertengahan Maret. Pada bulan tersebut, para petani Palestina mulai melakukan panen buah-buah sulung. Pohon ara itu tidak berbuah di musim yang seharusnya dia memberi buah.

Peristiwa ini memiliki arti analogi yang sangat kuat. Alkitab banyak menggambarkan hidup manusia seperti pohon. Mazmur 1:1-6 adalah salah satu contohnya. Hidup yang dikehendaki Allah adalah hidup yang memberi buah, buah roh seperti disebut dalam Galatia 5:22. Bagi orang-orang yang selama hidupnya tidak memberi buah kebaikan apapun bagi sesamanya, hidup orang tersebut dianggap tidak berguna dan hanya akan dibuang ke dalam api (Yoh. 15:6). Inilah makna analogi dari peristiwa pohon ara yang dikutuk Yesus.

Mencerna secara jernih kisah penyucian Bait Allah oleh Yesus (Markus 11:14-15), kita mendapat pengertian/kejelasan bahwa kekuasaan tidaklah netral. Para imam dan pemimpin masyarakat Yahudi menggunakan kuasa mereka untuk melanggengkan kedudukan dan memperkaya diri. Ada unsur kecurangan dan permainan Bait Allah saat itu. Mereka menerapkan sistem korban sembelihan di Bait Allah yang ber-kong kalikong dengan para penjual hewan di Bait Allah.

Dalam kisah Yesus mengobrak-abrik kegiatan penjualan di Bait Allah tersebut, kita berhadapan di situ dengan praktek mark-up harga yang sangat memberatkan orang-orang yang datang ke Bait Allah untuk berdoa. Penjualan binatang/hewan kurban di Bait Allah sudah menjadi satu praktek mafia pemerasaan yang dikendalikan oleh para imam. Mereka menetapkan bahwa hanya binatang kurban yang dibeli di dalam Bait Allah saja yang sesuai dengan ketentuan agama untuk dijadikan korban. Lalu harga yang mereka tetapkan bisa mencapai 25 kali lebih besar dari harga binatang yang sama di pasar rakyat.

Yesus menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk memihak kepada kebaikan rakyat. Yesus menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk membebaskan orang miskin dari penindasan para pemimpin masyarakat dan agama. Yesus bertindak mengakhiri pemerasan berkedok agama dan memutuskan rantai mafia korupsi yang dikendalikan para imam dan pemimpin Yahudi. Yesus menggunakan kuasa yang ada padaNya untuk kesejahteraan rakyat yang miskin dan menderita. Yesus melakukan apa yang seharusnya. Ia “membersihkan” Bait Allah.

Dalam perikop-perikop sebelumnya, Yesus dimuliakan di gunung. Saat di Bait Allah tersebut, Tuhan Yesus menunjukkan kuasanya. Dengan Dia menunjukkan kuasa-Nya, Dia membuktikan perbedaannya dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat.

Pada waktu itu, ada kesalahpahaman tentang Kerajaan Allah yang akan datang. Kedatangan Yesus dipersepsikan sebagai kedatangan Raja yang baru dan Kekuasaan yang baru. Berarti mengambil kekuasaan yang sudah ada di situ.

Konsep Kerajaan Allah yang akan datang sebenarnya adalah menghadirkan kesejahteraan Allah bagi rakyat. Seperti pemerintahan Indonesia yang seharusnya menyejahterakan rakyatnya.

Kembali kepada kisah tentang pohon ara, Injil Matius 21:19-21 menuliskan bahwa seketika itu pohon ara itu kering/mati. Saat murid-murid bertanya, Yesus mengungkapkan tentang kuasa yang dimiliki orang percaya. Peristiwa tersebut mengkorelasikan kekuasaan dan iman. Tuhan Yesus menunjukkan bahwa kekuasaan adalah mandat Tuhan secara imanen dan bertanggungjawab secara moral.

Setiap orang sebenarnya diberikan suatu kekuasaan oleh Tuhan. Dan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan teladan Tuhan Yesus.

Orang yang menyalahgunakan kekuasaan sepertinya lepas dari hati nuraninya. Sehingga seringkali kita mendengar/membaca slogan dalam politik: “Pertemanan dan kekeluargaan bisa berakhir tapi kepentingan bisa abadi”.

Di Indonesia sendiri, pemisahan kekuasaan ke dalam lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebenarnya tidak terlalu jelas. Sebagai contoh adalah DPR. Lembaga ini menjalankan fungsi legislasi tapi sekaligus sebagai yudikatif terhadap eksekutif.

Jika kita kembali membaca sejarah teori politik, teori Trias Politika muncul untuk membatasi kekuasaan yang mutlak. Tiga badan tersebut di Indonesia bersifat check and balance. Mungkin kita bisa menyeimbangkan fungsi/peran masing-masing ketiga badan tersebut. Dan peran kita bisa diwujudkan dalam dua macam: politik praktis dan/atau politik etis. Seperti Tuhan Yesus yang berpolitik melalui sikap, perbuatan, dan perkataan yang simbolik dalam Alkitab.

Melalui kisah kehidupannya, Yesus juga mengingatkan bahwa kita perlu mengutamakan aksi untuk hal positif. Jangan terlalu banyak berwacana. Serta memanfaatkan kekuasaan sesuai dengan porsinya. Jangan terlalu berlebihan.






----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 
Tulisan ini merupakan hasil diskusi Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 29 Agustus 2013. Bertempat di SC GMKI Cabang Yogyakarta, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54. Dimana bahan diskusinya diambil dari buku Spritualitas GMKI Edisi Juli-Desember 2013 yang disampaikan oleh Oland Abago (Kabid Akspel-BPC GMKI Cabang Yogyakarta MB. 2011-2013).