Pada Dasarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI), didirikan karena seluruh elemennya ingin mencapai visi baru yang lengkap dengan kemandirian di segala bidang. Visi baru itu bernama kesejahteraan, keadilan, keamanan, kedamaian dan masa depan baru.Namun melihat kondisi empiris sosial masyarakat saat ini, Negara seakan tidak hadir dalam proses penyelesaian berbagai bentuk tindakan kekerasan yang berlarut- larut terjadi di negeri ini. Kekerasan belakangan ini disebabkan akumulasi kekecewaan rakyat atas tidak berjalannya penegakan hukum formal. Hal ini membuat rakyat lalu mencari jalan sendiri karena jalan hukum di negeri ini tidak menyelesaikan persoalan “ jalan penyelesaian institusi penegakan hukum justru memunculkan masalah baru,ketidakadilan baru, kekerasan baru. Kondisi ini menimbulkan frustasi sosial di masyarakat,sulit mempercayakan dan mengharapkan aktor-aktor negara mengutamakan mewujudkan pelayanan kepentingan publik. Berbagai bentuk tindakan kekerasan yang terjadi, memang disadari selalu disebabkan oleh kehidupan intoleransi antar umat beragama, namun juga disebabkan oleh berbagai hal yaitu persoalan ekonomi, dan kesenjangan pembangunan ataupun aspek produk kebijakan yang dalam ruang implementasi tidak menjawab persoalan substantitif dalam kehidupan masyarakat. Salah satu produk kebijakan yang menjadi perdebatan pada ruang elit, maupun kelompok kepentingan adalah Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri (PBM), Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama Dan Pendirian Rumah Ibadah. Dalam semangat produk Peraturan Bersama Dua 2 Menteri, ini adalah menjunjung tinggi hubungan umat beragama yang dilandasi sikap toleransi,saling pengertian,saling menghormati, menghargai kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam menjamin kerukunan umat beragama yang hidup saling menghormati tentu menjadi harapan ideal bagi setiap warga negara, harapan ini harus dijaga serta dijamin oleh negara dalam penentuan dan pengambilan kebijakan yang tidak merugika masyarakat, maupun elemen kelompok masyarakat tertentu. Pemerintah sebagai pengelola kebijakan diharapkan mampu menjamin serta memelihara kesatuan yang bernuansa pada pembangunan karakter bangsa. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk, dari sisi suku, agama, ras dan budaya, dari potensi dan sumber kemajukan ini, selalu dikelola dengan sikap perlindungan dari negara maupun sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama umat, hal ini tentu menjadi kebanggaan bersama dalam menata kehidupan tersebut.
Enam Puluh Lima Tahun Kita telah merdeka, dirayakan dengan kebanggaan semua komponen elemen bangsa ini. Negara menjamin kemerdekaan itu dengan kebebasan, kemandirian, persatuan dan kebersamaan. Oleh sebab itu tentu adanya potensi menjaga sistem tata kelola kehidupan yang tidak terjebak dalam bentuk sikap dan tindakan atas nama kelompok, suku, agama dan apapun itu, namun kiranya yang dikehendaki dan dijamin adalah negara perlu membangun komunikasi serta solidaritas demi kemajuan dan kedamaian.
Maka atas nama persatuan, kebebasan dan kerukunan umat manusia yang mendiami bangsa Indonesia, menyampaikan pokok pikiran yang tentu dapat dijalankan secara bersama-sama oleh semua elemen anak bangsa ini yaitu:
1. Negara harus mampu mengatasi situasi konflik yang terjadi saat ini yang dilatarbelakangi atas nama suku,agama,rasa dan antar golongan, maupun resistensi persaingan ekonomi dan perebutan lahan karena negara tidak mampu menciptakan akses lapangan pekerjaan dan serta mengembangkan kewajiban untuk menghormati(to respect), tetapi juga melindungi(to protect), dan menjami kebebasan dasar(fundamental freedom). Jangan membiarkan rakyat bertindakn sendiri seakan negara tidak hadir ataupun kondisi negara menuju weak state (negara lemah)
2. Tidak menghendaki segala bentuk tindakan yang menghambat pertumbuhan laju demokrasi di bangsa ini seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, konflik atas nama apapun.
3. Memohon kepada Pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali tentang Peraturan Bersama Dua Menteri dalam beberapa Bab dan Pasal yang menurut pengamatan kami sangat berpotensi mereduksi semangat toleransi dan bertolak belakang dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang termuat di bawah ini antara lain:
a. BAB III Tentang Forum Kerukunan Umat Beragama Pasal 10 point 3 Mengenai Komposisi kepengurusan FKUB provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat. Hal ini sangat bertentangan dengan asas semangat kebersamaan dan asas pemerataan keterwakilan.
b. BAB IV Tentang Pendirian Rumah Ibadah, Pasal 14 point 2.b Mengenai dukungan masyarakat setempat yang paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/ kepala desa setempat. Dipandang bahwa poin pada pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.
4. Pemerintah diharapkan untuk menunda rencana pembuatan Peraturan Bersama Dua Menteri yang akan dijadikan sebagai Rancangan Undang-Undang, dengan pertimbangan hal ini akan hanya memperburuk kondisi bangsa ini.
5. Pemerintah Daerah, baik itu provinsi dan kabupaten/kota diharapkan mampu mengelola konflik dengan baik,mengedepankan sikap bijak dalam menjamin dan melindungi kebebasan setiap kelompok elemen masyarakat di wilayah pemerintahannya.
6. Yogjakarta sebagai kota yang dikenal dan dikenang sebagai kota toleransi yang tinggi, diharapkan kita semua saling menjunjung sikap toleransi lebih pada kerukunan dan keharmonisan hidup.
Demikian pandangan dan pokok-pokok pikiran Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Yogyakarta (GMKI Cab Yogyakarta) Semoga perjuangan melawan lupa tentu harus berakhir. Salam Perjuangan.
Yogyakarta, 12 Oktober 2010
0 comments:
Post a Comment