Friday, November 17, 2017

Ada ataupun Hilang, Dia Tetap Berharga

Materi PA oleh: Mike Makahenggang
Kamis, 16 November 2017

Bacaan: Lukas 15:1-10

Pengantar
Setiap orang pernah mengalami kehilangan, namun menjadi persoalannya adalah ketika terus menganggap bahwa biarkanlah yang sudah hilang biarlah hilang, toh akan temukan lagi yang baru!! Jika itu menjadi paham kita akan menjadi pribadi yang kurang menghargai apa yang kita miliki serta apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Dalam ajaran Buddhisme, segala sesuatu di dunia ini tidak kekal maka yang kita punya saat ini perlu dihargai dan pergunakan sebaik-baiknya. Kehilangan siapa diri kita yang sebenarnya sebagai ciptaan yang baik karena pengaruh dari luar, inilah yang menjadi persoalan bagi pribadi itu dan Tuhan.

Konteks Bacaan
Dalam kitab injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes memiliki isi yang hampir sama tetapi juga berbeda dari segi bahasa dan penempatan tempat. Kembali perlu diingat bahwa dari masing-masing penulis yang menulis injil ini memiliki latar belakang dan konteks sasaran pembaca yang berbeda-beda, dan dalam hal ini kita akan membahas tentang injil Lukas maka marilah kita lebih fokus kepada injil Lukas. Lukas menulis injil dengan fokus pembacanya adalah kepada masyarakat pada waktu itu. Injil Lukas menjadi salah satu injil yang membahas sangat mendalam kisah Yesus dari awal sampai kenaikan. Karena fokus utama Lukas adalah memberikan gambaran tentang perjalanan Yesus kepada orang-orang yang 'belum atau tidak' mengenal Yesus secara jelas (1).
Bacaan kita malam ini akan membahas tentang perumpamaan yang digunakan Yesus untuk murid-muridNya, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang dan perumpamaan tentang dirham yang gilang. Dalam bacaan ini, Yesus bukan tanpa sebab membahas tentang perumpamaan, karena dapat diperhatikan dalam pasal-pasal selanjutnya Yesus masih menggunakan cerita perumpamaan. Nampaknya, Yesus sudah mulai mempersiapkan orang-orang disekitarNya akan hari 'kepergiaanNya'. Yesus merasa bahwa karena Dia tidak selamanya dapat bersama mereka dan mengajarkan tentang kebaikan, maka Dia mempersiapkan murid-muridNya untuk hari kedepannya ketika Dia sudah tidak bersama mereka. (ayat 1) menggambarkan kondisi yang sedang terjadi pada saat itu, yang dimana orang-orang yang berkumpul dengan Yesus tidak seperti biasanya yang terjadi ketika ahli-ahli taurat membaca kitab taurat. Orang-orang yang 'tidak pantas' yang sebaliknya mengerumuni Yesus. Menurut masyarakat zaman itu orang yang disebut berdosa bukan hanya karena mereka yang suka melakukan kesalahan tetapi orang miskin pun dianggap orang berdosa dan juga orang sakit dianggap orang berdosa. (ayat 2) menjelaskan betapa marahnya, jengkel dan kecewanya orang farisi dan ahli taurat atas sikap Yesus yang mau untuk duduk bersama para pendosa. (mari kita mengenal siapa yang disebut orang farisi dan ahli taurat) (2). Orang farisi adalah pemimpin spiritual Yahudi. Kaum farisi adalah perkembangan dari kelompok hadisim atau kelompok yang menganggap diri mereka sebagai orang beragama yang saleh orang atau kelompok yang mengatakan mereka adalah orang suci, orang yang dikenal suka memamerkan kehidupan iman mereka. Kelompok farisi ini yang sering melakukan doa di jalan-jalan raya agar dilihat orang. Dan selalu merasa suci sehingga tidak membuka diri untuk bergaul dengan orang yang 'tidak suci'. Ahli taurat adalah para pakar dalam hukum taurat yang menerangkan hukum taurat itu sendiri bagi agama yahudi. Ahli taurat tertugas menyusun peraturan dan ketentuan untuk setiap situasi keagamaan yahudi, dan memberikan khitbah-khotbah di sinagoge (3). Kekecewaan yang dirasakan oleh kaum farisi dan ahli taurat adalah sikap Yesus yang membuka diri untuk bergaul dengan orang-orang yang berbuat dosa tersebut. Mereka merasa bahwa apabila Yesus benar-benar utusan Allah maka seharusnya Yesus tidak harus bergaul dengan orang-orang tersebut. (ayat 3) Yesus menjawab kekesalan mereka dengan 2 perumpamaan yang membingungkan tetapi kaya akan makna. Perumpamaan ini ingin menunjukkan bahwa baik kaum farisi, ahli taurat maupun orang yang dianggap berdosa ini mereka sama-sama penting di hadapan Allah. (ayat 4-10) Yesus mulai menjabarkan 2 perumpamaan yang sama-sama menceritakan tentang sesuatu yang hilang itu tetap berharga maka patut untuk ditemukan kembali. Domba yang jumlah ada 100 ekor tiba-tiba hilang 1, telah memberikan kesedihan dihati sang gembala. Maka yang harus dilakukan oleh sang gembala adalah mengamankan 99 ekor yang ada, kemudian pergi untuk mencari 1 yang hilang itu, begitu juga dengan perempuan yang memiliki 10 dirham dan tiba-tiba hilang 1, dia akan membongkar seisi rumahnya untuk mencari yang hilang itu (dirham adalah mata uang perah yunani). Yang kemudian menjadi pertanyaan bagi orang pada saat itu dan juga kita saat ini (semoga seperti itu) bahwa apakah 99 ini tidak begitu berharga sehingga sang gembala menjadi sedih dan pergi mencari 1 yang hilang itu? Atau apakah 9 dirham itu tidak penting sehingga hanya fokus pada 1 dirham yang hilang?
Bukankah ada ungkapan yang mengatakan yang sudah hilang, biarkanlah, dan marilah fokus pada hal yang baru, nampaknya Yesus tidak setuju dengan ungkapan itu (mungkin).

