Papan Nama SC GMKI Yogyakarta

Menyambut setiap orang yang datang ^^

Drama Paskah,

Sebuah Kreasi Refleksi Iman

Suasana setelah Diskusi,

SC Masih tetap Ramai

Proses Membasuh Kaki,

Simbol Pelayanan dan Penyambutan kepada Anggota Baru GMKI

Sidang Pleno 1 BPC 2011-2013,

Forum Pembahasan Program Cabang

Pelatihan Appreciative Inquiry,

Melatih untuk Bergerak dengan Aset!

Pelatihan Kemampuan Dasar Berorganisasi,

Bekal Perserta dalam Berorganisasi

Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Forum Pembahasan Nasional GMKI

Delegasi Kongres GMKI ke-33 di Manado,

Pejuang dan Penyumbang Pemikiran

Usaha Dana Kaos GMKI,

Kreasi Pengumpulan Dana untuk Kebutuhan Delegasi Kongres ke-33

Kecab Palembang-Kecab Jogja,

Keluarga dalam Tuhan dan GMKI

Berkunjung ke Rumah Senior,

Upaya untuk Menjaga Relasi

Stand Expo Pergerakan di FT UGM

Upaya Pengenalan dan Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM,

Bentuk Aksi Pelayanan Masyarakat dari GMKI

Refleksi dan Ziarah Hari Pahlawan,

Upaya Mengenang dan Membangkitkan Semangat Para Pahlawan

Friday, May 17, 2013

Pendidikan Bermasalah?!

Isu pendidikan saat ini menjadi fenomena klasik yang tidak habis dibahas. Misalnya tentang kurikulum yang terus berganti menyesuaikan menteri pendidikan dan kebudayaan yang menjabat.
Pendidikan sesungguhnya menjadi pergumulan bangsa dan “urat nadi” bangsa. Hal tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945)tentang tujuan negara Indonesia. Yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika kita melihat sejarah, pendidikan di Indonesia kemungkinan bermula dari pendidikan di zaman kolonial Belanda (bagian dari politik Etis). Kemudian pendidikan berkembang menjadi diselenggarakan dan dikelola oleh rakyat Indonesia. Dimana saat ini pendidikan yang didirikan oleh kalangan rakyat biasa dan masih bertahan adalah institusi pendidikan milik Ki Hajar Dewantara (Tamansiswa), NU,  Muhammadiyah, Yayasan Kristen, dan Yayasan Katolik.
Di tengah pendidikan Indonesia yang beragam tersebut, ada beberapa masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia. Kurikulum Indonesia lebih banyak merupakan adopsi dari negara asing. Hal tersebut dimungkinkan karena Indonesia masuk dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dan pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh kepentingan negara maju tentang pendidikan.
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) juga mempengaruhi pengelolaan pendidikan Indonesia oleh pemerintah. Pendidikan menjadi komoditas yang diperjualbelikan (berorientasi pasar). Pendidikan seringkali menjadi previledge. Padahal sesuai amanat UUD RI 1945, pendidikan merupakan hak setiap warga negara dan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional .
Pendidikan Indonesia yang berorientasi pasar tersebut bisa kita lihat dengan orientasi pengelolaan pendidikan yang mengejar pemenuhan kebutuhan pasar. Contoh nyatanya adalah desain memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menyediakan tenaga siap kerja (bahkan melebihi jumlah SMA). Sehingga melihat realitas-realitas tersebut, perlu kiranya adanya pencabutan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 yang meratifikasi pendirian WTO.
Kembali pada masalah kurikulum, rancangan kurikulum 2013 pun menuai reaksi negatif dari masyarakat. Kurikulum terbaru tersebut berpotensi menghapuskan mata/materi pelajaran (mapel) muatan lokal dan kearifan lokal. Yakni mapel yang mempelajari bahasa daerah dan budaya daerah dimana institusi pendidikan berada.
Fenomena pendidikan yang tidak berbasis lokalitas memang sudah berlangsung lama di Indonesia. Misalnya melalui buku pelajaran dan istilah-istilah pendidikan yang berorientasi Jawa. Tapi kurikulum 2013 akan lebih besar pengaruhnya bagi hilangnya pendidikan berbasis lokalitas.
Fenomena permasalahan kurikulum pendidikan nasional Indonesia lainnya adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) seringkali menciptakan kurikulum baru terus. Padahal tidak ada evaluasi dari kurikulum sebelumnya atau kurikulum yang sudah dilaksanakan.
Guru sebagai orang yang mempraktekkan kurikulum pun seringkali tidak dimintai partisipasi dalam pembuatan kurikulum. Sehingga kemungkinan besar kurikulum dan pelaksanaannya tidak sesuai dengan realitas tempat para guru mengajar.
Akhirnya, pendidikan seharusnya menjadi sarana olah nalar/pikir dan rasa manusia. Timbul juga beberapa pertanyaan tentang dunia pendidikan Indonesia. Apakah mungkin pendidikan Indonesia yang berorientasi pasar untuk menghadapi persaingan/perdagangan bebas 2015? Sudah siapkah kita dan rakyat Indonesia bersaing secara global? Lalu, bagaimana dan dimana peran orang kristiani dan yayasan pendidikan kristiani?





-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hasil diskusi tematis rutin GMKI Cabang Yogyakarta tentang “Pendidikan Nasional” tanggal 14 Mei 2013. Bertempat di SC GMKI Cabang Yogyakarta. Gloriansi Umbu Heingu Deta/Orrie (Kecab) yang menjadi narasumber dan dimoderatori oleh Roberto Tanduk (Kabid Or).