Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Friday, December 20, 2013

Perempuan Revolusioner: Belajar dari Hagar, Wasti, dan Sejarah Hari Ibu

Tanggal 22 Desember sering kita peringati sebagai Hari Ibu. Lalu mengapa itu penting dipahami oleh kita?

Sebelum kita membahas tentang Hari Ibu, kita terlebih dahulu akan memahami serta mendalami beberapa tokoh perempuan yang sering terabaikan oleh kita. Hal ini kita lakukan dengan mencoba metode “membaca ulang Alkitab” (re-read the Bible) dengan perspektif baru.

Tokoh perempuan pertama dalam Alkitab yang kita bahas adalah Hagar. Mungkin sebagian kita tahu siapa itu Hagar, tapi kebanyakan dari kita jarang mendalami kisahnya. Karena kita lebih sering mendengar dan mungkin lebih menyukai kisah tentang Abram (Abraham) dan Sarai (Sara).

Perjalanan kisah Hagar dimulai dari kisah perjumpaan Abram dengan Allah (Kejadian 15). Allah berjanji akan memberkati Abram. Termasuk akan memberikan keturunan yang banyak bagi Abram.

Selanjutnya dalam kitab Kejadian 16:1-6, Abram coba digoyahkan keyakinannya akan janji Allah. Abram didesak Sarai untuk menghampiri Hagar, hamba mereka. Sehingga Hagar mengandung dan memandang rendah nyonya-nya.

Sarai yang merasa terhina dengan perlakuan Hagar kemudian menindas Hagar. Padahal Sarai lah yang menyuruh Abram menghampiri Hagar. Hingga Hagar ingin lari jauh dari penindasan tersebut. Tetapi Malaikat Tuhan menjumpainya dan menyuruhnya kembali ke Sarai

Melihat perikop ayat tersebut, Hagar seperti tidak menghargai tuan/nyonya mereka. Tapi kita harus baca ulang perikop tersebut dengan perspektif lain.

Hagar adalah seorang perempuan Mesir, berbeda dengan Abram dan Sarai, dan menjadi hamba/budak. Ada perbedaan yang cukup banyak dengan Abram, Sara, dan masyarakat di sekitar mereka. Hagar bisa dikatakan masuk dalam golongan kelas paling rendah dalam kelas sosial Yahudi/Israel.

Dalam perikop ayat Kejadian 16:1-6 tersebut, kita bisa lihat bahwa Hagar punya keinginan untuk menyamakan diri seperti nyonya-nya. Ia ingin menaikkan kelas sosialnya dan memperjuangkan kesetaraan. Inilah yang dianggap sebagai kesalahan.

Menghadapi penindasan Sarai, Hagar sempat ingin lari jauh (Kejadian 16:7-16). Tapi (Malaikat) TUHAN menghampirinya dan menyuruhnya kembali ke Sarai. Kembalinya ke kediaman Sarai ada kemungkinan dia akan ditindas kembali, tidak ada keluarga dekat yang bisa mendukungnya secara moral karena Hagar berasal dari Mesir. Namun Hagar memilih untuk tetap kembali. Di situ kita lihat ketaatan Hagar kepada perintah Tuhan Allah.

Ketaatan Hagar terhadap Allah juga dapat kita lihat dalam kisahnya di Kejadian 21:8-21. Allah memperingatkan Abraham untuk tidak sebal terhadap Hagar dan Ismael (anak Hagar) karena desakan Sara. Tapi ternyata Abraham tidak taat dengan mengusir pergi Hagar dan Ismael.

Di tengah pergumulan di padang gurun Bersyeba, Hagar taat pada perintah Allah dan bertahan hidup bersama Ismael.

Kekuatan Hagar untuk taat dan bertahan adalah ketika ia bertemu/berjumpa dengan Tuhan Allah. Ia mampu melewati kesusahan hidup dan penindasan dengan kekuatan yang dari Allah.

Memahami kisah hidup Hagar, kita mungkin bisa mengatakan bahwa Hagar adalah seorang feminis pertama di dalam Alkitab. Ia memperjuangkan kesetaraan dan kebebasan dari penindasan terhadap perempuan. Serta tanpa menghilangkan ketaatannya kepada Tuhan Allah, Sang El Roi.

Selanjutnya kita akan mencoba memahami tokoh perempuan kedua dalam Alkitab. Namanya adalah Ratu Wasti. Dia adalah Ratu sebelum Ester. Dan sering terabaikan kisahnya yang pendek oleh kita. Karena mungkin sebagian besar dari kita lebih menyukai kisah Ester yang membebaskan bangsanya dari rencana pembunuhan ras besar-besaran (genosida).

Dalam kitab Ester 1, kita melihat Ratu Wasti yang dibuang. Karena ia dianggap tidak menghormati panggilan dari sang raja. Serta tindakannya tersebut bisa mengundang isteri-isteri lain untuk tidak tunduk pada suaminya.

Tapi kisah Ratu Wasti bisa kita baca ulang dalam perspektif/cara pandang lain. Ratu Wasti menolak untuk menampilkan kemolekan/kecantikan rupanya di depan rakyat dan pembesar-pembesar kerajaan. Ia berusaha melawan raja dan sistem yang mengatur serta mengekang perempuan dengan kebiasan-kebiasaan.

Ratu Wasti melawan bahwa dia dan perempuan bukan hanya barang tontonan yang dipamerkan. Ia melawan sistem yang meng-eksploitasi perempuan. Ia juga melawan ketakutan pembesar-pembesar kerajaan terhadap hancurnya sistem patriarki. Tapi ia juga berani menerima konsekuensi untuk dibuang dari kerajaan yang “nyaman”.

Perjuangan Hagar dan Ratu Wasti tersebut bisa kita refleksikan lewat tokoh Katniss Everdeen. Terutama kisah Katniss Everdeen untuk melawan Capitol (sistem super yang menindas dan mengekang) dalam film Catching Fire. Seorang perempuan yang berani.

Setelah kita merefleksikan dua orang tokoh perempuan dalam Alkitab, kita kembali pada bahasan tentang Hari Ibu. Seringkali Hari Ibu diidentikkan dengan hari untuk kita memanjakan ibu. Sehingga terkesan hari yang lain adalah Hari Bapak/Ayah dan kurang/tidak menghargai ibu kita di hari lain.

Sebenarnya sejarah Hari Ibu bukan seperti itu. Ya, ketika ada satu hari ditetapkan untuk diperingati, pasti ada sejarah penting di baliknya. Inilah yang sering kita lupakan dan menjadi salah kaprah.

Hari Ibu sebenarnya diawali dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama tahun 1928 di Yogyakarta. Tapi penetapan peringatan 22 Desember sebagai Hari Ibu baru pada Kongres Perempuan Indonesia tahun 1938. Dan Sukarno menetapkannya secara nasional pada tahun 1969.

Semangat yang dibangun dari peringatan Hari Ibu tersebut adalah agar kita mengingat perjuangan perempuan untuk kesetaraan pendidikan dan posisinya dalam perkawinan/pernikahan. Atau dengan kata lain, Hari Ibu seperti Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia.

Akhirnya, mari kita membaca ulang Alkitab dan sejarah kita dengan cara pandang lain! Hidup perempuan yang berani dan melawan!







----------------------------------------------------------------------------------------- 
Tulisan ini merupakan hasil diskusi dalam Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Yogyakarta tanggal 19 Desember 2013. Bertempat di Student Centre GMKI Cabang Yogyakarta, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta. Dan Firman Tuhan dibawakan oleh Nova Yulanda Putri Sipahutar, S.AP (Korwil V, PP GMKI MB 2012-2014).