Friday, October 4, 2013

Teladan Komunikator - Organisator

Seorang pemikir (filsuf) besar Yunani Kuno bernama Aristoteles (384-322 SM) mengatakan demikian: “Manusialah satu-satunya makhluk hidup yang memiliki bahasa (language). Bahasa (yang hanya dimiliki manusia itu) berfungsi untuk memberitahukan hal-hal yang bermanfaat dan merugikan dan juga untuk memberitahukan hal-hal yang adil dan tak adil”. Apa yang unik dari manusia adalah kemampuannya untuk berkomunikasi, yakni kemampuan untuk menyatakan atau menyampaikan pendapat dengan bahasa yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh sesama.

Filsuf Jerman kontemporer Jürgen Habermas mempertegas pendapat Aristoteles itu dengan mengatakan bahwa hubungan antar manusia ditandai oleh tindakan komunikasi. Habermas yakin bahwa dengan berkomunikasi, yakni sikap dialog yang bebas (tanpa paksaan) dengan sesama sebagai partner setara dapat tercapai saling pengertiandiantara mereka.

Apa yang diungkapan kedua pemikir di atas persis terjadi dalam kisah seorang Nehemia (Nehemia 1: 1-11; 2:1-20). Waktu itu, Nehemia menjadi juru minum raja Persia, dan Israel sedang dalam tawanan Persia. Yerusalem sebagai kota suci bangsa Israel dihancurkan.

Sebagai orang Yahudi, walaupun Nehemia menjadi pejabat di negeri orang lain, ia masih mau menanyakan kabar saudara-saudaranya yang luput dari penawanan dan bagaimana keadaan Yerusalem (pasal 1:2). Nehemia lalu diberitahu bahwa “orang-orang yang masih tinggal di Yerusalem, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar” (pasal 1:3).

Ketika mendengar kabar buruk itu, Nehemia tidak tinggal diam walau pun ia aman-aman saja di istana raja Persia. Dalam ayat 4, sikap pertama Nehemia ketika mendengar keadaan saudara-saudaranya adalah menjadi komunikator (juru bicara) antara bangsanya dan Allah melalui doa. Dalam doanya, Nehemia mengkomunikasikan keadaan bangsanya kepada Allah. Nehemia tahu bahwa penderitaan yang dialami bangsa Israel waktu itu adalah akibat pelanggaran mereka terhadap perintah Allah, dan karena itu ia memberanikan diri untuk mengkomunikasikan penyesalan dan dosa bangsanya kepada Tuhan, serta memohon Tuhan mengampuni mereka. Pasal 1: 5-11 adalah isi komunikasi/doa Nehemia kepada Allah.

Tetapi ternyata Nehemia tidak hanya mau berdoa/berbicara belaka. Ia mau menjadi teladan dari komunikasi/doanya. Ia mau melakukan apa yang dikatakannya. Itulah sebabnya Nehemia tidak hanya berkomunikasi dengan Allah melalui doa, tetapi juga berkomunikasi dengan Artahsasta (raja Persia) agar ia dijinkan kembali ke Yerusalem untuk kota itu (pasal 2).

Tidak hanya itu, Nehemia pun melanjutkan komunikasinya kepada raja dengan meminta dua surat penting. Pertama, surat raja kepada para bupati di daerah seberang sungai Efrat agar Nehemia diijinkan melewati wilayah-wilayah itu. Kedua, surat raja kepada pengawas taman raja, agar Nehemia diberikan kayu untuk memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, tembok kota Yerusalem dan rumahnya nanti (pasal 2 ayat 8). Raja pun mengabulkan semua permintaan Nehemia. Akhirnya Nehemia kembali dan membangun Yerusalem.

Nehemia berhasil menjadi komunikator (juru bicara) antara bangsanya dengan Tuhan, maupun antara dirinya dan raja Persia, ketika melihat bangsanya makin hancur. Kemauan untuk menyampaikan keadaan bangsanya kepada Tuhan dan raja adalah sebuah sikap seorang nabi sejati. Nabi sejati adalah orang yang peka terhadap keadaan bangsanya ketika mengalami keterpurukan, dan berusaha menyelamatkannya. Lebih dari itu, Nehemia adalah teladan seorang komunikator (juru bicara), karena ia bukan hanya mengkomunikasikan kerinduannya pada Allah dan raja, tetapi juga mau turun langsung ke Yerusalem untuk melakukan sesuatu bagi bangsanya.

Sikap lain yang perlu kita teladani dari Nehemia adalah bertindak seturut dengan kehendak Allah.

Selain menjadi teladan sebagai tokoh komunikator, Nehemia juga bisa disebut sebagai tokoh organisator yang pandai dan cerdas mengorganisasikan orang-orang.

Kondisi bangsa Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang mengalami keterpurukan. Keterpurukan tersebut bisa kita lihat melalui media di sekitar kita. Kalau bangsa Israel diserang bangsa lain pada masa Nehemia, sekarang ini bangsa Indonesia lebih parah. Karena diserang bangsanya sendiri. Misalnya melalui korupsi.

Bangsa kita saat ini membutuhkan orang-orang seperti Nehemia yang berintegritas. Seperti Tuhan Yesus, Nehemia menjadi teladan dengan menimbulkan rasa percaya orang lain. Nehemia juga membiasakan diri untuk berperilaku yang baik sejak kecil.

Bangsa kita memerlukan pendidikan moral dan revolusi moral. Sebagai agen perubahan, kita perlu belajar dan menegakkan moral. Kita perlu menanamkan spritualitas, integritas, serta profesionalitas dalam diri sendiri dan orang lain. Meskipun kita harus keluar dari zona nyaman kita.







----------------------------------------------------------------------------------------- 
Tulisan ini merupakan hasil diskusi Ibadah Pendalaman Alkitab (PA) GMKI Cabang Yogyakarta tanggal 3 Oktober 2013. Bertempat di Student Centre (SC) GMKI Cabang Yogyakarta, Wisma Immanuel, Samirono Baru 54, Yogyakarta. Bahan renungan disampaikan oleh Christian Apri Wijaya (Sekfung Infokom, BPC GMKI Cabang Yogyakarta MB. 2011-2013). Diambil dari buku Spritualitas GMKI Edisi Juli-Desember 2013.

0 comments:

Post a Comment