Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Thursday, May 29, 2014

Kekuasaan....?

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini bukanlah negara agama. Sekalipun agama mendapat tempat yang sangat penting di dalam hidup bernegara dan berbangsa sebagaimana terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945. Meskipun Pancasila sudah final sebagai ideologi berbangsa dan bernegara di bumi persada Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun akhir-akhir ini banyak persoalan yang sedang dihadapi di seputar hubungan agama dan pemeluknya dengan pemerintah. Tanpa bisa dipungkiri bahwa banyak intervensi pemerintah dari waktu ke waktu di tengah perjalanan kehidupan beragama di negeri ini dengan berbagai alasan.


Jika menoleh sejenak ke belakang, dalam sejarah kekristenan, hubungan antara umat percaya (baca: Gereja) dengan Negara (baca: pemerintah), seringkali diwarnai dengan ketegangan-ketegangan, kontroversi dan pasang surut. Suatu saat Negara (pemerintah) menguasai orang percaya (gereja) seperti zaman Konstatinus Agung. Namun sebaliknya ada saatnya dimana Gereja mendominasi Negara. Ini terjadi misalnya di abad pertengahan ketika kekuasaan Paus begitu hebat sampai-sampai para raja yang hendak berkuasa harus mendapat restu dari dirinya. Dalam masa itu posisi Negara (pemerintah) menjadi sub-ordinat dari gereja. Kalau demikian persoalannya, maka pertanyaan yang mencuat kepermukaan adalah bagaimana seharusnya sikap ideal yang mestinya diambil oleh orang percaya (gereja) vis a vis (berhadap-hadapan) dengan Negara (pemerintah)?


Perikop Roma 13:1-7 merupakan bagian Alkitab yang secara tegas berbicara tentang bagaimana sebenarnya sikap ideal orang percaya (gereja) terhadap  pemerintah. Tapi perikop tersebut sering dijadikan sebagai dogma bersikap terhadap pemerintah.


Di zaman penulisan surat Roma, ada kelompok Yahudi yang menekan masyarakat untuk memberontak kepada pemerintah. Sehingga menimbulkan huru-hara dan menyebabkan Bait Allah diluluhlantakkan. Serta raja Claudius mengeluarkan Maklumat untuk mengusir orang-orang Yahudi.


Roma 13 tidak bisa dilepaskan dari konteks pengusiran. Roma 13 mengingatkan orang-orang Yahudi untuk tidak mengulangi kesalahan orang Yahudi sebelumnya. Menenangkan orang Yahudi dan Kristen untuk tidak gegabah melakukan kesalahan.


Rasul Paulus dalam nats perikop ini memberikan pengajaran yang tegas dengan sebuah pernyataan: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya …” (ay 1). Ada 3 (tiga) penekanan yang perlu diperhatikan dari pernyataan ini: Pertama, bahwa Allah adalah mutlak pemegang pemerintahan atas bangsa-bangsa. Dialah yang menempatkan para pemegang pemerintahan dan di belakang segala pemerintahan di dunia yang ada adalah kedaulatanNya. Kedua: bahwa setiap orang Kristen harus mengakui negara, menaati kekuasaan yang sah selama ketaatan ini tidak bertentangan dengan hukum Allah atau kuasa Kristus, dan mendoakan orang-orang yang memegang jabatan yang bertanggungjawab (bnd. 1 Timotius 2: 1-7).Ketiga: bahwa orang Kristen harus menaati pemerintah adalah karena suara hatinya. Maksudnya bahwa jika orang percaya melakukan pemberontakan kepada pemerintahan yang sah dimana kekuasaannya datang dari Allah maka suara hatinya akan menuduh dirinya sendiri tentang apa yang baik yang sesuai dengan kehendak TUHAN.