Konteks Saat Ini
Berbicara tentang kehilangan, pastilah setiap orang pernah mengalami itu. Perlu diingat bahwa ada 2 macam kehilangan yang sering dialami manusia; kehilangan secara alamiah salah satu contohnya kematian, atau pasangan yang tidak jodoh, peristiwa ini harus perlahan-lahan diterima, atau kehilangan yang tidak alamiah yakni karena ada pengaruh faktor lain yang itu dapat ditemukan kembali dengan usaha keras contohnya kehilangan barang berharga karena lupa atau kerampokan dan yang cukup memprihatinkan adalah kehilangan jati dirinya. Namun seringkali manusia zaman now menyamaratakan antar kehilangan yang alamiah dan yang tidak alamiah. Kita sering memaksakan kehendak karena belum siap pasangan kita diambil orang yang membuat kita melakukan hal-hal yang tidak terpuji, namun ketika kehilangan jati diri kita, kita menganggap bahwa itu biasa saja dan saya sudah gagal tidak dapat bangkit kembali. Yesus dalam ungkapan perumpamaan ini ingin menjelaskan dan mengingatkan kepada setiap kita bahwa menjadi manusia yang kristis dan mempertahankan apa yang kita miliki merupakan hal yang penting. Yang dimaksud dengan apa yang dimiliki adalah ciptaan yang baik yang Allah ciptakan itu adalah baik sejak semula maka akan tetap baik sampai pada akhirnya dia akan kembali kepada Sang Bapa. Manusia siapa yang tidak berdoa tetapi itu bukan akhir dari segalanya, akrena pada akhirnya Allah akan melihat adalah apakah dia sungguh-sungguh ingin kembali kepada Allah dengan kehidupan yang sempurna.

Untuk Direfleksikan
Jika Yesus mengatakan bahwa seluruh malaikan di sorga akan berbahagia ketika yang hilang kenbali pulang, maka itu seharusnya memberikan peluang bagi setiap kita untuk mencari "bagian kita" yang hilang.
Mungkin kejujuran yang kita miliki mulai hilang karena pengaruh lingkungan, maka usahakanlah untuk temukan kembali.
Mungkin relasi kita dengan Tuhan mulai berkurang karena kesibukan kerja dan kuliah, mari bangun kembali.
Mungkin relasi kita sudah mulai renggang dengan orang tua karena tidak ada waktu komunikasi, maka carilah dan hidupkan lagi.
Mungkin rasa tanggung jawab kita yang mulai berkurang untuk jabatan yang kita miliki mulai terbengkalai, marilah temukan lagi semangan yang dulu.
Mungkin janji kita untuk GMKI dengan visi misi yang baik mulai terkikis, temukan kembali semangat itu dan lakukan yang terbaik, karena apa yang hilang juga sama berharganya dengan yang masih kita miliki ini, seperti yang Yesus katakan bahwa isi sorga akan bersukacita apabila yang hilang itu ditemukan. Hidup kita akan bersinar atau bermanfaat ketika kita tetap menjadi manusia-manusia yang setia pada yang sudah Tuhan percayakan pada kita tentang anugerah-anugerah yang baik, jagalah itu dan jangan nodai ataupun hilangkan (seperti lirik lagu).

Pertanyaan Refleksi

  1. Pernahkah teman-teman mengalami kehilangan sesuatu yang sangat berharga tetapi belum ditemukan kembali, padahal kalau dicari mungkin masih bisa ditemukan?
  2. Pernahkah mengalami kehilangan motivasi hidup? Ataukah pernah mengalami kebuntuhan untuk melakukan sesuatu?
  3. Apakah semangat awal anda dalam hidup dan belajar di GMKI masih sama dari awal sampai sekarang? Kalau iya, mengapa? Kalau tidak, mengapa?


----------
(1) Willi Marxsen, "Pengantar Perjanjian Baru", Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002. (hal. 186)
(2) Bergant, dkk, "Taksir Alkitab Perjanjian Baru", Yogyakarta: Kanisius, 2002. (hal. 142)
(3) Alkitab edisi studi, Jakarta: LAI

0 comments:

Post a Comment