Pemerintah dimana orang Kristen (gereja) harus takluk atau taat adalah 1) Pemerintah yang menghargai kebaikan, 2) Menghukum orang yang melakukan kejahatan, 3) Pemerintah yang mensejahterakan dan mendatangkan keamanan bagi rakyatnya. Oleh sebab itu pemerintahan yang demikian harus ditaati, sebab ia menjadi kepanjangan tangan dari Allah yang adalah Allah yang tertib dan teratur. Allah jelas tidak bisa menoleransi sebuah anarki (keadaan tanpa hukum dan peraturan). Tujuan Allah adalah agar kehidupan manusia dalam masyarakat merupakan kehidupan yang penuh keharmonisan, kedamaian dan ketertiban (Lihat Roma 12:10,18).

Paulus menekankan hal tersebut pada ayat-ayat berikut:
“Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu.” (Roma 13:4)
“Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.” (Roma 13:5)
“Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.” (Roma 13:7).


Bila yang terjadi adalah bahwa pemerintah yang ada di atas orang percaya ternyata menyalahgunakan kekuasaan yang dipegangnya, dan malah membuat orang Kristen harus bergumul dengan ketaatan imannya kepada Allah. Atau dengan kata lain, pemerintah yang dipercaya Allah ternyata “merusak” dan mengabaikan hukum Allah, dan malah membuat orang Kristen harus bergumul dengan imannya kepada Allah, maka pemerintah yang demikian tidak harus dipatuhi. Pemerintah yang demikian mesti ditentang!


Kesetiaan dan ketaatan kita terhadap pemerintah berhenti ketika pemerintah itu mulai bertindak tidak sesuai dengan hukum Allah. Ketaatan kepada Allah dan hukumnya harus lebih utama daripada ketaatan kepada pemerintah. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa ketaatan orang percaya (gereja) kepada pemerintah adalah ketika pemerintah yang memakai kuasa yang diberikan Allah untuk melayani masyarakat demi kedamaian, ketentrama, dan kesejahteraan masyarakat.


Paulus tidak menekankan kepatuhan/ketundukan yang sepenuhnya pada pemerintah. Paulus mencoba menyadarkan pembaca Roma untuk kritis terhadap pemerintah dan penguasa. Tapi tetap harus berhati-hati dan waspada. Ingat masa lalumu.


Kita bisa memakai perikop ayat tersebut untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak gagap politik. Termasuk orang Kristiani  dan gereja.


Politik tidak sepenuhnya salah dan kotor. Politik itu penting. Kalau kita tidak tahu dan paham politik, kita akan menjadi bahan permainan politik orang lain.


Orang Kristiani dan Gereja seharusnya jangan terlalu apatis dengan lingkungan dan fenomena yang ada. Bukan cuma ramai dengan kerohanian. Tapi selayaknya Gereja di Amerika Latin yang bahkan bisa menjadi gerakan sosial.


T.B Simatupang adalah seorang tokoh yang pertama kali mengatakan bahwa partisipasi Kristen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harusnya sekaligus positif yang artinya selalu berusaha memberikan sumbangsih yang baik bagi pemerintah dan warga lainnya, konstruktif yakni orang Kristen harus ikut ambil bagian dalam pembangunan bangsanya, dan sekaligus kritis yang artinya orang Kristen juga tidak boleh takut-takut untuk memberikan masukan dan koreksi kepada pemerintah demi kebaikan rakyat dan diberlakukannya hukum Tuhan.


Sebagai orang Kristen, kita hendaknya bisa menjadi cermin garam dan terang bagi orang lain. Kita menjadi cerminan dari Allah.


Kita perlu mengingat bahwa di dalam kasih, harus ada ketegasan juga. Teguran, kritik, dan nasehat perlu kita biasakan dalam mengasihi negara/pemerintah. Kita pun bisa berperan aktif dalam/melalui lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.



------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini merupakan hasil diskusi dalam ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Yogyakarta 22 Mei 2014.
Di Student Centre GMKI Yogyakarta, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta.
Bang Hobert (mahasiswa S-2 Teologi UKDW) sebagai pelayan Firman Tuhan.